Hello good readers, jumpa lagi dengan postingan Let's Talk, tempat di mana saya mengemukakan pendapat akan sesuatu hal yang berhubungan dengan buku dan mengajak pembaca untuk turut serta mendiskusikannya juga. Yang akan saya bahas kali ini adalah tentang idealisme dalam meresensi buku, terdengar egois ya? Hehehe. Tahun lalu ada dua orang teman saya yang bertanya lewat twitter, inti pertanyaanya adalah bagaimana kalau buku yang saya dapat untuk event promosi seperti blog tour tidak sesuai dengan ekspektasi alias berating rendah? Serta, apakah setiap buku yang didapat dari penulisnya langsung atau buntelan dari penerbit akan diresensi secara jujur? Let's Talk.
Tahun lalu blog tour memang sedang hits sekali, sampai saat ini pun masih menjadi pilihan beberapa penulis untuk mempromosikan buku terbaru mereka. Teringat obrolan singkat dengan Nana @ Glasses and Tea, tentang penulis sekarang harus bisa memilih strategi marketing yang baik dan nyaman bagi dirinya karena tidak semua penerbit bisa selalu mempromosikan buku terbaru mereka, kadang sibuk dengan promosi buku lain, dari penulis yang namanya sudah dikenal publik, begitu terbit buku dari penulis baru dibiarkan begitu saja. Atau bisa juga karena terlalu banyak buku baru sehingga mereka tidak mempromosikan secara khusus agar adil bagi semuanya. Mau tidak mau penulis harus terjun langsung agar bukunya dikenal pembaca, harus mau repot. Salah satu caranya dengan menggandeng para blogger untuk mengadakan blog tour.
Baca juga: Tentang Blog Tour
Blog tour tidak hanya menjadi pilihan penulis, kadang beberapa penerbit seperti GagasMedia, Twigora dan Penerbit Haru juga memilih cara yang sama untuk mempromosikan buku terbaru karena blog tour lebih simple daripada promosi secara offline. Kalau GagasMedia biasanya memilih host dari sesama penulis, sedangkan Twigora dan Haru selalu melibatkan pembaca mereka, membuka lowongan bagi siapa saja yang ingin, tentu dengan berbagai syarat sesuai dengan penilaian mereka, minimal pernah membaca buku-buku yang pernah mereka terbitkan. Pernah juga seorang penulis, sebut saja Nina Addison menawarkan kepada pembaca untuk meresensi buku terbarunya, dengan mencantumkan alasan dan link blog, kemudian dia akan memilihnya secara langsung. Saya paling suka dengan cara seperti ini, poin positifnya adalah blog kita benar-benar dinilai, semua bisa mencoba, semua berkesempatan. Yang saya amati dari penerbit ketika memilih host selain pernah membaca buku-buku terbitan mereka adalah blognya produktif dan ada interaksi di dalamnya.
Sebelum bahasan melenceng lebih jauh karena sebelumnya saya sudah pernah membahas tentang blog tour, mari kembali ke fokus utama. Beberapa waktu yang lalu saya mendapati beberapa pembaca yang secara langsung menawarkan kerjasama dengan penulis maupun penerbit untuk mengadakan give away di blognya, ingin menjadi host blog tour, atau SKSD dengan penulis agar mendapatkan buntelan. Terserah sih sebenarnya, sah-sah aja, hahaha, kalau berhasil berarti usaha mereka sukses, yah namanya juga mencoba peruntungan, tapi yang tidak bisa saya habis pikir, sampai segitukah?
Jujur saja saya tidak tahu bagaimana mengajak dengan benar penerbit atau penulis bekerjasama untuk mengadakan blog tour atau give away di blog, mungkin kalau kenal secara personal akan lebih mudah, tapi saya tidak pernah melakukannya sekalipun kenal dengan penulisnya langsung, prinsip saya kalau tidak ditawari atau tidak ada lowongan maka tidak akan mengajukan diri. Saya lebih memilih cara di atas, mengikuti seleksi dari penerbit atau penulisnya. Yang menjadi alasan kenapa saya tidak menawarkan terlebih dahulu karena saya belum tentu akan menyukai buku tersebut. Kalaupun saya ingin bekerjasama, maka saya akan membaca buku dari penulis tersebut terlebih dahulu, merasa sangat suka dan buku tersebut memang recommended, saya akan menghubungi penulisnya apakah dia mau untuk mengadakan give away di blog. Minimal sudah membaca bukunya. Jadi sama-sama modal, saling menguntungkan, penulis tidak dirugikan. Aneh aja, belum pernah membaca terus tiba-tiba mengajak kerjasama.
