Judul buku: Me Time (Cerita Mamah Muda #2)
Penulis: Lea Agustina Citra, Ken Terate, Ruwi Meita, Mia Arsjad, Donna Widjajanto
Penyunting: Donna Widjajanto
Perancang sampul: Orkha Creative
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 9786020387413
Cetakan pertama, 27 Agustus 2018
272 halaman
Buntelan dari editornya.
Anak yang menangis dan bertengkar satu sama lain. Suami yang cuek. Cucian baju dan piring yang menumpuk. Lantai rumah yang lengket karena belum dipel. Belum lagi pekerjaan demi sesuap berlian yang juga meminta perhatian.
Dilanda berbagai beban itu, apa lagi yang paling dibutuhkan para mama muda selain me time? Sejenak rehat dari hiruk pikuk rumah tangga dan kehidupan.
Namun, apakah me time dapat diperoleh dengan mudah? Bagaimana kalau me time malah menggiring para mama muda kepada kepanikan baru, eksplorasi jati diri, kenangan masa lalu, jodoh kedua, atau malah melontarkannya ke masa depan?
Nikmati kisah-kisah me time yang dirangkai lima pengarang yang juga mama muda dalam antologi ini.
Di series Cerita Mamah Muda volume dua ini para penulis yang juga seorang mama muda menceritakan berbagai me time versi mereka. Kapan me time bisa didapat? Apakah tidak masalah bila anak ditinggal dengan suami atau dititipkan mertua? Apakah rumah akan aman? Di buku ini kalian akan mendapatkan cerita mulai dari genre horor sampai fantasi.
Save The Last Dance by Lea Agustina Citra
Maya kehilangan kata-kata ketika anaknya yang paling sulung, Bian bertanya kenapa mamanya pengangguran? Sedangkan mama teman-temannya di sekolah kebanyakan pada kerja. Sejak menikah dengan Reno dan memiliki tiga anak, Maya memang fokus menjadi ibu rumah tangga. Apalagi suaminya yang dokter bedah syaraf hampir tidak pernah ada di rumah, otomatis segala urusan anak Maya yang mengurusi.
Sejak Bian menganggap mama teman-temannya lebih keren daripada dia yang hanya ibu rumah tangga biasa, Maya merasa tidak bermakna. Tentu Maya memiliki impian, terlebih ketika dia mendapatkan beberapa undangan yang sama untuk hadir di pertunjukan teater Bidadari Merah. Dulu Maya pernah bekerja sebagai koreografer di sebuah entertainment production, Jakarta Broadway Project, dan Bidadari Merah, diambil dari salah satu episode komik Jepang legendaris Topeng Kaca adalah proyek impiannya, separuh hidupnya dia terobsesi dengan kisah tersebut. Menari dan menjadi koreografer di kondisinya sekarang sangat tidak mungkin.
Ketika Maya membayangkan dirinya memilih jalan yang berbeda dengan realitas sekarang, mengutamakan passion-nya, tiba-tiba saja dia terlempar ke masa depan! Apa yang terjadi? Apakah semua benar-benar nyata? Lalu bagaimana nasib Reno dan ketiga anaknya yang masih kecil?
Sukaaaaaa banget! Pembuka yang manis, salah satu cerita favorit di buku ini. Saya suka dari segala aspek, mulai pertemuan pertama Reno dan Maya di Jerman, di mana nama mereka secara kebetulan mirip dengan tokoh utama di Topeng Kaca, Maya Kitajima dan Moreno Hayami! Perang batin yang dialami Maya sebagai ibu rumah tangga, padahal menjadi ibu rumah tangga bukan pekara mudah, salah satu 'pekerjaan' yang membanggakan juga, hanya saja melihat anaknya mengganggap hal tersebut kurang membangakan, hal tersebut cukup merisaukan.
Dan yang paling seru adalah bagaimana kalau 'seandainya' yang kita bayangkan beneran terkabul? Apakah puas? Apakah ingin kembali ke masa lalu? Gara-gara menikah dengan Reno dan memiliki tiga anak yang jarak usianya tidak terpaut jauh, Maya harus banyak berkorban. Reno tidak pernah ada untuk membantu mengasuh anak, Maya tidak bisa melakukan apa yang dia suka, jangankan melanjutkan bekerja, waktu untuk diri sendiri saja tidak ada.
Awal yang bagus sebagai pembuka, saya yakin apa yang dialami Maya pernah dialami juga oleh para mama muda yang lebih memilih anak daripada passion.
Setelah Fio Hadir by Ke Terate
Sejak Fio lahir, lebih tepatnya selama sembilan belas bulan Asti tidak pernah jalan-jalan untuk bersenang-senang, misalkan menonton bioskop, pergi bersama teman-teman dan yang paling dia rindukan menjadi MC dan penyiar radio. Asti secara penuh mengasuh Fio sendirian, tidak ingin ada babysitter bahkan tidak suka bila mertuanya turut andil, karena larangan yang dibuat Asti pasti semuanya dilanggar, dan dia tidak enak bila melarang. Lalu sebuah kesempatan yang sangat langka diberika Edo -suaminya, padanya untuk melakukan me time. Namun, kenapa dia tidak pernah bisa tenang meninggalkan anaknya, bahkan bersama suaminya sendiri?
