Senin, 18 April 2016

Resensi: A Untuk Amanda Karya Annisa Ihsani | Blog Tour + #KuisBuku

Judul buku: A Untuk Amanda
Penulis: Annisa Ihsani
Editor: Yuniar Budiarti
Desain sampul: Orkha Creative
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-605-03-2631-3
Cetakan pertama, Maret 2016
264 halaman
Buntelan dari @Gramedia
Amanda punya satu masalah kecil: dia yakin bahwa dia tidak sepandai kesan yang ditampilkannya. Rapor yang semua berisi nilai A, dia yakini karena keberuntungan berpihak padanya. Tampaknya para guru hanya menanyakan pertanyaan yang kebetulan dia tahu jawabannya.

Namun tentunya, tidak mungkin ada orang yang bisa beruntung setiap saat, kan?

Setelah dipikir-pikir, sepertinya itu bukan masalah kecil. Apalagi mengingat hidupnya diisi dengan serangkaian perjanjian psikoterapi. Ketika pulang dengan resep antidepresan, Amanda tahu masalahnya lebih pelik daripada yang siap diakuinya.

Di tengah kerumitan dengan pacar, keluarga, dan sekolahnya, Amanda harus menerima bahwa dia tidak bisa mendapatkan nilai A untuk segalanya.
Amanda mengira hidupnya baik-baik saja, tinggal di daerah suburban dan memiliki sahabat masa kecil sekaligus pacarnya yang tidak menyukai permen M&M's warna kuning dan sangat mengerti dirinya, Tommy. Memiliki orangtua single parent yang selalu yakin Amanda adalah kebanggaan, ibunya yakin kalau dirinya mewarisi otak ayahnya. Amanda selalu mendapatkan nilai sempurna, selalu menjadi pertama yang mengacungkan jari di kelas untuk menjawab pertanyaan dari guru, nilainya selalu A. Amanda juga bergaul di dua kubu yang berseberangan, bersama Tommy, dia memiliki teman-teman populer di sekolah, bersama Klub Komputer yang dia ikuti, Amanda juga memiliki teman-teman jenius dan nerd lainnya. Hidupnya sempurna, bukan?

Namun, ada satu kejadian yang membuat Amanda merasa dirinya adalah pembohong besar, tidak sesempurna orang-orang lihat, Amanda memiliki topeng. Suatu ketika seorang guru memberikan pertanyaan, tentu Amanda tahu jawabannya. Alih-alih memilih Amanda, sang guru memilih murid lain. Amanda mengira jawaban temannya itu salah, jawaban dialah yang benar. Ternyata, jawaban temannya benar, Amanda langsung mengecek sendiri dan memang jawabannya yang salah. Sejak itu Amanda merasa kalau dirinya hanyalah beruntung mendapatkan nilai-nilai bagus, sejak itu Amanda selalu mengalami episode Tidak Bisa Berhenti Berpikir.
Aku tidak punya hak untuk depresi karena aku Gadis yang Memiliki Segalanya, dan Segalanya tidak mencakup Hak untuk Menderita Depresi.
Tadinya kukira orang mengalami depresi ketika ada sesuatu yang salah dengan hidup mereka. Tapi bagiku, depresi datang ketika segala hal dalam hidupku berjalan dengan sempurna.
Apa pun yang saya dan orang lain pikirkan, itu tidak penting. Satu-satunya hal yang berpengaruh adalah apa yang kaupikirkan tentang dirimu sendiri.
Kali pertama membaca tulisan Annisa Ihsani, sebelumnya saya sudah mendengar kalau karya debutnya, Teka Teki Terakhir mendapatkan respon yang sangat baik, tulisannya diibaratkan John Green versi perempuan, sarkas tapi cerdas. Saya membuktikan sendiri di buku A Untuk Amanda ini, saya menyukai baik narasi maupun dialog yang disuguhkan, bahkan penulis membuat 'dunia' sendiri dalam buku ini, sama sekali jauh dari kata membosankan. Tema buku ini terbilang berat sebenarnya, tapi penulis mengemasnya secara ringan, pembaca akan mudah menangkap apa pesan di balik kisah Amanda.

A Untuk Amanda memukau sejak lembar pertama, penulis langsung membocorkan isi buku ini, apa yang sebenarnya dialami Amanda, yaitu tentang dirinya yang mengalami depresi, kalau ingin spesifik yang diderita Amanda adalah impostor syndrome atau sindrom penipu. Amanda selalu merasa dirinya tidak sepintar orang-orang kira, dia selalu merasa bahwa orang-orang telah salah menilai dirinya, hal tersebut selalu memenuhi pikiran yang kemudian membuatnya menarik diri dari orang-orang sekitar. Membuatnya merasa tidak pantas mendapatkan nilai A.

Biasanya 'kunci' tersebut akan disuguhkan di akhir, tapi penulis membuat berbeda, membuat pembaca bertanya-tanya kenapa Amanda bisa mengalami hal tersebut? Penulis lebih fokus akan prosesnya, akan tanda-tanda awal Amanda merasa dirinya depresi sampai dengan solusi atau cara penyelesaianya. Hal tersebut tentu menjadi penting karena pembaca jauh bisa memahami apa yang dialami Amanda, selalu berpikir macam-macam, kalau dirinya hanyalah pecundang yang beruntung, dia berhasil memperdaya semua orang dengan meninggalkan kesan bawah dirinya lebih pintar dari kenyataan dan cemas kalau topeng yang dipakai akan lepas sewaktu-waktu, sampai akhirnya membuat Amanda tidak percaya diri dan mengambil langkah yang akan disesali kemudian hari.

Penulis menunjukkan realitas, banyak Amanda lain di luar sana, banyak remaja yang mengalami hal seperti Amanda, bahwa sebenarnya dirinya pandai dan mampu tapi di sisi lain merasa pencapaian tersebut didapat karena keberuntungan semata. Kadang ada yang menyadari, kadang hanya dipendam sendiri. Amanda salah satu contoh bahwa dirinya tidak baik-baik saja, ada yang salah dengan dirinya, dan yang saya sukai adalah dia mau membuka diri, memang awalnya dia menjadi orang yang sangat menjengkelkan, tapi lambat laun dia tahu kalau dirinya butuh orang lain, untuk berbagi pikiran. Tokoh lain yang menjadi favorit saya adalah Erwin, dia juga tidak sempurna, walau kehadirannya tidak sebanyak Tommy, dia sosok yang menyadarkan Amanda kalau akan ada harapan, akan ada masa yang lebih baik lagi, nggak pa-pa kok kalau saat ini kita butuh bantuan Zoloft, tidak selamanya hal tersebut buruk. Dan ibu Amanda adalah ibu impian semua orang!
Tidak ada yang bisa berhasil sepanjang waktu. Di sisi lain, tidak ada yang bisa gagal dalam segala hal. Setiap orang punya jatah kesuksesan dan kegagalan.
A Untuk Amanda adalah salah satu young adult dalam negeri yang sangat recommended, semua remaja bahkan siapa saja sangat saya sarankan membacanya. Buku ini bercerita tentang permasalahan yang sering terjadi di sekolah atau sekitar kita tapi jarang sekali terdeteksi, tentang impian, tentang makna pencapaian. Bahwa ketika mendapatkan nilai jelek atau merah bukan akhir dari segalanya, kita masih bisa bertahan hidup. Kita pernah tersandung, tapi kita bisa berdiri tegak dan meneruskan perjalanan.

4.5 sayap untuk madeofdetritus.



Langsung saja ya, bakalan ada satu buku kece A Untuk Amanda untuk satu orang pembaca setia Kubikel Romance yang beruntung, Kuis Buku hanya berlaku bagi yang berdomisili di Indonesia.
Caranya:
1. Follow blog Kubikel Romance via Google+
2. Follow akun twitter @nisaihsani dan @peri_hutan
3. Share link postingan ini di sosial media yang kalian punya, jangan lupa pakai hastag #AUntukAmanda, boleh mention saya.
4. Jawab pertanyaan ini di kolom komentar dengan menyertakan akun twitter kalian, "Pernahkah kalian mendapatkan nilai jelek di sekolah?"

Sudah itu saja, Kuis Buku berlangsung sampai tanggal 24 April 2016. Pengumuman pemenang satu atau dua hari setelah batas waktu yang ditentukan, pengumuman akan saya posting di sini juga. Postingan ini juga menutup rangakaian blog tour A Untuk Amanda, jadi ini kesempatan akhir kalian untuk mendapatkan buku kece ini secara gratis. Semoga beruntung :D

*UPDATE*

Saatnya pengumuman, terima kasih sekali buat yang sudah meluangkan waktu dan kuota untuk mengikuti Kuis Buku di Kubikel Romance, langsung saja, pemenang kali ini adalah...

