Sabtu, 16 November 2013

#5BukuDalamHidupku Day 5: Hidup Ordo Buntelan!


Akhirnya! Hari terakhir proyek mudik bareng ke blog sendiri yang di gagas sama @irwanbajang. Alhamdulillah bisa konsisten juga :D. Kemaren baru baca update hadiahnya dan ternyata cukup menggiurkan juga, buat yang ketinggalan kasian deh, lu :)). Yang ikut ternyata banyak juga loh, ada 100an blogger walau di hari berikutnya ada yang sedikit menyerah, tapi tetap aja WOW, bener-bener proyek yang menyentil para blogger. Saya sendiri sangat exited dengan proyek ini, menginggat kembali buku-buku yang bersejarah dan berarti bagi saya. Buku pertama baca bareng, buku yang membuat suara saya mengudara di radio, buku yang saya cari sampai ke luar kota dan buku yang membuat saya sangat menyukai genre romance. Beberapa buku yang nggak akan pernah saya lupakan jasanya.

Kali ini postingan saya akan sedikit curcol (perasaan tiap kali posting deh, Lis). Kenapa saya memilih judul di atas? Karena postingan ini bisa juga mewakili hati kecil orang-orang yang suka ikut kuis di sosial media atau di mana pun. Kuis hunter, ordo buntelan, apa lah sebutannya yang jelas orang-orang yang mempunyai mental gratisan, kayak saya XD.

Beberapa hari yang lalu saya membaca tweet seorang penulis yang sedang membahas #resensi. Ada salah satu tweet yang cukup menyinggung saya, yang mengatakan kalau sebuah buku yang didapat dari menang kuis atau pinjem nggak layak resensinya kalau di share ke publik, intinya seperti itu. Saya agak telat tahunya, keesokan harinya ketika saya membaca status salah satu teman di facebook yang meshare kultweet penulis tersebut. Wo wo wo, salah satu pendapat yang keterlaluan sekali kalau menurut saya. Saya nggak terlalu keberatan dengan pendapat dia yang lainnya kalau meresensi haruslah smart atau kasar, itu kebebasan seorang reviewer, gaya mereka bercerita beda-beda, dan itu sama aja kalau ngomongin soal selera, nggak bisa diganggu gugat. Curhat lah saya di twitter, kemudian ada salah satu penulis yang ikut berkomentar, mbak @cinnamoncherry, dia berkata kalau syarat layak untuk bisa mereview buku adalah dengan membaca, nggak ada hubungannya si reviewer dapat bukunya dari beli, pinjem atau nyolong, yang perlu ditekankan kalau bilang jelek dan nggak bagus itu apa dan kasih saran untuk perbaikannya, bukan soal bukunya dapat dari mana. Saya setuju sekali.
Saya pernah mengalami fase di mana saya kekurangan bacaan. Sejak kecil saya selalu dididik harus bisa mandiri, pakai baju sendiri waktu TK, sisiran sendiri, nyetrika baju sendiri sejak SD, dan sebagainya. Salah satu prinsip yang dipegang orang tua saya dari dulu adalah kalau ingin sesuatu jangan selalu bergantung pada orang lain, seperti membeli apa yang saya inginkan, saya nggak bisa langsung nodong minta duit ke orang tua. Abah nggak pernah pelit kalau menyangkut pendidikan, yang paling penting sekolah, kalau mau beli buku sekolah berapa aja abah usahakan beli, tapi nggak untuk novel, buku yang membuat saya malas belajar. Makanya waktu kecil saya jarang banget baca, apalagi saya nggak suka baca buku pelajaran sekolah --". Abah hanya bilang, kalau mau beli sesuatu yang nggak bermanfaat untuk masa depan saya, ya kamu usaha sendiri. Begitulah, saya harus pintar-pintar mengatur uang saku saya untuk membeli apa yang saya inginkan, sejak kecil.

