Selasa, 15 Oktober 2013

Tuesdays With Morrie (Selasa Bersama Morrie)

Bagi kita mungkin ia sosok orangtua, guru, atau teman sejawat. Seseorang yang lebih berumur, sabar, dan arif, yang memahami kita sebagai orang mudapenuh gelora, yang membantu kita memandang dunia sebagai tempat yang lebih indah, dan memberitahu kita cara terbaik untuk mengarunginya. Bagi Mitch Albom, orang itu adalah Morrie Schwartz, seorang mahaguru yang pernah menjadi dosennya hampir dua puluh tahun yang lampau. 

Barangkali, seperti Mitch, kita kehilangan kontak dengan sang guru sejalan dengan berlalunya waktu, banyaknya kesibukan, dan semakin dinginnya hubungan sesama manusia. Tidakkah kita ingin bertemu dengannya lagi untuk mencari jawab atas pertanyaan-pertanyaan besar yang masih menghantui kita, dan menimba kearifan guna menghadapi hari-hari sibuk kita dengan cara seperti ketika kita masih muda? 

Bagi Mitch Albom, kesempatan kedua itu ada karena suatu keajaiban telah mempertemukannya kembali dengan Morrie pada bulan-bulan terakhir hidupnya. Keakraban yang segera hidup kembali di antara guru dan murid itu sekaligus menjadi sebuah "kuliah" akhir: kuliah tentang cara menjalani hidup. Selasa Bersama Morrie menghadirkan sebuah laporan rinci luar biasa seputar kebersamaan mereka.

Tuesdays With Morrie: Perjalanan Tentang Makna Hidup.
Penulis: Mitch Albom
Alih bahasa: Alex Tri Kantjono Widodo
Desain sampul: Hendy Irawan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-979-22-5021-3
Cetakan ketujuh, Maret 2010
220 halaman
Pinjem @daneeollie


Mumpung masih hari selasa ada baiknya untuk menulis review buku ini, yang dibaca..... sampai lupa saya --" Saya nggak akan membahas panjang lebar tentang buku ini, selain agak lupa juga sama isinya, untungnya saya masih menandai bagian-bagian yang ingin saya tulis, sebagaian besar adalah quote. Ya, buku ini banjir quote. Banyak teman yang bilang menangis ketika membaca buku ini, sayangnya saya tidak bisa bersimpati, entah lah, walau banyak kalimat Morrie atau Mitch yang quoteable saya tidak bisa bercucuran air mata, mungkin lagi nggak melow pas baca.

Bercerita tentang Mitch yang enam belas tahun tidak bertemu dengan profesornya padahal dulu ia berjanji untuk tetap saling kontak tapi lupa karena sibuk dengan kehidupannya mengejar karier, hingga dia disadarkan oleh sebuah acara televisi di mana Morrie diwawancarai tentang penyakitnya. Dia menginggat kembali jasa-jasa terbesar gurunya itu, terlebih dalam pelajaran kehidupan. Morrie Schwartz divonis hukuman mati ketika tahu kalau dia menderita amyotrophic lateral sclerosis (ALS), atau penyakit Lou Gehrig, sebuah penyakit ganas, tak kenal ampun, yang menyerang sistem saraf dan belum ada obatnya.
ALS dapat dipadankan dengan sebatang lilin yang bernyala: api membakar sumbunya dan yang tersisa hanya seonggok lilin. Awalnya sering dimulai dari kaki, terus menjalar ke atas. Kita kehilangan kendali atas otot-otot paha, sampai tidak mampu berdiri lagi. Kita kehilangan kendali atas otot-otot punggung kita, sampai tak mampu duduk tegak lagi. Akhirnya, andai pun masih hidup, kita hanya mampu bernapas lewat sebuah pipa yang ditusukkan ke tenggorokan, dan meskipun nyawa kita masih ada, kesadaran masih ada, smeua itu terkungkung di dalam tubuh lumpuh, yang barangkali hanya mampu berkedip atau berdecak, seperti manusia beku yang kita saksikan dalam film-film fiksi ilmiah. Belum ada yang bertahan lebih dari lima tahun sejak pertama kali terjangkit penyakit ini.