@mndshl

Selamat ya, nanti akan saya hubungi untuk konfirmasi pengiriman hadiah. Uat yang belum beruntung jangan bersedih, terus coba siapa tahu nanti giliran kalian, masih banyak Kuis Buku yang akan hadir di Kubikel Romance, tetap semangat! :D

62 komentar:

  1. Nama : Siti Nuryanti
    Twitter : @NelyRyanti
    Linkshare : https://twitter.com/NelyRyanti/status/721918758793510913

    Jawaban
    Aku pernah mendapatkan nilai dibawah standar, meskipun menurutku ga buruk sih. Tetapi dari SD sampai SMA, pelajaran yang nilainya dibawah standar atau pas standar itu pelajaran Seni, nilainya selalu berkisar angka 6-6,5.
    Padahal kalau orang lain mungkin lebih mudah mendapatkan nilai bagus daripada matematika. Tetapi aku selalu mendapatkan nilai seni lebih jelek dari matematika.
    Perasaanku yang pasti galau, bahkan kalau mau pelajaran seni atau ujian praktik seni, dari rumah aku nervous duluan. Dan aku akan belajar lebih serius untuk pelajaran ini setiap akan ujian.
    Sedih deh..menyadari ga ada bakat seni sama sekali dalam dirirku ..hiks

    BalasHapus
  2. suka sama reviewnya :D suka kutipan "Aku tidak punya hak untuk depresi karena aku Gadis yang Memiliki Segalanya, dan Segalanya tidak mencakup Hak untuk Menderita Depresi."
    makasih sulis :D

    BalasHapus
  3. Aku ikutan giveaway-nya ya Suliiis.. pengin buku ini sih (kemarin2 telat mulu)~ xD

    Nama: Linda Zunialvi
    Link Share Twitter:
    https://twitter.com/lindemort/status/721932097267437568

    Nilai jelek? Pernah dong, Sulis, malah sering! *kesannya kayak bangga*
    Errr, dulu aku selalu dapet nilai bagus sih, malah sering jadi kesayangan guru. Tapi pas SMA entah karena keseringan pecicilan atau gimana aku lebih sering dapet nilai jelek daripada bagusnya. xD #ngumbaraib Tapi apasiiiih artinya nilai kece tapi bukan hasil sendiri? Mending nilai pas-pasan tapi hasil sendiri. Ya gak sih? #tsaaaah :p

    Btw thanks giveawaynya, Sulis! ^^

    BalasHapus
  4. @rinicipta

    Pernah kak, walaupun nggak sering sih. Kehidupan itu kan selalu berputar, kadang diatas kadang dibawah. Semangatnya juga pasang surut. Nilai UN SMA ku di pelajaran Kimia kurang bagus, tapi syukurnya nilai rata-rata jadi bagus karena terbantu oleh pelajaran lain.
    Nilai Untuk mata kuliah semester ini juga nggak memuaskan karena mungkin kepikiran skripsi jadi gak fokus. Duh alasannyaa :D
    Sempet ngerasa down banget, tapi ini semua proses ini harus dilewati dan dijalani dengan baik. Semakin banyak ditempa, jadi makin kuat. Harus semangat dan bangkit dari keadaan ini. Pandang segala sesuatunya dg positif aja :)

    BalasHapus
  5. Nama : Humaira
    Akun Twitter : @RaaChoco
    Link Share : https://mobile.twitter.com/RaaChoco/status/721948859123957760?p=v

    "Pernahkah kalian mendapatkan nilai jelek di sekolah?"

    Pernah, rasanya mustahil aku nilainya bagus terus dari SD sampe SMA. Tapi ada satu yang susah dilupain dan bikin kesel. Waktu itu UTS SMA kelas 3, pelajarannya matematika. Nilainya dibawah standar, standar sekolah itu 6,7, sedih banget. Belajar udah mati-matian, ga tau hasilnya menyedihkan. Biasanya ga pernah dapet nilai segitu, nilainya dibawah pelajaran yang aku belajarnya santai. Ga mikirin tempat, dapet pengumuman di sekolah, udahnya langsung nangis di kelas, mana lama lagi.

    BalasHapus
  6. Amanda S. / @mndshl / amanda.cheila(@)yahoo(.)com
    https://mobile.twitter.com/mndshl/status/721948135468052480

    Cukup bangga aku bilang, masa sekolah terutama SMA, nilai jelekku cuma aku dapat pas kelas 1. Sisanya? Mulus bagus terus. Yah, bisa dibilang, Amanda yang INI *nunjuk diri sendiri* juga sering dapat A, loh.
    Nilai jelek pas kelas 1, mungkin karena masih kaget kali ya, karena baru selesai SMP dan naik ke SMA, masih belum adaptasi.
    Walaupun kalau dipikir lagi sekarang, sebenarnya nilai jelek atau bagus itu masalah sepele, tapi untuk anak sekolah, anak remaja yang masih stuck di pertengahan; bukan anak-anak tapi juga belum dewasa, perkara itu memang bisa bikin stres dan tertekan. Harapan dari orang tua, dorongan dari guru, image yang ingin dibangun di depan teman-teman sekelas.. Sangat wajar kalau rasanya seperti ada beban berat di punggung anak SMA dan ujung-ujungnya bikin, well, depresi.
    Makanya A Untuk Amanda ini termasuk berani mengangkat tema yang sedikit nggak biasa ini. Hopefully this time, I got the chance to win it. :)

    Terima kasih atas kesempatannya, kak. *peluk*

    BalasHapus
  7. @widywenny

    Pernah.
    Ada satu pengalaman waktu kelas 2 SMA. Waktu itu aku habis sakit jadi bolos sekolah lebih dari dua minggu. Dan, hari Senin itu, ketika akhirnya aku kembali sekolah setelah sekian lama, ternyata ada ulangan Kimia.

    Kimia, men.

    Dan, jelas aku belum belajar. Dan aku nggak ngerti apa-apa. Dan, ya, begitulah, ulangan pun terjadi, dan, aku, nggak bisa jawab. Hahaha.

    Seumur hidupku, nilai dari ulangan kimia yang satu itu adalah nilai paling buruk yang kudapatkan. Ya, salahku juga sih, karena aku benar-benar nggak berusaha ngejar ketinggalan materi di sekolah. Sejak saat itu, kalau aku nggak masuk sekolah/kuliah, aku langsung kejar materinya. Minta fotoin catatan teman lah, latihan soal sendiri lah...

    Itu pengalaman yang berarti banget sih buatku pribadi.

    Btw mau tau nggak nilaiku berapa waktu itu?
    19

    dari seratus.

    ^ini aib banget. yaudah sih bodo amat wk

    BalasHapus
  8. @nAshari3

    "Pernahkah kalian mendapatkan nilai jelek di sekolah?"

    Pernah. Di setiap mata pelajaran baik dari SD sampai kuliah. Cuma kadang-kadang aja sih kak. Kalau materinya lagi susah banget. Tapi, ada satu mata pelajaran yang memang saya tidak pernah bisa menguasai, bahkan selalu mendapat nilai jelek yaitu pelajaran bahasa sunda. Aaaakkkk...
    Saya memang tinggal di daerah yang menggunakan bahasa daerah, namun sehari-hari baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan rumah, bahasa yang sering digunakan adalah bahasa Indonesia. Jadi, ya gitu, saya enggak menguasai bahasa daerah tersebut.
    Nilai yang saya dapat di raport juga paling bagus nilai 7 kak. Nilai yang bikin "jele" deretan nilai di raport saya. Padahal dapet nilai segitu juga sudah bersyukur banget. Sanking saya tidak menguasai pelajaran tersebut, saya inget kelakukan licik saya. Saat itu ada ulangan bahasa sunda, karena ulangan itu terdiri dari beberapa bab materi, saya membagi dua bab'nya dengan temen sebangku saya. Saya belajar/membaca bab 1-4, dia bab 5-8. Padahal selama ini saya anti dalam hal mencontek kak. Saat itu memang benar-benar frustasi. hahaha
    Emang dasarnya gak boleh nyontek (berbuat licik) ternyata Pak gurunya membuat dua tipe soal yang berbeda, dan soal yang saya & teman sebangku saya dapet terbalik dari yang kami pelajari. Saya dapet soal yang dibahas di bab 5-8, sedangkan teman saya itu sebaliknya. Wah langsung panik kak saat itu, jadi ilang semua deh materi yang dibaca dadakan itu. Hikss.... Kapok saya kak.

    BalasHapus
  9. @annsynd

    Pernah, malah sering! Tepatnya ketika saya masuk SMA, saya pikir ini dikarenakan saya yang terlalu menganggap kalau mendapatkan nilai besar itu mudah. Ya, saya pernah berpikir seperti itu karena ketika saat SMP saya sering mendapat peringkat kelas dan tanpa saya sadari, saya sudah bersikap sombong. Saya baru sadar kalau semua udah nggak kaya' dulu pas waktu SMP, di SMA sudah mulai banyak saingan dari alumni-alumni SMP favorit lain. Saya sudah mulai tersingkirkan, memang saya masih mendapat peringkat di kelas (tidak bermaksud sombong), tetapi nilai saya menurun (walau tidak drastis). Teman-teman sekelas saya menganggap saya pintar, tetapi sepertinya saya mulai mengalami masalah sama seperti Amada yaitu tidak percaya diri dan menganggap kalau kepintaran yang saya miliki hanya sebuah kebetulan dan hanya sebuah keberuntungan.
    Pernah suatu hari, saya mendapatkan nilai terendah di kelas, yaitu nilai pre-test kimia (salah satu pelajaran favorit saya). Hari itu, yang di pre-test-kan kebetulan materi yang tidak saya kuasai, sehingga ketika teman-teman sekelas saya mendapat nilai 30-100, hanya saya yang nilainya dibawah 10. Saya benar-benar malu sekaligus kecewa saat itu. Sialnya, guru kimia menyebutkan nilai-nilai pre-test itu, ketika nama dan nilai saya disebut, seluruh teman-teman saya menoleh sambil menatap saya tidak percaya sembari mengerutkan dahinya seolah-olah berkata "kok bisa, nis?" Dan saya pada saat itu benar-benar malu setengah mati. Kejadian itu saya jadikan pelajaran berharga yang saya dapat untuk lebih intropeksi diri ke depannya.