Hobby membaca saya ketahuan waktu awal kuliah, sebenernya dari SMP pun udah ketahuan, tapi waktu itu saya demen komik, sedangkan SMA saya lebih sering menghabiskan waktu nonton film daripada baca, paling baca teenlit yang waktu itu lagi booming, pesen ke kakak buat beliin teenlit yang kata temen saya keren banget. Udah segitu aja, nggak menjadikan saya maniak baca novel. Mungkin karena jenuh dengan rutinitas kuliah, saya menghibur diri dengan kebiasaan lama di SMA, pinjam film. Rental film yang sering saya datangi ternyata mempunyai rental buku disebelahnya, saya iseng masuk, lihat-lihat, pinjam, dan setelah itu kesetanan pengen pinjam terus. Menyisihkan uang saku anak kos yang udah pas-pasan untuk beli buku yang pengen banget dikoleksi, mie instan waktu itu jadi sahabat terbaik saya. Namun nggak cukup, buku yang ingin saya koleksi banyak sekali, selain itu saya nggak ingin jadi kutu buku yang nerd, kalau bisa jadi kutu buku yang modis XD. Well, saya masih seorang cewek yang suka (sedikit) dandan, suka beli sepatu, tas, baju, nongkrong sama temen, nonton film di bioskop, belum lagi nabung untuk masa depan yang cerah. Nggak cukup kalau mau memenuhi kehidupan foya-foya saya (yang semuanya dari uang saku anak kuliah, percaya deh, saya bukan anak orang kaya yang tujuh turunan hartanya nggak habis-habis, saya berasal dari keluarga sederhana), nggak adil kalau semua dibelikan buku, dan kadang ada buku yang ingin saya baca nggak ada di rental langganan, makanya harus beli, semua kebutuhan jasmani dan rohani saya harus balance #okesip.

Makanya salah satu cara untuk mendapatkan buku yang cari gratisannya, waktu booming twitter dan facebook, banyak sekali kuis bertebaran di timeline saya menobatkan diri sebagai salah satu #ordobuntelan, ikut kuis apa aja, tapi sejak setahun yang lalu saya hanya fokus sama kuis buku, itu pun kalau syaratnya nggak macem-macem, maaf saja, saya orangnya nggak mau ribet. Dari ratusan buku yang udah saya dapat (alhamdulillah), ada satu buku yang nggak akan saya lupakan perjuangan untuk mendapatkannya (sebenernya banyak juga, sebagai perwakilan aja deh :p), jadi mari kita masuk ke menu utama (prolognya panjang bener) XD.


The Journeys: Kisah Perjalanan Para Pencerita
Penulis: Adhitya Mulya, Alexander Thian, Farida Susanty, Gama harjono, Ferdiriva Hamzah, Oktarina Prasetyowati (Okke ‘sepetumerah’), Raditya Dika, Trinity, Valian Budy, Ve Handojo, Windy Ariestanty, Winna Efendi
Penerbit: Gagasmedia
Cetakan: I, 2011
ISBN13: 978-979-780-481-7
246 halaman
Review di sini
Dulu udah saya singgung sedikit sejarah dapat buku ini di postingan Aku dan Gagas, akan saya ceritakan lebih lengkapnya di sini :D. Selain pemburu buku gratis, saya suka banget mengumpulkan buku yang bertanda tangan penulisnya (lihat koleksi saya di The Book With Write's Signature), apalagi penulis favorit, semacam obsesi saya lainnya (banyak maunya). Waktu Gagas ngumumin challenge ini, di mana harus membuat destinasi impian agar bisa mendapatkan semua tanda tangan penulisnya di satu buku saya langsung siap-siap ikut. Di buku ini ada penulis favorit saya, Farida Susanty, dan tentu saja demi memenuhi obsesi saya, kapan lagi punya satu buku yang ditanda tangani banyak penulis? Saya harus mendapatkannya.

Nggak semudah itu, syarat untuk menang adalah banyak like dan komen, syarat yang nggak saya suka sama sekali, sering saya mengurungkan niat ikut sebuah kuis kalau syaratnya seperti itu. Saya jarang aktif di facebook, paling lihat notifikasi kalau ada yang penting baru membalasnya. Tapi demi emndapatkan buku yang saya idam-idamkan saya kerahkan semua bala bantuan, saya minta semua teman sekelas di kampus, saudara, teman masa kecil, teman facebook yang nggak dikenal pun saya chat dan minta tolong, bener-bener jadi hantu chat waktu itu, siapa aja dan semuanya saya mintain tolong buat like dan komen note yang bercerita tentang destinasi impian saya. Ada yang dengan baik hatinya menolong ada juga yang nyuekin, muka tembok pokoknya. Dan alhamdulillah, usaha saya nggak sia-sia, terkumpul 90an like dan ratusan komen, terima kasih buat yang dulu ikut membantu saya dan ingat perjuangan saya waktu itu, perjuangan paling berat dalam mendapatkan satu buku.