Baca juga: Bagaimana Cara Menjadi Seorang Ordo Buntelan?
Tujuan Membuat Blog
Semua kembali lagi ke tujuan awal kita membuat blog, kita meresensi. Apakah dari hati atau hanya memikirkan materi? Tujuan awal saya membuat blog karena saya memang suka membaca dan ingin menuliskan kembali apa yang saya dapat dari buku tersebut, memberikan informasi ke pembaca yang lain, saya ngeblog karena saya menyukainya. Mendapatkan buntelan atau berkesempatan menjadi host blog tour adalah bonus, dampak positif kita menjadi blogger buku. Jadi, kalau ingin mendapatkan bonus tersebut, menulislah terlebih dahulu, perbanyak resensi di blog, aktif, saya yakin suatu saat blog kalian akan dilirik, mendapatkan kesempatan mencicipi semuanya. Saya yakin kalau kita membuat blog dengan sepenuh hati, karena kita memang menyukainya, itu akan kekal, karena tidak ada beban sama sekali ketika kita melakukannya. Berbeda kalau tujuan utamanya hanya pingin enaknya saja, saya yakin tidak akan bertahan lama, layaknya sebuah tren, memiliki masa kadaluwarsa.
Idealisme dalam Meresensi Buku
Memasuki poin utama, buset intronya panjang bener, wakakaka. Apakah saya selalu memberi rating bagus atau resensi 'sesuai pesanan' ketika menjadi host blog tour dan mendapatkan buntelan dari penerbit atau penulisnya langsung? Tidak pernah. Prinsip saya ketika meresensi adalah mengemukakan pendapat dengan sejujur-jujurnya, kalau memang ceritanya bagus, ya saya bilang bagus, kalau ceritanya jelek maka saya bilang jelek, hanya saja ada tata cara mengungkapkannya. Ada seorang teman penulis yang bilang kepada saya, mbak Sanie B. Kuncoro, bahwa harga kejujuran itu tak ternilai harganya, masak mau kejujuran kita hanya dibayar dengan sebuah buku? Murahan sekali. Saya setuju dengan pendapat tersebut dan nancep banget di hati saya, menjadi dasar, pedoman ketika saya mendapatkan tantangan seperti ini.
Saya pernah merating buku hasil buntelan atau blog tour dengan nilai dua bahkan satu sayap, sebelum memposting saya bilang dulu ke penulisnya apakah tetap yakin ingin ditampilkan, atau saya akan menghilangkan sistem rating, hanya berisikan resensi. Saya tahu tujuan utama mereka menawarkan buku untuk diresensi adalah sebagai bentuk promosi, sehingga kita juga harus menghargainya, tanpa meninggalkan nilai-nilai atau prinsip yang kita pegang teguh. Diunfollow penulis karena tidak sesuai ekspektasi? Pernah. Tidak diajak kerjasama lagi karena pernah meresensi dengan rating jelek atau pas-pasan? Ada. Hahahaha.
Saya mah prinsipnya kalau rejeki nggak akan kemana, kalau nggak dapat buntelan bisa pinjam atau cari buntelan lain. Kalau saya memang benar-benar ingin membaca, maka saya akan mengusahannya, dengan membeli, kalau tidak punya uang ya menabung dulu, cari seken atau diskonan. Banyak jalan mendapatkan wishlist XD. Kalau memang buku yang saya baca bagus, saya akan mempromosikannya dengan ikhlas, tanpa bayaran pun akan saya rekomendasikan ke orang-orang, karena saya juga berprinsip buku bagus itu harus disebarluaskan, agar banyak orang yang tahu, agar banyak orang yang baca.