    BalasHapus
  10. Kalo saya perhatikan reviewnya, saya menangkap jika plotnya sangat sederhana. Anak SMA yang depresi dan berjuang sembuh. Namun saya yakin ceritanya lebih kompleks dari itu. Sayangnya saya belum sempat membaca buku ini walau pun sudah punya.

    Enggak apa-apa kan saya komen yang bukan persayaratan Giveaway? Karena saya sudah punya bukunya jadi saya tidak ikutan dulu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tentu boleh dong! Ditunggu reviewnya ya, pingin tahu kesan-kesan darimu :)

      Hapus
  11. @APradianita

    PERNAH, begini ceritanya:

    Jujur saja, ketika saya SD saya selalu mendapatkan nilai yang begitu sangat memuaskan pake banget, sampai-sampai saya dikenal oleh guru-guru dan banyak dibenci oleh teman-teman saya sendiri sampai kehidupan ketika SD dari kelas 1 sampai kelas 6 suram, tetapi tidak dengan nilai saya. Itupun karena saya selalu dituntun dan dididik olleh ibu saya semenjak ibu saya masih ada didunia, walaupun oleh ibu saya selalu dididik dengan keras seperti dipukul dan dijitak. Tetapi saya bisa menjadi orang yang pintar. Setelah saya lulus dari SD, saya langsung disekolahkan di sebuah pondok pesantren yang begitu tersohor dan terkenal mahalnya. Ketika saya disekolahkan di sana, saya langsung bengong karena melihat peraturannya dan pelajarannya yang begitu banyak dan banyak pake banget. Karena saya kurang mencakup semuanya, dan akhirnya saya tidak bisa mendapatkan nilai yang distandarkan oleh sekolah. Sampai akhirnya saya tidak betah di pondok karena pelajarannya yang begitu menyiksa ditambah peraturannya yang sangat banyak dan ketat. Walaupun saya udah berusaha semaksimal mungkin sampai saya sukses dapat apa yang saya inginkan, itupun hanya sesaat saja, seperti pintar dalam fisika, saya ketika SMP hanya suka pelajaran fisika jika kategori hitung-hitungan, matematika nomor dua dan kimia nomor tiga. Entah kenapa bisa seperti itu, ketika aku memasuki SMA ternyata sangat beda jauh nilai saya dengan nilai ketika SMP, sayapun sudah menggunakan 100 rencana tetapi semua itu tidak ada yang membuahkan hasil, entah saya akan menyiasati apalagi untuk semua ini, minimal saya dapat naiklah, tetapi masalah jurusan itulah, saya nambah galau karena jurusan, di antara IPA dan IPS, teman-teman saya kebanyakan dan mayoritas memilih jurusan IPA, sebenarnya saya juga ingin masuk jurusan IPA, tapi karena nilai tidak mendukung jurusan IPA, yaa saya pun harus memilih IPS, tidak buruk sih, sama aja baguslah, IPS lebih baik daripada tidak naik kelas. Impian saya jika saya mendapatkan jurusan IPS saya akan sangat bersyukur karena saya diberi kesempatan untuk naik ke kelas XI, tetapi jika IPA, saya akan lebih giat lagi belajar.

    Sekian dan wassalammualaikum.. ^_^

    BalasHapus
  12. @YoshikuniNhora

    "Pernahkah kalian mendapatkan nilai jelek di sekolah?"

    Pernah banget. Kebanyakan sih dapat nilai jelek di pelajaran kimia n fisika. Entah kenapa nilai di dua pelajaran itu ga pernah memuaskan, padahal matematika ga ada masalah. Tapi ya memang sih aku lebih suka pelajaran bahasa. Sempat down juga mengingat aku masuk jurusan IPA. Yah tapi untungnya semua berjalan dengan lancar-lancar saja sampai lulus.

    BalasHapus
  13. Kurnia Dwi Pertiwi
    @KDP264
    https://mobile.twitter.com/KDP264/status/722078212612698113
    pernah. Bahkan sering. Kalau mama ngambil rapot bayangan yang nilainya masih asli belum di campur itu. Pelajaran fisika selalu di bawah KKM. Itu bukan hal tabu lagi. Karena memang nggak bisa itung-hitungan. Kalau matematika sih masing mending. Kalau fisika masya allah susahnya. Tapi pernah ngerasa nyesek banget. Waktu SMP Tepatnya pelajaran bahasa indonesia lagi ulangan jawaban yang aku tulis di singkat gitu. Aku nggak tau kalau pelajaran bahasa indonesia nggak boleh di singkat2 namanya juga baru kelas 7. Kalau di SD masih di maklumin. Terus temen yang nyontek aku nilainya di atas KKM dan aku kena remedial padahal jawabannya sama. Ternyata setelah di cocokan tulisan aku di singkat2 dan sama guru itu nggak boleh. Sempet kesel sih kayanya cuman hal sepele. Sekarang sekitar 1tahun belakangan lagi belajar nulis. Baru berasa banget pentingnya EyD. Berasa banget pentingnya penggunakan tanya baca. Ternyata guru itu *lupa namanya* nggak salah. Emang akunya yang salah. Ya setidaknya pelajaran yang dulu aku sepelekan justru sekarang aku pelajarkan.

    BalasHapus
  14. Untuk kesekian kalinya ikut giveaway. Semoga aku beruntung :')Bismillah...

    Twitter: @auliasputrid
    Link Share: https://twitter.com/auliasputrid/status/722074051053629440

    Pernahkah kalian mendapatkan nilai jelek di sekolah? Pernah banget! Selama 12 tahun sekolah, saya selalu mendapat nilai jelek pada mata pelajaran matematika (ditambah fisika dan kimia pas SMA). Soalnya bagi saya mapel matematika itu jadi momok yang menakutkan, lihat angka-angkanya saja sudah pusing. Sekeras apapun saya belajar, saya tidak pernah mendapatkan nilai 8, kalaupun bisa itu bukan hasil kerja keras sendiri... Tapi saya sudah berusaha setidaknya saya bisa matrik dan bab matematika yang saya anggap mudah :') Suatu hari, sewaktu ada mata pelajaran matematika kelas 3 SMA, kebetulan wali kelas saya yang mengajar. Beliau meminta salah satu murid untuk maju mengerjakan soal di papan tulis. Ternyata soal tersebut sudah pernah dibahas. Ya sudah dengan rasa percaya diri saya maju ke depan mengerjakan soal itu. Di akhir wali kelas bertanya "Hasil akhirnya berapa jadinya?" saya jawab 9... dan bapaknya menanyakan hal yang sama. Di depan papan tulis (kata teman) muka saya sudah pucat pasi dan merana. Ternyata saya salah menganggap itu penjumlahan padahal limit... Begitu kembali ke bangku, saya menangis diam-diam karena ketakutan sudah dimarahi. Dan teman sebangku malah saya tertawa (--,) Dari situ saya makin takut dengan matematika. Rasa takut itu mengakar hingga mensugesti kalau saya tidak akan pernah bisa mengerjakan matematika. Makanya nilai saya tidak pernah memuaskan. Walau begitu saya percaya walaupun saya tidak bisa matematika, saya masih unggul di beberapa mata pelajaran. Lagipula nilai tidak menentukan kesuksesan seseorang hehehe ^^a

    BalasHapus
  15. Ini adalah cerita hidupku yang memalukan banget sebenarnya buat diceritakan, tapi tidak apa-apa, tanpa itu semua aku gak akan bisa menjadi aku yang sekarang. :D

    Pernahkah aku dapat nilai jelek di sekolah?

    Bukan pernah lagi kak tapi sering! hehe. Apalagi untuk pelajaran MTK, kayaknya sepanjang kelas 11 dulu aku selalu remedial. Padahal aku suka sekali sama pelajaran Fisika, tapi MTK ku malah selalu jeblok. Katanya kan Matematika, Fisika, sama Kimia itu adalah pelajaran yang saling berhubungan, dan ada yang bilang juga kalau orang yang jago Fisika itu nilai MTK nya juga seharusnya bagus... tapi aku... pff. Aku kacau banget pas kelas 11, kak.

    Mungkin aku yang terlalu malas pada saat itu, absensi ku juga buruk di pelajaran MTK karena aku nggak suka dengan gaya mengajar guru MTK-ku (dangkal banget ya :(( tapi percaya deh, aku punya alasan kenapa aku gak suka) dan yah, bisa ku bilang juga kelas 11 adalah tahun terberatku di sekolah maupun di rumah. Banyak sekali tekanan yang kudapat dari mana-mana. Kalau boleh buka kartu lagi, pas kelas 11 itu memang tahunnya aku jadi anak pemberontak banget :( sering bolos, murung dan gak sungguh-sungguh belajar. Entahlah yang mana sebenarnya yang menjadi faktor utama aku jadi mogok banget belajar dan dapet nilai buruk terus di pelajaran MTK (dan di beberapa pelajaran lainnya sebenarnya, tapi paling parah emang MTK) sehingga menurunkan kualitas diriku yang sesungguhnya.