Morrie diprediksi dapat bertahan paling lama dua tahun, tapi apakah dia menyerah begitu saja? Dia tidak berkecil hati karena ajal segera menjempunya, dia menggunakan sisa hidupnya untuk menjadi buku berwujud manusia, agar orang lain belajar dari proses kematiannya. Setelah melihat tayangan tersebut Mitch langsung mencari keberadaan Morrie dan sejak itu dia selalu menemani hari-hari Morrie. Selama menemani Morrie, Mitch mendapatkan pelajaran hidup yang sangat berharga, mereka bicara tentang dunia, mengasihi diri sendiri, penyesalan diri, kematian, keluarga, takut menjadi tua, cinta yang tak padam, tentang perkawinan, maaf, hari yang paling baik, dan masih banyak lagi. Mitch menjadi mahasiswa baru setiap selasa, mengikuti kuliah akhir sang profesor: kematiannya sendiri.

Mungkin lagi nggak mood pas baca buku ini jadi kurang emosional, padahal kalau dilihat dari isi buku ini sangat penuh dengan makna kehidupan, kita belajar dari petuah si profesor bijak. Cukup disini saja reviewnya, kalau banyak bicara nanti kamu nggak jadi nagis pas baca buku ini, saya share saja quote atau bagian favorit saya, enjoy!

Hidup ini merupakan rangkaian peristiwa menarik dan mengulur. Suatu saat kita ingin mengerjakan satu hal, padahal kita perlu mengerjakan sesuatu yang lain. Ada sesuatu yang membuat kita sakit, namun kita tahu bahwa seharusnya tidak demikian. Kita menerima hal-hal tertentu secara begitu saja, bahkan meskipun kita tahu bahwa seharusnya kita tidak pernah menikmati sesuatu secara cuma-cuma.


Yang paling penting dalam hidup adalah belajar cara memberikan cinta kita, dan membiarkan cinta itu datang. Biarkan cinta itu datang. Kita mengira bahwa kita tak usah peduli dengan cinta, kita mengira bahwa kalau terpengaruh kita akan jadi lembek. Tapi, orang bijak yang namanya Levinas pernah berkata, 'Cinta adalah satu-satunya perbuatan yang rasional.'


Memang ngeri menyaksikan bagaimana tubuhku perlahan-lahan kehilangan fungsinya. Tapi aku juga bersyukur atas kesempatan yang cukup luang bagiku untuk mengucapkan salam perpisahan. Tak semua orang seberuntung aku.


Kau memejamkan mata. Itulah bedanya.. Kadang-kadang kita tak boleh percaya kepada yang kita lihat, kita harus percaya kepada yang kita rasakan. Dan jika kita ingin orang lain percaya kepada kita, kita harus merasa bahwa kita dapat mempercayai mereka juga -bahkan meskipun kita sedang dalam kegelapan. Bahkan ketika kita sedang terjatuh.


Aku memperhatikan Morrie lebih seksama dan tiba-tiba aku sadar mengapa ia begitu senang ketika aku membetulkan letak microfonnya, atau ketika aku membetulkan bantalnya, atau ketika aku mengusap matanya. Ia haus sentuhan manusiawi. Pada usianya yang tujuh puluh delapan tahun, sebagai orang dewasa ia memberi, tetapi ia menerima sebagai seorang anak.


Yang didambakan oleh orang-orang ini pada dasarnya adalah kasih sayang namun karena tidak mendapatkannya, mereka mencari ganti dalam bentuk-bentuk lain. Mereka mengikatkan diri pada harta benda dan mengharapkan semacam kepuasan dari situ. Akan tetapi usaha mereka tidak pernah berhasil. Kita tidak dapat menukar cinta, kelembutan, keramahan, atau rasa persahabatan dengan harta benda. Harta tidak pernah menggantikan kasih sayang, begitu pula kekuasaan.