Saya mah prinsipnya kalau rejeki nggak akan kemana, kalau nggak dapat buntelan bisa pinjam atau cari buntelan lain. Kalau saya memang benar-benar ingin membaca, maka saya akan mengusahannya, dengan membeli, kalau tidak punya uang ya menabung dulu, cari seken atau diskonan. Banyak jalan mendapatkan wishlist XD. Kalau memang buku yang saya baca bagus, saya akan mempromosikannya dengan ikhlas, tanpa bayaran pun akan saya rekomendasikan ke orang-orang, karena saya juga berprinsip buku bagus itu harus disebarluaskan, agar banyak orang yang tahu, agar banyak orang yang baca.
Seorang penulis pernah berkata kalau kita mau mengkritik sebuah buku maka kita juga harus menulis buku terlebih dahulu. Saya tidak sependapat. Tiap orang punya keahlian masing-masing, Jose Mourinho payah bermain bola tapi dia bisa menjadi salah satu pelatih terbaik dalam sejarah sepak bola dunia, Simon Cowell tidak bisa menyanyi tapi dia mampu menemukan bintang dengan kritikannya yang kontroversial. Diana Rikasari bukan model profesional dan gayanya yang colorful serta unik kerap dipandang sebelah mata, tapi kini dia menjadi salah satu fashion blogger berpengaruh di Indonesia. Siapa saja yang tidak memiliki bakat menulis tapi dia mampu menilai sebuah buku, mencintai dunia tersebut, tentu boleh mengkritik.
Meremehkan Penulis Debut
Jangan salah, penulis debut ada dalam urutan teratas incaran saya ketika membeli buku setelah tentu saja, buku dari penulis favorit. Sampai sekarang saya masih mengumpulkan list penulis yang karya pertamanya langsung nemplok di hati. Saya tidak pernak skeptis dengan penulis baru, saya suka membaca karya dari penulis baru karena dari sana saya akan mendapatkan penulis favorit selanjutnya, akan menantikan buku berikutnya kalau di kesan pertama mereka berhasil merebut perhatian saya. Beberapa contoh penulis yang sangat saya sukai sejak karya pertamanya, selalu saya nantikan buku terbarunya, menjadi author autobuy adalah Ika Natassa, Farida Susanty, Windry Ramadhina, Anggun Prameswari dan Morra Quatro.
Menurut saya ada dua tipe penulis, pertama dia memang memiliki bakat sehingga sejak debut saja tulisannya sudah sangat bagus, dan kedua adalah penulis yang bisa karena biasa, banyak berlatih, memiliki jam terbang tinggi dalam menerbitkan buku. Saya selalu memberi kesempatan kedua dan ketiga ketika tidak puas dengan karya pertama penulis, mungkin tidak puas dengan buku pertama tapi belum tentu dengan buku lainnya. Ada salah satu penulis di mana beberapa buku pertamanya saya rating satu atau dua sayap, mentok tiga deh, sebut saja Winna Efendi. Tapi saya masih mau membaca buku lainnya, bahkan semakin ke belakang semakin menyukai karya-karyanya, sekarang dia menjadi salah satu penulis favorit saya.
Meremehkan Penulis Debut
Jangan salah, penulis debut ada dalam urutan teratas incaran saya ketika membeli buku setelah tentu saja, buku dari penulis favorit. Sampai sekarang saya masih mengumpulkan list penulis yang karya pertamanya langsung nemplok di hati. Saya tidak pernak skeptis dengan penulis baru, saya suka membaca karya dari penulis baru karena dari sana saya akan mendapatkan penulis favorit selanjutnya, akan menantikan buku berikutnya kalau di kesan pertama mereka berhasil merebut perhatian saya. Beberapa contoh penulis yang sangat saya sukai sejak karya pertamanya, selalu saya nantikan buku terbarunya, menjadi author autobuy adalah Ika Natassa, Farida Susanty, Windry Ramadhina, Anggun Prameswari dan Morra Quatro.
Menurut saya ada dua tipe penulis, pertama dia memang memiliki bakat sehingga sejak debut saja tulisannya sudah sangat bagus, dan kedua adalah penulis yang bisa karena biasa, banyak berlatih, memiliki jam terbang tinggi dalam menerbitkan buku. Saya selalu memberi kesempatan kedua dan ketiga ketika tidak puas dengan karya pertama penulis, mungkin tidak puas dengan buku pertama tapi belum tentu dengan buku lainnya. Ada salah satu penulis di mana beberapa buku pertamanya saya rating satu atau dua sayap, mentok tiga deh, sebut saja Winna Efendi. Tapi saya masih mau membaca buku lainnya, bahkan semakin ke belakang semakin menyukai karya-karyanya, sekarang dia menjadi salah satu penulis favorit saya.