    Sekarang kalau ingat masih menyesal dan malu. Tapi tidak apa-apa masa itu sudah lewat dan berlalu, aku gak bisa mengulangnya. Yang bisa kulakukan sekarang adalah berusaha terus menjadi orang yang lebih baik lagi serta bertanggung jawab sama diri sendiri dan menjalani kehidupan dengan sungguh-sungguh, apapun kondisinya aku gak boleh kalah sama keadaan dan harus bangkit!

    Terima Kasih, kak. Kok ini malah curhat ya huahaha. Semoga aku beruntung deh dikesempatan terakhir. Semangat \o/

    @S130596

    BalasHapus
  16. Nama: Rizky Tris Sella Maharani
    Twitter: @trissella
    Share link: https://twitter.com/trissella/status/722324647644008448

    Pernah dapat nilai jelek di sekolah gak?

    Uh, jelas pernah. Kelas 10 saya sempat gemas dengan materi Vektor di pelajaran Fisika. Satu kali kuis dan dua kali remidi, nilai saya tetap mengenaskan. Di remidi terakhir saya mendapat nilai lima! Namun saya tidak bersedih sama sekali. Gemas, tepatnya. Rasanya ingin tertawa. "Ini nilai apa sih? Kenapa vektor sulit sekali? Kenapa aku gak bisa dapat nilai bagus?"
    Dan karena vektor itulah, aku tidak ramah pada pelajaran Fisika sampai kelas 12. Namun aku masih tetap berusaha. Kalau aku tidak bisa mendapat nilai yang bagus, setidaknya aku harus mempertahankan nilaiku agar di atas KKM.

    Sampai di hari kelulusan SMA, aku takjub karena nilai Fisikaku di atas sembilan haha senang rasanya. Akhirnya usahaku tidak sia-sia. Pengalaman mendapatkan nilai jelek di Fisika itu juga yang kemudian membuatku mengambil keputusan: baiklah, kuliah aku akan ambil jurusan Fisika untuk mempelajarinya lebih dalam lagi.

    BalasHapus
  17. Nama: Yuki
    Follow G+ : Yuki Hikari
    Twitter: @yuki_yuchan
    Share link: https://twitter.com/yuki_yuchan/status/722332166172971008

    Jawaban :
    Pernah banget dong mbak! Keknya dapat nilai kecil itu hampir yang sekolah pasti ngerasain deh, kecuali yang jenius enggak pernah xD

    Ok, pengalaman yang paling diinget banget itu waktu zamannya kelas 4 SD. Kebetulan, dulu, dari kelas 1 aku ceritanya langganan banget dapet ranking pertama. Nah, pas kelas 4 semester 1 aku cuman dapat ranking 2 gara-gara dapat nilai kecil pas pelajaran Matematika. Marahlah si bocah yang sudah langganan dapat ranking 1 itu. Sampai gurunya pun dibenci banget. Berani-beraninya cuman ngasih ranking ke-2. Dan, otomatis yang jadi juara 1 pun nggak lepas dari cap orang yang paling dibenci banget! Berasa bikin noda di rapot gara-gara dari kelas 1-6 cuman kelas 4 semester 1 aja yang dapat ranking 2!

    Kalau inget dulu itu berasa gimana gitu, yah, namanya juga anak kecil sih ya xD
    Aku sampe nggak mau maen sama anak yang ngalahin aku itu dan kebencian itu nggak pernah sirna sampe aku kelas 6. Kami boro-boro yang namanya ngobrol, tegur sapa pun nggak pernah. Kok, bisa ya dulu aku gitu? xD
    Dan, yang jadi super ironisnya temen yang ngalahin aku itu sekarang jadi sahabat dekat aku! Ugh, nggak tahu deh gimana ceritanya bisa gitu. Sampai sekarang pun doi nggak pernah tahu waktu SD aku pernah benci banget sama dia. xD
    Mungkin doi kelewat cuek sih, ya. Ah, masa-masa super ababil! xD

    Makasi mbak Sulis sudah mengadakan GA, ini termasuk ngubuka aib bukan, ya? xD
    Yah, moga aja setelah baca cerita ini mbak sulis tertarik buat menangin aku #kedipkedip x)))

    BalasHapus
  18. "Pernahkah kalian mendapatkan nilai jelek di sekolah?"

    Nilai terjelek yg pernah aku dapat di sekolah waktu kelas satu SMP, dapat nilai merah di raport tapi lupa mata pelajaran apa karena sudah lama banget hehee... Aku sempat kaget dan nggak percaya juga. Dan yg lebih membuat aku sedih aku sudah mengecewakan orangtua karena nilai merah itu. Kejadian itu jadi pelajaran buat aku untuk berusaha lebih giat lagi belajar, memperbaiki nilai-nilai, dan yg lebih penting adalah membuat orangtuaku tidak kecewa lagi. Alhamdulillah semester berikutnya nilai-nilaiku bagus, bahkan menjadi 3 besar di kelas. Dan mulai saat itu aku terus memacu tekad dan semangat untuk menjadi lebih baik lagi dan bisa membuat orangtua bangga.

    BalasHapus
  19. Twitter : @nadiachaerani


    "Pernahkah kalian mendapat nilai jelek di sekolah?"

    Wahh.. Disini ada doi gak ya? *lirikkirikanan* Aman!! *plakk*
    Abaikan iklan diatas ^

    Pernahkah aku mendapat nilai jelek disekolah? Hmm...kayaknya setiap pelajar pernah deh, khususnya aku. Tepatnya pas SMA kelas 1 aku sering banget dapet nilai jelek, apalagi di pelajaran bahasa. Mau bahasa inggris, jerman, sunda suka dapet nilai lebih kecil dari pelajaran lain. Aku kurang banget sama pelajaran bahasa secara materi, apalagi bahasa inggris & jerman yg suka bikin "Pusing pala barbie(?)". Aku lemah banget di 2 pelajaran itu. Dimarahin gak sama orang tua kalau dapet nilai jelek? Untungnya aku gak pernah lapor hasik ulangan aku atau belajar aku, palingan setornya pas udah dalam bentuk rapot. Kerennya nilai itu 'lumayan' bagus hihi.
    Btw,Kalau suruh pilih antara ngerjain Matematika 15 Soal sama Inggris/jerman 5 Soal cerita (harus translate) mending ngerjain Matematika. Serius. -_-


    Semoga aku beruntung^^ Terimakasihh

    BalasHapus
  20. Dapat nilai jelek pas sekolah? Siapa sih yang nggak pernah. Kecuali mereka yang IQ nya superior pasti jarang, malah sama sekali tak punya catatan nilai jelek waktu sekolah.
    Kalo aku sendiri sih pernah ngalaminnya, nggak cuma sekali, dua kali dapat nilai jelek, tapi sering. Namun gak sering banget, bisa di marahi habis-habisan sama ibu.
    Ceritanya itu terjadi saat ulangan, entah itu Ulangan Tengah Semester atau UAS,Eh, pas banget kedapatan soal-soal yang sulitnya minta ampun. Apalagi pelajaran eksakta, beuh! hitungannya banyak. Kadang aku jawabnya pakai imajinasi. Pakai ilmu penafsiran. Gimana gak dapat nilai jelek kalo caranya begini?! hehe..

    Tapi aku sih gak malu kok. Karena yang dapat nilai jelek tak hanya aku doang. Hampir sebagian dari teman sekelas juga dapat nilai jelek.
    Yah kalo ketahuan dih ya dimarahi sama ibuku..
    'kok bisa dapat nilai segini?! gak belajar ya, main hape aja sih kakak!!'

    lalu ku jawab saja 'ah ibu, soalny ini sulit banget. temenku aja banyak yang lebih jelek dari punyaku...'
    Logis banget kan alasannya, hehe..

    BalasHapus
  21. Akun Twitternya ketinggalan, gara-gara terlalu bersemangat jawabnya..hehe...

    @widy4_w

    BalasHapus
  22. Akun twitter: @Anggitarav

    Dapet nilai jelek? Wajar banget.

    Kalo menurut orang lain dapet nilai jelek itu, dibawah KKM. Apalah aku yang pernah dikasih oleh-oleh donat tinta merah dari guru hahaha... Bukan jelek lagi. Nilai ngga layak.
    Jadi waktu sd kelas satu, aku pernah dapat nilai "0" tanpa embel apapun didepannya. Cuman satu angka yang kalo keinget ngerasa bego banget dulu. Apalagi aku dapet nilai itu di pelajaran matematika karena terbalik antara pertambahan dan pengurangan.

    Karena setiap pulang buku selalu diperiksa, aku masih inget banget takutan dimarahin. Tapi pas sampe rumah bukannya kena marah malah diketawain :')) yaallah, sedih dd.
    Tapi aku mikir, nggamau lagi diketawain kakakku karena "lebih bodoh dari dia-_-" jadilah aku mulai selalu penasaran sama angka dan rumus metik kok bisa dapet gitu, dan alhamdulillah-nya nilai UN metik pertama kali dapat 95...