Berbuatlah apa pun yang sesuai dengan kata hati. Apabila kita berbuat demikian, kita tidak akan merasa kecewa, kita tidak merasa iri, kita tidak akan mendambakan milik orang lain. Sebaliknya, kita akan kewalahan dengan ganjaran yang akan kita terima.


Tidak ada rumus yang pasti untuk suatu hubungan. Segala sesuatunya harus dirundingkan dengan cara yang lembut, dengan memberi keleluasaan kepada kedua belah pihak untuk mendapatkan yang mereka inginkan dan mereka butuhkan, yang dapat mereka perbuat dan seperti apa hidup yang ingin mereka jalani.
Dalam bisnis, orang berunding untuk menang. Mereka berunding untuk mendapatkan yang mereka inginkan. Mungkin kau terbiasa dengan perkataan ini. Namun cinta adalah sesuatu yang berbeda. Cinta adalah ketika kau peduli dengan situasi yang tengah dihadapi oleh seseorang dengan kepedulian sama seperti terhadap situasimu sendiri.


Pernahkah Anda mempunyai seorang guru yang sejati? Orang yang melihat Anda sebagai batu berharga yang belum diolah, sebuah berlian yang, kearifannya, dapat digosok sampai berkilau? Apabila Anda cukup beruntung dapat menemukan jalan menuju guru semacam itu, Anda akan selalu tahu jalan pulang. Terkadang jalan itu harus sampai ke sisi pembaringan mereka.


Tuh kan, banjir quote.
Buku ini saya rekomendasikan bagi siapa saja yang menyukai kisah hidup yang penuh makna, sick lit atau kamu yang suka meneteskan air mata kalau baca buku.

3 sayap untuk pengalaman tiada akhir.


6 komentar:

  1. Aku mau buku ini tapi di gramedia Makassar sudah gak ada :( mulai suka mitch Albom setelah baca the five people you meet in heaven ;)

    BalasHapus
  2. Wow banjir quote banget ya. Dari ceritanya sih kayanya emang harusnya bikin nangis kejer ya. Tapi nggak ada liat buku ini di TB Gramedia Banjarmasin. Padahal kayanya buku ini cukup laris ya, secara udah cetakan ketujuh gitu.

    BalasHapus
  3. Banyak banget quotesnya, menarik & memotivasi. Dari covernya keliatan biasa aja, tapi pas di review eh ternyata mak jlebb banget

    BalasHapus
  4. Paling suka dengan quote berikut:
    "Pernahkah Anda mempunyai seorang guru yang sejati? Orang yang melihat Anda sebagai batu berharga yang belum diolah, sebuah berlian yang, kearifannya, dapat digosok sampai berkilau? Apabila Anda cukup beruntung dapat menemukan jalan menuju guru semacam itu, Anda akan selalu tahu jalan pulang. Terkadang jalan itu harus sampai ke sisi pembaringan mereka".

    Karena guru itu memang pahlawan tanpa tanda jasa. Susah loh mengajarkan orang yang belum tau apa2. Terutama anak kecil

    BalasHapus
  5. Aku baca ini waktu SMP, belum ada bahasa indonesianya. Ini salah satu buku hidup terbaik yang pernah kubaca. To Kill a Mockingbird juga bagus :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. ahhhh, To Kill a Mockingbird bagus banget, aku juga suka :)

      Hapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*

Rekomendasi Bulan Ini

Buku Remaja yang Boleh Dibaca Siapa Saja | Rekomendasi Teenlit & Young Adult

K urang lebih dua tahun yang lalu saya pernah membahas tentang genre Young Adult dan berjanji akan memberikan rekomendasi buku yang as...