Seperti cerita di dalam
novel, kau dan aku adalah karakter yang dikendalikan sang narator.
Dibuatnya kita jatuh cinta, didorongnya kita untuk saling mengumbar kata
sayang. Untuk beberapa waktu lamanya semuanya terasa tak bercela, kau
dan aku sama-sama yakin akan selalu bersama selamanya.
Tapi di bab-bab selanjutnya, sang narator entah kenapa jadi sangat kejam. Semua berubah dan yang tersisa di hati kita hanyalah dorongan untuk saling menyakiti. Aku tak pernah tahu entah sejak kapan aku mulai menyangkal artimu bagiku. Kau pelan-pelan menjauh. Tak menyisakan apa pun kecuali perih yang menyayat hati.
Cerita kita akhirnya bertemu ujungnya, tapi benarkah kau kini mulai melupakanku? Sudah tak sudikah kau menyimpan memori tentangku di benakmu? Atau, apakah kau memilih untuk terus merutuki garis nasib kita yang tak lagi bersimpangan?
Kusampaikan rasa penasaranku pada sang narator. Rahangnya terkatup, malah larut dalam sunyi cerita.
Ah, mungkin memang sudah nasib kita. Seperti malam tak berbintang, hatimu dan hatiku akan terus dibiarkannya bertanya-tanya dalam remang....
Tapi di bab-bab selanjutnya, sang narator entah kenapa jadi sangat kejam. Semua berubah dan yang tersisa di hati kita hanyalah dorongan untuk saling menyakiti. Aku tak pernah tahu entah sejak kapan aku mulai menyangkal artimu bagiku. Kau pelan-pelan menjauh. Tak menyisakan apa pun kecuali perih yang menyayat hati.
Cerita kita akhirnya bertemu ujungnya, tapi benarkah kau kini mulai melupakanku? Sudah tak sudikah kau menyimpan memori tentangku di benakmu? Atau, apakah kau memilih untuk terus merutuki garis nasib kita yang tak lagi bersimpangan?
Kusampaikan rasa penasaranku pada sang narator. Rahangnya terkatup, malah larut dalam sunyi cerita.
Ah, mungkin memang sudah nasib kita. Seperti malam tak berbintang, hatimu dan hatiku akan terus dibiarkannya bertanya-tanya dalam remang....
Editor: Della F.
Desain sampul: Dwi Anissa Anindhika
Penerbit: Gagasmedia
ISBN: 979-780-588-x
276 halaman
Cetakan pertama, 2012
Pinjem @noninge
Coelho & Us by Ollie
Mereka pertama kali bertemu di kafe buku, Ryan sering melihat Lilian duduk di tempat yang sama dan waktu yang hampir bersamaan dengannya, membaca buku, itulah yang dilakukan perempuan tersebut. Mereka sama-sama sendirian. Ryan ingin mengajak berkenalan tapi enggan, dia takut ditolak. The Alchemist karya Paulo Coelho menolongnya, berkat buku yang ketinggalan itu dia berkenalan dengan Lilian dan sejak saat itu mereka sering mengobrol di kafe buku.
Lili adalah seorang penulis sedangkan Ryan bekerja sebagai programmer dan hoby main gitar, mereka langsung akrab. Lili bercerita tentang penulis favoritnya, Paulo Coelho, untuk bisa menghasilkan buku-buku yang penuh filosofi seperti miliknya, seseorang harus melalui masa yang mencerahkan hidupnya. Dan Lili ingin membagi kehebatan buku tersebut kepada Ryan yang nggak suka baca dan akan memantau progressnya.
"Buku mungkin tidak bernyawa, tapi kata-kata di dalamnya bisa masuk dan menyentuh dirimu sedemikian rupa hingga mungkin kehadirannya lebih baik dari makhluk bernyawa sekali pun."
Ryan belajar sesuatu dari buku tersebut, selama ini hidupnya monoton dan dia ingin membuatnya lebih berwarna, dia ingin melakukan sesuatu yang baru setiap harinya. Ryan ingin membaginya dengan Lilian, karna dia, Ryan berani mengikuti mimpinya. Ketika mereka sama-sama merasakan cinta, masa lalu di hidup Lili kembali, Javier, ingin memperbaiki hubungan mereka yang kandas.
Setiap membaca bukunya mbak Ollie entah kenapa saya membayangkan kehidupan nyatanya, terispirasi mungkin iya, tapi saya curiga kalau ceritanya nyata, hehehehe. Di cerita ini kita akan diperkenalkan sama Paulo Coelho, bukunya yang mega best seller dan sedikit tentang kisah masa lalunya sampai dia bisa mencapai kesuksesan seperti sekarang ini. Tidak lupa juga penulis menyisipkan quote-quote dari Coelho.
Sang Angkuli by Wulan Dewatra
Kali kedua saya baca tulisannya Wulan Dewatra, setelah membaca Hujan Dan Teduh kemudian novella ini, saya mulai paham gaya berceritanya. Sedikit dark dengan tokoh cowok yang nyebelin, super tega.
Andien merasa hidupnya dikutuk. Gara menjulukinya perawan Maria, dan dia hanya tersenyum getir. Andie dan Gara adalah teman satu kampus, sama-sama ikut organisasi di BEM yang akhirnya membawa hubungan mereka lebih jauh. Gara orang yang berapi-api, idealis, tidak suka dibantah sedangkan Andien hanyalah gadis pendiam, gadis yang mau saja bila Gara menyuruhnya mengerjakan tugas kuliah. Andien melabeli diri sendiri sebagai kutukan, yang tidak ditakdirkan untuk memiliki. Walau mereka berpacaran, Andien tidak suka jika Gara menyentuhnya, hal itulah yang membuat Gara mencari pelarian dari perempuan lain.
Alurnya rapi, pertama penulis seperti membuat peringatan atau inti dari permasalah yang disamarkan, kemudian cerita bergulir pelan-pelan, sedikit menunjukkan tanda-tanda akan efek kejut di akhir cerita. Saya acungin jempol untuk kepiawaiannya, tapi sama seperti di buku pertama, tokoh perempuannya terlalu lemah, mau aja disuruh sama si cowok, sedangkan si cowok rese banget, seenaknya sendiri. Jadi penasaran apakah buku terbarunya, Momento, masih seperti kedua bukunya sebelumnya *cari buntelan* atau *cari pinjaman* :p
Sebenarnya saya bingung benang merah apa yang membuat dua novella ini dikatakan duet? dari segi tema dan cerita sangat berbeda. Di Coelho & Us lebih ke usaha untuk meraih mimpi dan mencoba sesuatu yang baru sedangkan di Sang Angkuli tentang penerimaan. Gagas Duet pertama yang tidak saling berhubungan.
3 sayap untuk cerita yang sweet dan dark.
"Buku mungkin tidak bernyawa, tapi kata-kata di dalamnya bisa masuk dan menyentuh dirimu sedemikian rupa hingga mungkin kehadirannya lebih baik dari makhluk bernyawa sekali pun." Setuju bangettt
BalasHapuspas banget ya untuk para pecinta buku? :)
HapusHmm, kok biasa saja yah ceritanya. #selera orang berbeda
BalasHapus