    Ini semua berkat kenang-kenangan donat tinta merah dan punya kakak rese, kalo ngga gitu aku mungkin bakal benci metik sampe sekarang :'D

    BalasHapus
  23. pernahlah kak, dan kalau diingat-ingat lagi nilai jelek itu lumayan sering aku dapat saat SMA dulu (padahal saat SD dan SMP aku selalu jadi kebanggaan guru-guruku karena nilaiku yang selalu bagus, dan sempat menjadi juara pertama saat lulus), karena saat itu aku justru kebanyakan main sama temen-temenku.

    sebenarnya antara menyesal dan tidak sih... menyesal karena udah bikin orang tua kecewa sama hasil nilaiku yang lebih banyak jeleknya, serta kenapa dulu nggak lebih giat belajarnya sehingga bisa bikin orang tua bangga saat kelulusan.

    dan tidak menyesalnya, walaupun nilai-nilaiku jelek, tapi aku berhasil menemukan sahabat-sahabat setia yang sangat berharga dan berarti karena telah menerima segala kekuranganku (sahabat-sahabat yang tidak aku temukan saat SD dan SMP dulu, yang hanya berteman karena butuh nyontek aja).

    @dabelyuphi

    BalasHapus
  24. @lutfixx

    aku suka review-nya XD ternyata berbeda dari yang kukira, A untuk Amanda.

    Pertanyaan macam apa ini. Kalau tanya ke amanda mungkin jawabannya gak pernah. Tapi kalau tanya ke aku, nilai jelek itu gimana? B itu jelek gak? gak jelek amat sih, tapi kalau dua tahun dapat nilai B konstan terus, jelek gak? lol XD kadang itu sistem penilaian yang gak adil bikin frustasi XD pernah banget dapat nilai jelek. Matematika, dan nilai jeleknya bertahan selama 3 tahun. Untuk itulah aku menakdirkan diri, matematika itu hal yang bukan untukku. Dan carilah hal lain yang memang cocok denganku. Berusaha sebaiknya saja ^^

    BalasHapus
  25. Pernah, meskipun hanya satu atau dua kali.

    - @diki_twips

    BalasHapus
  26. Beberapa kali, Kak. Namun, yang paling saya ingat sampai sekarang ketika saya mengerjakan ulangan Kimia. Ya apun, satu butir soal pun, tidak ada yang saya jawab. Untung gurunya baik. Meskipun nilai saya jeblok dan yang paling rendah, tapi beliau tidak mengikutsertakan saya ketika remedial diadakan. :)

    link shared: https://twitter.com/Anaphalisia/status/722630468214984705

    BalasHapus
  27. @nvandryn

    Pastinya pernah. Dan ini nih yg ga pernah lupaa. Waktu SD kelas 2 mata pelajaran Matematika. Gurunya ngebagiin hasil nilai di depan kelas sambil duduk di kursi deket pintu (masih inget bgt ini) nah waktu giliranku aku dipanggil dan nilaiku jelek banget, terus gurunya bilang "Kenapa nilainya kecil?" dan itu keadaan kelas lagi hening otomatis temen2 pada denger, disitu pengen banget nangis perasaan campur aduk, malu juga.

    Dari semua murid kelas 2A aku yg paling jelek. Itu yang pertama dan terakhir kalinya nilaiku paling jelek dr semua tmn2, ga mau lagi-lagi.
    Dari situ aku ga mau dapet nilai jelek lagi dan coba buat belajar yang bener.

    Nah trus ini waktu tengah semester awal, IP ku kecil, malu bgt sama temen satu kamar dan disitu pengen nangis. Aku kesel dan marah juga sih karena temen aku bilang "kamu sering baca kenapa hasilnya segitu?" aduhh sakit bgt ya hahaha. Dari disitu, ga peduli temen mau bilang apa, waktu uas aku tetep belajar dan berusaha terus liat kekurangan aku saat belajar gimana dan alhamdulillah IP ku naik, seneng banget bisa ngejar temenku yg waktu uts IP nya lebih besar.

    Dan ya, dapet nilai jelek itu ga enak, sedih, malu. Malu sama diri sendiri, malu sama temen, malu juga sama orang tua yang pasti akan kecewa. Kalo dapet nilai jelek tapi ga mau merubahnya, wah berarti gaada kemauan buat maju jadi lebih baik agar ga terulang :3

    BalasHapus
  28. Nama: Vinia Dayanti
    Akun Twitter: @viniapurba
    Link share: https://twitter.com/viniapurba/status/722859024627015681
    Jawaban: ya, aku pernah dapat nilai jelek di sekolah. Pas ujian semester sejarah nilai yang aku dapet jeblok banget alasannya karena emang ga serius belajar, terus saat ulangan matematika kelas 9 dan kelas 11, nilai ulangan aku selalu jelek, aku ngerasa guru matematika ku membuat soal yang bermain-main dengan pemahaman konsep sementara aku ga paham konsepnya, ya udah deh dapet nilai jelek jadinya.hehe. Saat kuliah pun aku pernah dapet nilai jelek, alasannya sama karena ga paham konsep..
    Semoga keberuntungan aku di GA ini ga jelek ya. Amin ^^

    Thx kak Sulis udah adain GA ini, sukses trus kak ngeblognya...

    BalasHapus
  29. Pernahkah kalian mendapat nilai jelek di sekolah?

    pernah. tepatnya kelas 2 SMA waktu ulangan Matematika. sungguh tragis, waktu itu aku dapet 0,3. iyak, gak salah baca. sungguhan 0,3 *nangis* aku gak ngerti gimana perhitungannya. tapi kata guruku sih karena aku nulis rumus dan sebangsanya, makanya aku dikasih nilai segitu. well, waktu itu emang ulangannya mendadak, jadi nyaris semua temenku dapet jelek. bisa dibilang angka 0 - 3 bertebaran cantik di lembar jawaban temen2ku xDD

    jujur aja, waktu itu aku syok banget dapet nilai segitu. aku emang bukan tipe yang pinter. tapi, gak pernah lah sampai dapet 0,3. kesannya kok gak niat banget sekolah. karena gak mau mengulang hal yang sama, akhirnya belajar deh. meski yah nilainya gak selalu memuaskan. Matematika (dan semua pelajaran eksak) emang bukan bidangku sih :')

    @dust_pain

    BalasHapus
  30. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  31. Pernah, bukan nilai jeleknya yg selalu teringat tetapi reaksi dari papah aku yg sampai saat ini yang masih menempel. Saat itu aku masih SD entah kelas berapa nilai raport pelajaran matematikaku berwarna merah dan saat itu bapakku sangat marah sampai tidak mau mentandatangani raportku saat itu. Semenjak saat itu aku selalu berusaha agar mendapat nilai yg lebih baik.

    BalasHapus
  32. @Rinitavyy

    Pernahkah kalian mendapatkan nilai
    jelek di sekolah?
    Jawababku: Pernah.

    Aku pernah dapat nilai jelek waktu sekolah. entah dari masa SD,SMP,sampai SMA pun pernah. Namanya juga manusia, gak selalu bisa jawab bener semua di soal ulangannya. malah kadang pernah lupa sama hafalan rumus atau tulisan yang dipelajari sebelumnya.

    BalasHapus
  33. Masuk SMA sering banget dapet nilai jelek >,<
    @ipinkaramel

    BalasHapus
  34. "Pernahkah kalian mendapatkan nilai jelek di sekolah?"

    Pernah.
    Dari SD, SMP, SMA, hingga kuliah, nilai jelek yang paling aku ingat adalah saat kelas 3 SD. Aku mendapatkan nilai 5 di rapot untuk mata pelajaran Muatan Lokal. Matpel Muatan Lokal hampir mirip dengan matpel Kesenian. Bukan maksud memandang sebelah mata terhadap salah satu matpel, tapi sesuatu sekali nilai merahku ada pada matpeln Muatan Lokal, yang menurut orang-orang itu adalah mata pelajaran yang tergolong sangat mudah dan biasanya matpel itulah penyelamat nilai-nilai di rapot. Sepele sekali, sungguh. Aku mendapat nilai 5 di rapot hanya karena tidak mengumpulkan sapu lidi pada saat masa-masa sesudah ujian. Jadi ceritanya, wali kelasku menyuruh kami untuk membuat sapu lidi dan kemudian dikumpulkan sebagai nilai dari matpel Muatan Lokal ini. Aku, yang masih anak-anak itu, ngotot ingin membuatnya sendiri menggunakan lidi dari pohon kelapa disaat mamaku merekomendasikan untuk membeli sapu lidi yang sudah jadi saja di pasar, toh sama saja, yang penting mengumpulkan sapu lidi. Setengah merajuk karena tidak diberikan daun pohon kelapa, aku tetap ikut mama ku ke pasar untuk membeli sapu lidi yang sudah jadi tadi, sesuai rekomendasi mamaku. Tapi, karena takut ketahuan guru sapu lidi itu adalah hasil pasar, bukan hasil buatan tanganku, aku memilih untuk tidak mengumpulkan apapun daripada harus mengumpulkan sapu lidi made in pasar. Alhasil, nilai rapotku pada matpel itu adalah 5 alias merah hanya karena tidak mengumpulkan sapu lidi, dan sapu lidi yang sudah dibeli tadi akhirnya jadi koleksi pribadi di rumah :D

    BalasHapus
  35. @jacilpo

    Tentu saya pernah mendapat nilai jelek di sekolah, walaupun sebenarnya tidak ingin. Iyadong, siapa sih yang ingin dapat nilai jelek? Tapi ya harus kusadari jika, sebagai manusia, kemalasan itu pasti ada 😆 Ya karena kemalasan itu tiba disaat yang tidak tepat, yang dimana biasanya datang ketika hari menjelang ujian, maka itulah saya mendapatkan nilai jelek. Bahkan, ketika kuliah ini, dimana dosen-dosen sering banget ngasih "surprise" , dimana aku nya sendiri tidak pernah mempersiapkan diri untuk "surprise" yang bisa datang kapan pun (karena kayaknya kebiasaan metode SKS -Sistem Kebut Semalam- kalo ujian sih) makanya nilai jelek pun pasti hadir, dan aku pun pernah mendapatkannya. Terutama pada mata kuliah yg kurang aku pahami.