Demikian postingan saya tentang Idealisme dalam Meresensi Buku, kalau kalian mau urun pendapat, silahkan tulis di kolom komentar di bawah, saya sangat terbuka dengan saran dan kritik dari kalian. Kalau mau menawarkan kerja sama, boleh sekali, silahkan hubungi alamat surel yang ada di biodata saya, tapi harus diingat, kalau tidak sesuai ekspektasi jangan kecewa apalagi marah, saya tidak ingin berkata yang sebaliknya, saya tidak ingin membohongi diri sendiri dan pembaca yang lain, saya ingin menjadi diri sendiri, saya meresensi dengan hati serta kejujuran. Dan yakin lah, setiap buku memiliki pembacanya sendiri.
Sampai jumpa di lain kesempatan, untuk selanjutnya saya akan menulis poin apa saja yang membuat saya menyukai sebuah buku. Pantengin terus dan tetap follow agar selalu mendapatkan update terbaru dari Kubikel Romance. Muah.
NB: *berdoa setelah ini semoga masih bisa dapat buntelan lagi, XD*
wah ngga nyangka sulis pernah diunfollow demi mempertahankan idealisme :o
BalasHapusSalut sama sulis :D
Keep up the good work ya :D makasih udah sharing :D
Sama-sama, hahaha, masa lalu XD
HapusSepertinya saya kenal siapa orang yang menawarkan diri itu. Hehe
BalasHapusHarus jujur saya setuju itu, karena memang tujuannya mau berbagi kesan dan cerita setelah membaca buku maka harus jujur, masa pendapat sendiri nggak dihargai?
Selanjutnya muncul pertanyaan nih mbak Sulis, kalau bukunya benar-benar nggak sesuai selera, nggak disukai, atau nggak terlalu bikin kesan setelah baca, apa tetap akan diresensi? Ini diluar blog tour&GA.
Minta saran nih :D
Tetap dong, kadang sebelum aku posting aku tanyakan dulu sama yang ngasih, memberitahu kalau ternyata aku hanya bisa ngasih rating sekian, masih mau ditayangkan? Atau menghilangkan sistem rating alias hanya resensi saja :)
HapusTerima kasih sudah sharing. Love banget deh postingan yang ini :*
BalasHapusYeay, semoga bermanfaat :)
Hapussuka banget sharingnya mba Sulis :)
BalasHapusbakal sering2 mampir nh ke blog ^^
Makasih Mei, kamu udah jarang posting, ayo rajin lagi! :))
HapusMenurut saya review jujur itu ada bagusnya sih, Kak Sulis. Menarik buntelan2 bermutu dari penulis2 yang cukup berbesar hati untuk menerima kritik dan menjauhkan buntelan2 bikin dilema yang bingung ngasi nilainya gimana ^^;
BalasHapusNice post ^^
Hahahaha, prinsipku sih rejeki nggak akan kemana, pokoknya jujur sama diri sendiri :)
HapusMungkin karena mereka ngerasa udah sponsorin jadi seharusnya review bagus. Mungkin looo... Soalnya review buku & review produk di blog, itu beda sii..
BalasHapusKalau itu sudah pasti, makanya tantangannya di situ :) Belum pernah review produk, jelas beda, buku kita menikmati cerita sedangkan produk biasanya dipakai, digunakan, yah beda XD
Hapusyou are just beautiful you :) cakep mah ini, saya salut, suka. Soal rejeki udah ada yang atur, idealismenya milik kita. Moga ini juga jadi pelajaran buat saya ke depannya, gak mesti soal idealisme resensi buku aja
BalasHapusMakasih mbak :)
HapusSama, idealisme saya pada blog buku milik saya ini cukup kuat. Tapi, saya bukan tipikal peresensi yang mampu memberikan bintang pada karya seseorang. Bukan apa-apa, saya terkadang tak mampu menilai - dan ini adalah saya apa adanya. Sehingga untuk calon pembaca buku tersebut, selalu saya sertakan pertimbangan apa saja yang dapat saya berikan agar mereka tidak serta merta hanya menilai dari suka atau tidak. Karena menurut Cep Subhan, "Sebuah cerita yang biasa akan tetap memiliki makna."