See? Untuk mendapatkan satu buku gratis itu juga ngak gampang, banyak orang yang senasip dengan saya, banyak orang yang punya mental gratisan kayak saya XD, dan yang paling penting, nggak semua orang mampu beli buku, salah satu cara yang paling mudah ditempuh kalau nggak punya bacaan sendiri sedangkan minat baca kita tinggi adalah pinjam dan nyari gratis, apakah salah? Kalau hanya minjam dan dapat gratisan nggak layak untuk mereview sebuah buku, itu sangat kejam dan keterlaluan, melanggar hak asasi manusia untuk mengeluarkan pendapat. Syarat utama dan mendasar untuk mereview sebuah buku adalah dengan membacanya sendiri.

Jangan anggap remeh orang-orang yang berjuang mendapatkan sebuah buku gratis, karena pengalaman dan perjuangan untuk mendapatkan buku tersebut nggak gampang, selain itu juga menjadi salah satu kenangan tak terlupakan dengan buku tersebut.

Selesai sudah mudik ke blog sendiri, pasti postingan teman-teman yang lain juga seperti saya, dengan adanya proyek ini kita seperti reuni dengan diri sendiri, semoga di lain waktu ada lagi proyek yang berhubungan dengan buku yang nggak kalah seru :D


NB:
Semoga saya juga mendapatkan hadiah dalam proyek mudik ke blog ini :p



7 komentar:

  1. mudah2an suatu saat aku bisa dapet banyak buntelan kayak sulis, amiiiiin.
    akhirnya selesai juga yah 5 harinya lis x) seru deh!

    BalasHapus
  2. Tapi kalo kata aku sih mau resensi dari buku hasil kuis juga sah-sah aja deh, toh yang ngadain kuisnya juga ikhlas kasih hadiah buku itu buat pemenangnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, yang ngasih aja seneng dan kadang terserah mau direview apa nggak --"

      Hapus
  3. Aku ikutan kesal sama penulis yang bilang bahwa buku yang didapat dari menang kuis atau pinjem nggak layak resensinya kalau di share ke publik. So what gituh loh?
    Ikutan quiz itu juga gak gampang. Banyak saingannya. Ada faktor lucky juga.
    Sejujurnya aku ikutan grand prize november Bloghop ini juga butuh perjuangan. Tiap hari musti share via socmed. Banyak follower yg bosen dg share aku. huhu. #super emosi
    Maklum ajalah nasib aku yg masih mahasiswa pasti kalo ada yg gratis itu mupeng banget. fiuhhh

    BalasHapus
  4. Haduuuhhh mbak saya setuju banget dengan pernyataan di atas,,, mungkin saya sekarang termasuk orang mengincar gratisan kayak,, gitu,, dan saya baru mulai mengincar buku gratis..#eh.. emang gak semua orang gak bisa beli buku.. lagian gak ada salahnya juga kalau minjem buku teman asal di kembalikan dan yang terakhir paling setuju dengan pertanyaan mbak sulis yang bilang kalau perjuangan orang yang mengincar buku gratisan gak gampang karena dia juga berusaha gak cuma berpangku tangan nunggu buku jatuh dari langit^^

    BalasHapus
  5. Mba ga usa pikirin sm yg penulis itu... buku itu didapet dengan susah payah walau gratisan tp ingetlah kalo melalui twitter dll, semua itu butuh usaha dan bersaing dengan banyak orang sehingga ketika kita dinyatakan menang kebahagiaan mendapatkan buku itu berkali2 lipet drpd beli cuma2.... karena kt mendapatkan dengan susah payah... *menurutku begitu... krn aku jg selama ini mencari cara tetep baca tp ga beli2 kaya dulu jaman kerja, skrg uda punya anak wajib memberikan keperluan anak dahulu, apalagi biaya buat anak ga murah, pampers, susu belum imunisasi nya tiap bulan... makanya setelah aku tau ada kuis2 aku ikutan.... biarkan saja penulis yg itu bercuap2 krn dia tidak tau perjuangan mendapatkan buku gratisan itu lebih susah daripada beli langsung... smangatnya pun berbeda.....

    BalasHapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*

Rekomendasi Bulan Ini

Buku Remaja yang Boleh Dibaca Siapa Saja | Rekomendasi Teenlit & Young Adult

K urang lebih dua tahun yang lalu saya pernah membahas tentang genre Young Adult dan berjanji akan memberikan rekomendasi buku yang as...