    BalasHapus
  36. Pernah. Nilai ulanganku jelek. Remidi pun tidak jarang. Tapi bersyukur, bisa dibantu sama tugas dan keaktifan di kelas. Jadi sejauh ini, raport memuaskan. Alhamdulillah :)

    @falfanyfitri

    BalasHapus
  37. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  38. @btgmr

    Pernah lah pastinya.
    Tapi saya nggak begitu persis mengingatnya di pelajaran apa dan dapat nilai berapa. Saat dapat nilai jelek tentunya saya sangat sedih. Saking sedihnya, saya nggak mau terus-terusan larut dan mengingat perkara buruk itu lagi. Mungkin sebab itulah saya udah nggak mengingatnya dengan jelas sekarang. Karena saat itu saya mikirnya harus segera move on, langsung mengoreksi kekurangan saya dan belajar lebih rajin lagi untuk pelajaran di BAB selanjutnya.

    BalasHapus
  39. @noeranggadila

    "Pernahkah kalian mendapatkan nilai jelek di sekolah?"

    Pernah, puncaknya adalah saat masuk SMA. Nilai jelek yang jarang aku dapat pas SD dan SMP, di SMA malah bejibun >< Aku akui prestasi belajarku semakin menurun, dan gak stabil. Dan sampai sekarang aku udah kelas XI masih aja sering ketemu sama yang namanya remedial :( padahal beberapa bulan lagi bakalan naik kelas XII dan persiapan buat cari PTN. Di situ aku sering merasa galau karena nilaiku ini. Kalau dipikir-pikir, PTN yang aku pilih itu pasti mencari calon mahasiswa yang nilainya di bagus-bagus, tapi nilaiku? Setiap kali aku nyerah, setiap kali itu pula aku ingat tekadku untuk bisa masuk PTN favorit, jadi ya sampai sekarang aku terus berusaha untuk memperbaiki nilaiku menjadi lebih baik dan tambah baik, meskipun mungkin secara perlahan, tapi aku berusaha sekuat tenaga untuk kasih ibu dan bapak yang terbaik, lulus dengan nilai memuaskan dan masuk PT favorit, inshaallah, amin.

    BalasHapus
  40. @Jkhoyul

    Pernah, waktu SMP. Ulangan geografi dapat nilai 35. Padahal boleh cari jawaban langsung si buku cetak, tapi memang waktu itu aku sedang tidak jodoh dengan mata pelajaran geografi.

    BalasHapus
  41. @biblionervosa

    Nilai jelek... hm, pernah, 2 kali. Yang terburuk sepanjang ingatan saya. Pertama, waktu SD. Saya belum pernah dapet nilai jelek sebelumnya. Parahnya, saya dapet nilai jelek bukan karena nggak bisa ngerjain hitung-hitungan matematika itu. Tapi karena saya lalai sama instruksi tugasnya. Gurunya pengin jawaban tiap soal harus dalam bentuk desimal dengan tiga angka di belakang koma. Tapi saya cuma ngisi dua angka di belakang koma. Padahal saya bisa ngitung lebih cepat dari siapa pun. Saya yakin. Pulang sekolah, saya nangis sampe sembab parah, dan nggak mau makan. Tapi jangan sedih, saya tetap juara kelas, kok ^_^
    Kedua, waktu SMP. Ulangan semester 1 di kelas 3. Pelajaran fisika! (Nggak tahu apa ini takdir atau bagaimana, tapi guru fisika kok selalu galak, ya?). Saya ngeblank karena sedang sakit. Saya nggak inget rumus apa pun. Musibah banget lah pokoknya. Saya dapet nilai nol. Gurunya melototin saya seolah-olah beliau cheetah dan saya rusa gemuk. Sampai-sampai ketua kelas saya (yang, ehm, ceritanya waktu itu lagi perhatian sama saya), nemuin Guru Fisika yang super galak itu dan memohon-mohon biar nilainya yang sempurna itu dibagi dua sama saya. Ah, betapa manisnya dia (kalau diingat-ingat lagi) #SalahFokusParah
    Tapi untungnya, saya berhasil di remedial. Nilai akhirku 85, yang udah sangat lumayan untuk ukuran siswi remedi (yang memang nggak bisa dapat 100). Dan untuk sang Ketua Kelas Manis, dia berhasil mendapatkan perhatian balik dari saya, meski hanya beberapa minggu (sebelum kami, para siswa kelas unggulan, fokus total sama UNAS) :D

    BalasHapus
  42. @Dessy_Mination
    Pasti.
    Waktu SMA kelas 2, pelajaran matematika yang memang gak aku sukai dari SD. Tapi gak terlalu sedih, karena satu kelas remidi semua he he he...
    bukan cuma sekali itu aja dapat nilai jelek, tapi Alhamdulillah gak pernah terlalu jauh di bawah nilai ketuntasan minimal. Ya walaupun itu justru makin nyebelin sih, karena cuma beberapa poin lagi untuk bisa mencapai nilai ketuntasan minimal. Pastinya semua siswa pengen dapat nilai bagus dong?? Dan jauh di atas nilai minimal. Buat aku nilai itu adalah tolok ukur sejauh mana kita paham sama materi.
    But..... the most dissapointed Bukan nilai jeleknya, tapi kalau pas ulangan ada teman yang nanya jawaban, terus atas nama pertemanan kita kasih, ehhh... nilainya dia lebih tinggi. Jadi nyesel deh, udah bantuin dia.
    Akhirnya jadi tega deh sama temen... kan sebel kalau kita udah belajar, dia tinggal nyontek... dia yang dapat nilai lebih tinggi...
    Kalau waktu kuliah sekarang ini juga pernah... IPK semester 3 turun lumayan banyak dibanding semester 2. Sedih bangettttt, tapi ini juga pembelajaran buat aku. Karena dari semester 1 dengan cara belajar ku yang sama, aku dapat IPK yang cukup memuaskan. Nah, ternyata dengan cara belajar ku itu, aku gak bisa mempertahankan nilai IPK ku. Ini jadi introspeksi dan motivasi untuk belajar lebih baik. Kalau dengan cara belajar yang tidak terlalu baik aku bisa mendapat nilai yang cukup memuaskan, tentunya dengan belajar lebih serius aku bisa mendapatkan nilai yang lebih baik lagi.

    BalasHapus
  43. Nama: Annisa Hanako NC
    Twitter: @AnnisaHanako
    Link share: https://twitter.com/AnnisaHanako/status/723488727712980992
    Jawaban:

    Pernah mendapat nilai jelek? Tentu saja pernah. Tapi alhamdulillah nggak sering-sering amat sih :D

    Jadi, waktu itu ada ulangan MTK mendadak. Dan satu kelas pun langsung heboh sendiri, termasuk aku. Kalau yang anak yang pintar-pintar mah, cuma bilang 'ooo' aja, kayak nggak ada beban gitu :v

    Jadi, pas tau ada ulangan mendadak, aku langsung ngebut belajar, ngehafalin rumus, dan segala hal yang mengenai materi pembelajaran. Dan, bisa kakak bayangkan, ujian ini mengambil materi 3 BAB. Aku ulangi lagi, 3 BAB!! Gurunya emang tega banget yah? :')

    Sebelum ulangan berlangsung, mulutku udah komat-kamit mengucapkan doa, supaya ulanganku mendapat nilai bagus, minimal nggak merahlah. Dan ... BAM!!