BalasHapusSalam
Yap, sekacrut apa pun cerita pasti tiap penulis memiliki tujuan membuatnya :)
Hapussuka banget sama artikelnya kak. baru tahu kalo resensi buku itu serumit itu. nice info kak :) , terutama bagian etika thd penulisnya
BalasHapusSama-sama :)
HapusMakasih sharingnya, Kak. Aku masih sering dilema. Bukan cuma kalau dikasih buntelan, tapi juga kalau beli sendiri. Khawatir orang lain malah nggak mau baca karena resensiku, apalagi kalau disambungin ke Goodreads. Kalau penulisnya strong, diinjek juga langsung lompat lagi. Kalau yang you-know-what, takut malah ngilang gitu aja. Berasa "membunuh". Huhu. Tapi kayaknya memang harus wanti-wanti dulu kalau dari buntelan. Kalau beli sendiri, acak-acaknya personal aja.
BalasHapusKritik itu bagus kok, selain membantu penulis membenahi yang kurang dari bukunya, juga menginggatkan kalau akan selalu ada yang suka dan tidak, makanya aku bilang tiap buku punya pembacanya sendiri :)
HapusAku kalau lihat Kubikel Romance meresensi buku, pasti diceritain alur ceritanya. :D itu nggak apa-apa kah buat para pembaca yang belum membaca? spoilernya lumayan. Hehee... Tapi itu biasanya jadi nilai plus ketika aku lagi pengen cari inspirasi buat cerita sih. Jadi banding-bandingin alur cerita.
BalasHapusSerius spoilernya lumayan? Hehehehe, aku jarang banget ngasih spoiler loh, kalaupun ada pasti ada pemberitahuan terlebih dahulu. Alur cerita penting diceritain karena biar pembaca tahu jalan ceritanya, kalau nggak ngasih tahu jalan ceritanya tapi langsung ke komen kan aneh, pembaca nggak ada gambaran bukunya seperti apa.
HapusEh iya lumayan i think >.<
HapusSoalnya nyeritain alur sih... meski itu yaaa cuma sebagian. Tapi bukan spoiler ending. Hanya alur. Aku kadang pas baca aduh, diceritain. Gitu hahaha...
Mungkin lebih baik kesan aja kali ya?
Kalau kesan aja bukan resensi dong namanya =))
HapusKeren artikelnya Sulis, miriiip ngerasa juga seperti yang kamu rasakan :))))
BalasHapusHihihi, semoga tetap jadi diri sendiri ketika meresensi hasil buntelan ya :)
HapusNice article, Mbak Sulis!
BalasHapusMeskipun blog saya bukan blogger buku, tapi saya juga hobi menulis resensi pada buku yg sudah saya baca. Tujuannya samar seperti Mbak Sulis: Saya ingin menuliskan kembali apa yang saya dapat dari buku tersebut, memberikan informasi ke pembaca yang lain, entah itu bukunya bagus atau tidak. :))
Pokoknya kalau nulis sesuai apa yang diinginkan dan dirasakan saja :)
HapusTuh bener kan! Postingan kaya gini nih yg aku sukaaaaa! Banyak ilmunya! :)
BalasHapusKebetulan aku memang blm pernah ditawari Blog Tour jadi sejauh ini membuat review bener2 based on my personal taste. Karena memang dari awal bikin blog buku itu semacam reading journal buatku.
Makasih sharingnya. Berguna banget nih buatku yg masih sangat newbie di dunia book blogging.
Sama-sama, semoga nanti sering posting seperti ini ya :)
HapusEh, kok tekan Jose Mourinho barang kih piye??? Hahahaha. eh tapi emang bener kok. Kita harus tetep mempertahankan kejujuran dalam meresensi. Kita musti punya review policy, trus tanyain dulu ke penulis/penerbitnya setuju ato ga, jadi biar ga ada cekcok belakangan.
HapusHihihi contoh nyata kalau kita bisa hebat tanpa perlu menguasai keahlian tertentu terlebih dahulu :D
HapusReview policy udah ada kok, udah aku cantumin juga di biodata :)