Menjadi mama muda pasti nggak lepas dari kepanikan, apa-apa selalu merasa khawatir, berbeda dengan suami yang biasanya lebih cuek. Bahkan selama mengandung sampai kelahiran Fio, Asti tidak pernah lepas dari berbagai masalah. Mengalami morning sickness yang tiga hanya trimester awal saja, memilih melahirkan normal atau operasi, Fio yang hanya mau digendong terus, lidahnya yang pendek sehingga mempengaruhi berat badannya, mengalami periode moment of truth, sampai tidak pernah tenang dan harus segera pulang bila membawa Fio bepergian.
Ingat, As, andai kamu disuruh memilih kesempurnaan atau kewarasan, selalu pilihlah kewarasan.
Menjadi mama muda apalagi untuk pertama kali memang tidak mudah, ya. Maunya teoritis banget, tapi secara kenyataan sulit untuk dilakukan. Misalkan ajaran yang dilakukan orangtua jaman dulu dalam mengasuh anak cukup berbeda, biasanya mereka lebih memanjakan, tidak banyak aturan, padahal kalau dari pengalaman tentu mereka lebih unggul. Manfaatkan semua bantuan yang ada, saran dari kakak Asti untuk mengatasi masalahnya. Kalau tidak bisa dikerjakan sendiri, nggak ada salahnya minta tolong. Ingin sempurna tapi jadinya malah bikin stress. Endingnya bikin ngakak!
The Singing Coffin by Ruwi Meita
Saya akan melewatkan sinopsis di cerpen ini, baca sendiri biar auranya lebih terasa. Cerita-nya bagus bangetttttttt, huhuhu. Nggak salah sih kalau di tangan Ruwi Meita, yang sudah punya signature di genre thriller dan horor, cerita tentang mama muda pun bisa disulap menjadi beraura gelap dan mencekam! Kalian nggak boleh melewatkan cerita ini, salah satu paling favorit di buku ini. Plot twist-nya nendang, walau saya bisa menebak, tetap menarik untuk dibaca. Harus sabar dan jeli karena ceritanya juga menyinggung peristiwa tahun 1998.
"Setiap orang butuh sendiri. Kupikir itu tidak egois. Bukankah kita harus tetap menjaga kewarasan kita?"
Pangeran untuk Nina by Mia Arsjad
Menjadi ibu tunggal sekaligus pekerja, lepas dari perceraian yang melelehkan, belum mengurus kucing-kucing membuat Nana tidak pernah memiliki waktu sendirian untuk liburan. Beruntung dia memiliki Yama, pacarnya yang sangat pengertian, bahkan memberikan liburan gratis ke Bali. Semua urusan rumah, Nina, dan kucing semua Yama yang akan mengurus. Nana hanya perlu rileks agar pikirannya segar dan tidak mudah marah. Namun, ketika dia meninggalkan rumah, banyak masalah yang datang, misalnya ibu-ibu arisan yang rempong.
Ceritanya manis, jadi pengen punya pasangan seperti Yama yang sangat pengertian dan penyayang. Cerita ini kayak berpesan kita harus bersyukur dengan adanya orang-orang terdekat kita, apalagi pacar yang menerima kita apa adanya, jodoh kedua. Kalau bisa pepet terus jangan sampai kendor!
Tiket by Donna Widjajanto
Karena berbagai masalah yang mengiringi,kedua anak ribut dan mengurus kado untuk keluarga pas hari natal nanti, sewaktu Iliana memesan tiket untuk liburan sekeluarga ke Singapura, dia malah lupa membeli tiket untuk diri sendiri! Terpaksa hanya Carlo dan kedua anaknya yang masih kecil yang harus pergi. Apakah Carlo bisa menjaga kedua anaknya? Padahal Carlo sangat sibuk dan jarang ada di rumah, tapi susah sekali mencari tiket untuk menyusul karena pas liburan. Atau apakah Iliana sengaja agar bisa liburan sendiri?
Cerita favorit ketiga saya! Nggak mudah memang menjadi Iliana, terpaksa putus kuliah karena lebih memilih menikah muda dan mengurus anak. Sebagai penambah kesibukan, Illiana memiliki program vlog memasak di Youtube bersama Laras, teman suaminya. Namun, semua terasa salah, Illiana tidak tahu apa yang dia inginkan, apakah dia menyesal karena menikah muda? Iliana membutuhkan eksplorasi jati diri.
Menurutku, seharusnya me time itu tidak hanya digunakan untuk istirahat dan refreshing, tapi juga harus bisa digunakan untuk mengembangkan diri.
Tidak jauh berbeda dengan buku pendahulunya, Resolusi, Me Time juga memiliki tema yang sama dengan judulnya. Kali ini kita akan disuguhi berbagai macam versi me time dengan cakupan genre yang lebih luas, ada horor dan fantasi! Seperti yang saya sebutkan di atas, cerita favorit saya kali ini ada di cerpen Save the Last Dance, The Singing Coffin dan Tiket, walau dua ceritanya tidak kalah seru sebenarnya, hanya saja ketiga cerita tersebut terasa berbeda, emosi-nya terasa sekali.
Buku ini sangat saya rekomendasikan bagi para mama muda, siapa tahu dengan membaca jadi punya inspirasi me time yang seperti apa, atau bisa juga memakai cara yang sama agar bisa memiliki me time. Cocok juga dibaca untuk para suami agar tahu seperti apa susahnya menjadi seorang mama muda yang mengurus rumah dan anak, sehingga sekali-kali nggak pa-pa kok kalau mau ikutan repot, bakalan sangat membantu sekali! Dan buat para single atau calon mama atau papa muda, biar tahu gambaran orang berumah tangga itu seperti apa :)
aku kangen baca tulisannya mbak Ken Terate :(
BalasHapus