    Doaku nggak terkabul. Aku malah mendapat nilai 70 di ulangan itu. Kecewa? Sudah pasti. Tapi ya, mau bagaimana lagi. Nasi udah menjadi bubur. Namun, aku cukup bangga dengan hasilku ini. Setidaknya, nilai ini aku dapatkan bukan dari contekan, melainkan jerih payahku untuk ngebut belajar di pagi hari :D

    =Curhat Moment END=

    Terimakasih kak Sulis dan kak Annisa yang udah mau mengadakan GA ini ^^
    Semoga buku ini berjodoh denganku yakk xixixi :D
    Sukses selalu buat kaliaann :D

    BalasHapus
  44. Mbak Sulis, ikutan ya.. Selalu tertarik dengan novel yg berhubungan dengan psikologi atau apalah namanya. Pokoknya yg semacam ini :D

    Pasti pernah mendapat nilai jelek, baik waktu sekolah dulu maupun waktu kuliah. Tapi waktu sekolah dulu nilai jelek itu jarang dan hanya di pelajaran tertentu. Untuk pelajaran favoritku pernah dapat nilai jelek tapi ya sekelas juga nilainya jelek. Nah waktu kuliah aku ambil jurusan yg sesuai dengan pelajaran favoritku. Nah entah kenapa hampir semua nilai untuk pelajaran ini jelek semua atau tidak memuaskan. Sering banget berpikir, mungkin di SMA kemaren cuma kebetulan paham dgn pelajaran itu jadi nilainya bagus. Nah pas kuliah blas ga mudeng. Sering mikir salah jurusan, tapi kalo pas ngajar pelajaran itu ya masih suka. Berasa kayak Amanda, mungkin nilai2 bagus yg diperoleh itu hanya kebetulan dan terkadang itu lumayan bikin stres :D -_-

    Link share: https://mobile.twitter.com/dyahmuawiiyah/status/723686696223563776
    Twitter: @dyahmuawiiyah

    BalasHapus
  45. Usia 5 tahun di kelas 1 SD dulu sebenarnya aku sudah one or two step(s) ahead dari teman sekelasku karena mereka pada nggak nyicipin bangku TK. Ketika aku sudah bisa menghafal puisi dari text book sepanjang 4-5 paragraf, while the other friends were still stuck on “be ubu bu, ka uku ku, buku” and “ini ibu budi” things. Tapi, salah satu tugas sekolahku malah pernah dapat nilai 0 (nol) satu kali. Kalau nggak salah itu pelajaran matematika deh. Ada yang salah hitung dan kelupaan nulis jawabannya. Hasilnya aku harus puas berada di ranking 2 di catur wulan pertama. Kalau bukan gara-gara nilai gelinding itu, aku bisa nyabet juara 1 di kelas. :(((

    Bagi rapot semester 1 di kelas 7, nilai biologiku hanya 5,0! Ampun dijeeee, kejamnyeee! Kemudian di kelas 9 juga pernah dapat nilai gelinding. Ulangan matematika (lagi). Dapat hukuman dong. Disuruh tawaf alias lari 7 putaran lapangan basket di tengah siang bolong dan terik matahari sangat menyengat. Malu dilihatin oleh guru-guru dan murid di kelas lain. :(((

    SMA? Haha jangan ditanya. Langganan dapat nilai 10, 20, 30, 40, 50 di pelajaran fisika. Don't know why, fisika itu kayak momok banget semasa SMA. Nggak cuma buat aku lho. Hampir seluruh murid IPA merasa demikian. Padahal pas SMP asyik-asyik aja tuh. Heran.

    Tapi nggak apa-apa lah. Yang penting tetap optimis dan coba lagi di tugas/ulangan selanjutnya untuk bisa cetak skor gede. Kalau orang lain mencibir:

    "Nilai mapel IPA lo segini doang? Jadi ngapain lo masuk jurusan IPA?"

    Ah, biarin aja, karena prinsipku adalah:

    "Mending jadi buntang di IPA yang kusukai daripada jadi bintang di IPS yang nggak sesuai keinginan hati."

    @murniaya

    BalasHapus
  46. @fetreisciafrida

    Dapet nilai jelek pasti pernah. Dari jaman SD bahkan ampai sekarang pas kuliah sekarang. Perasaannya takut, sedih, kecewa. Karena kadang ada hasil yang aku yakin setidaknya bisa menyentuh angka 7 malah berakhir di angka 5. Kalau bagi aku itu nilai jelek adalah angka di bawah 68 atau huruf B. Aku pas kuliah lumayan sering si dapet nilai jelek, sampai sekarang semester 4 ini kalau bagi hasil uts pasti ada aja nilai jeleknya. Yang paling bikin down itu waktu semester 1, awal pertama uts sebagai mahasiswa di matkul aplikom malah harus menerima angka 50. Deg-degan, bingung, takut.

    Tapi Puji Tuhan sejauh sampai saat ini aku belajar dari nilai buruk itu, yang buruk ga semuanya harus disesali. Tapi bisa digunakan sebagai cambuk. Aku menggunakan prinsip itu. Kalau dapat nilai jelek aku lansung mulai atur strategi biar target minimal nilai akhir tercapai. Dan Puji Tuhan nya lagi aku berhasil meleeati semua nilai jelek itu dan mencapai target minimalku.

    Dan pssssttt, saat ini aku juga baru bagi hasil uts. Dan ternyata ada lagi nilai jeleknya :( dan ga jauh2 dari pelajaran komputer juga. Harus cepat2 atur strategi lagi buat kumpulin nilai untuk mencapai target!

    BalasHapus
  47. "Pernahkah kalian mendapatkan nilai jelek di sekolah?"
    Wah, ini sama kaya 'Pernakah kalian berbohong?' :D (Ampun kak)

    Pernah, sering malah.

    Yang tercatat dalam rapot pun ada. Untung ga di tulis pake pena merah sama gurunya (bukan masanya).

    Bahkan, dapet nilai terkecil (terjelek) di antara 10 kelas, padahal itu adalah mapel favorit & guru yang ngajarpun favorit aku :( , juga pernah (Daftar nilainya di pajang di mading, dan dilihat seantero sekolah -_- )

    Liat nilai jelek di deretan nilai bagus juga keren kok, jadi lebih bervariasi dan penuh warna :D *PLAKKK!


    @Jju_naa

    BalasHapus
  48. twitter: @amifamia

    jawaban:
    mendapatkan nilai jelek?
    kalo nilai ulangan atau UAS sering banget dapet nilai jelek, tapi kalo nilai sehari-hari dan raport Alhamdulillah gak pernah dapet nilai jelek, kecuali waktu SD. :D

    BalasHapus
  49. @ZenithLova7

    pastinya pernah,mungkin bisa dibilang sering. Dan aku menyikapinya ya biasa aja tapi bukan berarti gak peduli juga, justru kalau nilai jelek yaa waktunya untuk intropeksi "kenapa nilainya bisa jelek?" Pastinya itu juga berasal dari kita sendirikan. Lagian dapet nilai jelek itu gak buruk kok, yg buruk itu dapet nilai bagus dengan cara yg gak bener alias menghalalkan segala cara dan itu pasti sering terjadi disekitar kita. Karena kebanyakan orang indonesia lebih menghargai orang yg nilai/derajatnya baik.dari pada orang yg jujur. Tapi bukan berarti juga orang2 yg nilai/derajatnya baik itu tidak jujur (gak semua orang kaya gitu)

    wish me luck^_^

    BalasHapus
  50. Akun twitter: asepnanang59

    Tentu pernah dong,,, hehehe malah bangga (dijitak bapa). Saya pikir semua orang yang pernah bersekolah tidak luput dari yang namanya nilai jelek. Kejelekan dari nilai pelajaran memang tidak ada hubungannya dengan kejelekan wajah, tapi ada hubungannya dengan kejelekan pola belajar. Masa SMA adalah masa dimana saya seringkali mendapat nilai jelek terutama di matapelajaran Bahasa Inggris dan Kimia. Dan itu biasa saja bagi saya, setelah belajar pada teman-teman yang mahir, nilai saya pun bisa diselamatkan.

    Terimakasih giveawaynya... sukses selalu

    BalasHapus
  51. @tiarizee

    Pernah, bahkan sering di beberapa mata pelajaran menghitung seperti matematika, fisika, dan kimia. Sungguh, masuk ke jurusan ipa di SMA ini adalah keinginanku dari dulu. Karena aku suka memecahkan soal-soal menghitung seperti itu, tapi apa boleh buat, dari dulu hingga sekarang aku tidak pernah benar-benar bisa pandai dalam bidang pelajaran ini. Aneh, bukan? Ya maklum, kemampuanku memang tidak seberapa.
    Bahkan saat smp, aku pernah merasa benar-benar gagal. Dulu aku suka sekali pelajaran fisika, bahkan mengidolakan guru fisika yang mengajarku. Tapi aku terabaikan, karena aku tidak terlalu pintar. Sering mendapat nilai jelek di kelasnya. Mengacungkan tangan untuk mengerjakan soal selalu diacuhkan, sekalipun jawabanku benar dan sama dengan yang lain, dia tidak akan percaya. Lebih memilih untuk melihat hasil jawaban anak-anak pintar. Sekalinya ditunjuk untuk menjawab soal, aku tak bisa. Saat bertanya hal yang tidak dimengerti aku serasa diremehkan olehnya lewat tatapannya yang agak sedikit mengintimidasi. Ya, memang dia tipikal guru yang pilih-pilih.
    Saat itu aku serba salah dan sempat stres sendiri. Pada saat itu aku dihadapkan dua pilihan; menyerah untuk membuat guruku tersebut menyadari kehadiranku atau terus lanjut untuk mematahkan anggapannya bahwa aku anak yang bodoh. Akhirnya, aku memilih opsi yang kedua.
    Langkah besar yang kuambil pertama kali adalah ikut bimbel yang dia adakan. Masih, aku masih diremehkan. Pada saat itu pula aku merasa paling bodoh di kelas bimbel karena ritme belajar mereka yang serba cepat. Bahkan aku pernah jadi pusat perhatian saat tidak bisa menjawab soal bagi-bagian yang guru fisikaku itu berikan. Setelah pulang dari tempat les pada hari itu, aku menangis. Sungguh, berat sekali rasanya memahami soal-soal luar biasa itu dan beberapa bulan lagi akan UN. Tekanan besar. Namun hal itu pula yang mendongkrakku untuk bangkit.
    Tidak ada lagi nonton tv, main hp dibatasi. Tidak ada lagi nonton drama, yang ada nonton cara cepat mengerjakan soal di youtube. Nggak ada lagi rasa malu untuk bertanya, sampai-sampai temanku kewalahan menghadapi pertanyaanku, khususnya di bidang pelajaran menghitung. Semua aku lakukan dan membuahkan hasil.
    Hari itu, salah satu hari paling mengharukan dalam hidupku. Saat itu hanya ada 5 orang yang ikut bimbel, termasuk aku. Pada saat mengerjakan soal, aku sudah selesai duluan dan memberikan jawabanku ke guruku itu. Namun dia hanya melihat hasil kerjaku tanpa berkomentar. Dan saat teman lain 'nyeletuk' jumlah angka hasil kerjanya yang mana sama denganku, guruku tersenyum. Lalu berkata, "Nah gitu, Muthia. Kalau banyak latihan ngerjain soal pasti bisa." Hanya itu yang ia ucapkan namun dengan senyum tulusnya itu sukses membuatku menangis saat mengingatnya lagi di rumah. Aku berhasil dan aku akhirnya dianggap.

    Dari sejak saat itu hingga sekarang, walau masih kesulitan memahami soal-soal rumit fisika, matematika, dan kimia, walau masih mendapat nilai jelek di bidang pelajaran yang aku sukai namun tidak aku kuasai sepenuhnya, aku selalu bersyukur. Aku takut untuk mengeluh jika mengingat apa yang sudah kulalui hingga bisa sampai ke titik ini. Dulu, tanpa nilai jelek yang aku dapatkan, aku tidak akan pernah bangkit hingga bisa masuk SMA favorit di kotaku. Dulu, tanpa nilai jelek, aku masih enggan menghabiskan waktuku dengan belajar pagi-siang-malam dan pasti masih dianggap murid paling malas hanya karena mendapatkan nilai jelek di mata pelajaran tertentu sekalipun sudah berusaha sekuat tenaga. Dulu, tanpa nilai jelek, aku masih menjadi murid yang mudah menyerah setelah mendengar apa yang orang katakan mengenaiku tanpa menyaringnya sebagai motivasi.
    Aku berterimakasih kepada diriku yang dulu yang mendapatkan nilai jelek, tetapi masih berani untuk bangkit. Sungguh, aku selalu memeluk diriku sendiri setiap mengingat saat-saat itu, tak terkecuali sekarang.

    Mendapat nilai jelek itu bukan kesalahan. Tinggal bagaimana kita menyikapinya saja.
    Karena pada suatu titik kita semua akan ingin menyerah. Namun jangan.

    BalasHapus
  52. @Agatha_AVM

    Pernah banget dan sampai bikin aku gagal di ujian praktek olah raga. Dari SD aku emang benci banget sama olah raga apalagi roll depan dan belakang. Nggak pernah bisa sampai sekarang pun apalagi lompat tinggi, pasti udah takut duluan nabrak bambunya deh. Hanya gara-gara nilai mata pelajaran olah raga, hampir aja aku nggak naik kelas waktu SD. hehheeeee Emang takut bener deh sama mata pelajaran satu itu :)

    BalasHapus
  53. @jeruknipisanget
    Link: https://twitter.com/JeruknipisAnget/status/724158523249057793

    Pernah, untuk pelajaran Matematika pasti ada nilaiku yang jelek. Biasanya aku dapat nilai jelek itu kalau ulangan. Padahal setiap kali latihan rasanya aku bisa mengerjakan. Herannya, saat dikasih soal ulangan malah bingun cara mengerjakannya. Kadang latihan tidak berbanding lurus saat ulangan. *ProblematikanAnakSekolahan

    Biasanya kalau gurunya baik masih dikasih kesempatan untuk remedial. Herannya, tiap kali ada remedial mulai deh murid-murid jadi alim. Cari teman yang pintar untuk belajar bareng, nanya gimana cara ngerjain soal yang sulit. :D haha.

    Tapi mendapat nilai jelek bukanlah akhir dunia lho kak sulis. Kita diberi kesempatan untuk memahami letak kesalahan kita sebelumnya. Diberi kesempatan kedua untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Lalu memperbaikinya agar tidak terulang lagi untuk kedua kalinya di masa yang akan datang. Intinya belajar untuk mengenali diri sendiri dan memperbaiki diri agar lebih baik lagi dari sebelumnya :)

    Yes, aku ikutan ini karena ingin banget baca buku ini. Sudah masuk wishlist sejak lama. Semoga jadi rezekiku kali ini menang di blognya kak sulis. Thank you :)

    BalasHapus
  54. Pernah kak... Saya pernah dapat nilai jelek untuk pelajaran kesenian dan juga bahasa arab... haha. Waktu dapat nilai jelek banget kayak gitu saya sih agak terkejut kak tapi berhubung memang saya agak kurang di bahasa arab, yah, saya cuma bisa pasrah waktu itu... :D. Waktu dapat nilai buruk kayak gitu saya langsung menyisipkannya ke area terdalam didalam tas saya agar gak ketahuan sama siapapun... kayak nobita yg selalu menyimpan hasil ujiannya di laci terbawah mejanya... hihi.

    Terima kasih kak Sulis untuk GA nya ^^

    @n0v4ip
    https://twitter.com/n0v4ip/status/724172075280134144

    BalasHapus
  55. Pernah kak... Saya pernah dapat nilai jelek untuk pelajaran kesenian dan juga bahasa arab... haha. Waktu dapat nilai jelek banget kayak gitu saya sih agak terkejut kak tapi berhubung memang saya agak kurang di bahasa arab, yah, saya cuma bisa pasrah waktu itu... :D. Waktu dapat nilai buruk kayak gitu saya langsung menyisipkannya ke area terdalam didalam tas saya agar gak ketahuan sama siapapun... kayak nobita yg selalu menyimpan hasil ujiannya di laci terbawah mejanya... hihi.

    Terima kasih kak Sulis untuk GA nya ^^

    @n0v4ip
    https://twitter.com/n0v4ip/status/724172075280134144

    BalasHapus
  56. Nilai jelek? Pernah sih. Hal yang dulu sempat saya sesali bahkan tangisi. Kejadian yang datang di waktu yang keliru. Tiga tahun belajar demi menghadapi UN, saat di SMP waktu itu, di hari di mana konsentrasi penuh wajib saya punyai buat ngoteret dan mengingat rumus Matematika. Pagi itu, entah salah makan atau emang lagi apes saja, perut saya mules, melilit, bikin saya keringat dingin pokoknya. Dua jam terasa sangat panjang untuk perut saya tapi terasa sangat pendek buat soal hitung-menghitung di lembaran saya. Jangankan yakin 99% buat jawaban yang saya cari, saya malah sempat ngitung kancing karena tidak sanggup menjumlahkan 7 x 6 sekali pun. Alhasil, saya lulus dengan nilai matematika di angka 5. Sangat-sangat parah, dan untungnya dapat saya bayar lunas saat menghadapi UN di SMA :D

    @tewtri

    BalasHapus
  57. Nilai jelek? Pernah sih. Hal yang dulu sempat saya sesali bahkan tangisi. Kejadian yang datang di waktu yang keliru. Tiga tahun belajar demi menghadapi UN, saat di SMP waktu itu, di hari di mana konsentrasi penuh wajib saya punyai buat ngoteret dan mengingat rumus Matematika. Pagi itu, entah salah makan atau emang lagi apes saja, perut saya mules, melilit, bikin saya keringat dingin pokoknya. Dua jam terasa sangat panjang untuk perut saya tapi terasa sangat pendek buat soal hitung-menghitung di lembaran saya. Jangankan yakin 99% buat jawaban yang saya cari, saya malah sempat ngitung kancing karena tidak sanggup menjumlahkan 7 x 6 sekali pun. Alhasil, saya lulus dengan nilai matematika di angka 5. Sangat-sangat parah, dan untungnya dapat saya bayar lunas saat menghadapi UN di SMA :D

    @tewtri

    BalasHapus
  58. Pernah. Bahkan aku pernah dapat nilai 0. Yang kurasakan sangatlah sedih waktu itu. Aku nangis, terus curhat kepada kedua orangtuaku. Tapi hebatnya kedua orangtuaku tidak memarahiku. Mereka malah menyemangati aku agar aku belajar lebih giat lagi dan mereka juga bilang kepadaku agar aku tetap bersyukur atas hasil yang kuperoleh. Sehingga aku menjadi semangat lagi untuk terus belajar, belajar, dan belajar sampai akhirnya mendapatkan hasil yang memuaskan.
    @Lenny1785

    BalasHapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*

Rekomendasi Bulan Ini

Buku Remaja yang Boleh Dibaca Siapa Saja | Rekomendasi Teenlit & Young Adult

K urang lebih dua tahun yang lalu saya pernah membahas tentang genre Young Adult dan berjanji akan memberikan rekomendasi buku yang as...