Judul buku: Di Simpang Jalan
Penulis: Titi Sanaria
Editor: Dion Rahman
Desainer sampul: Hani W & Ira Rizvi
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
ISBN: 978-602-04-7257-7
Cetakan pertama, 23 Juli 2018
400 hal.
Buntelan dari @titi_sanaria
“Kenapa, sih, lo suka banget nyiksa diri sendiri? Akhir-akhir ini lo negatif dan ini bukan lo banget, Rhe.”
"Sulit buat positif kalau suami lo nggak bisa dipercaya, Bec. Dan brengseknya, lo nggak bisa lantas berhenti mencintainya padahal udah tahu lo nggak bakal mendapatkan apa pun selain sakit hati.”
Dody dan Rhe dipertemukan oleh kehendak masing-masing orangtua. Kesan pertama saat berkenalan biasa-biasa saja, meski Rhe tahu tidak sulit bagi Dody untuk mendapatkan istri tanpa harus melalui perjodohan.
Pada pertemuan kedua, Rhe melakukan kebodohan yang disesalinya. Keisengan memancing amarah mantannya berbuntut pernyataan bersedia menikah dengan laki-laki yang belum benar-benar dikenalinya. Seperti bertaruh di meja judi, kecil kemungkinan pernikahan mereka akan berhasil. Rhe meyakini hal tersebut setelah mendapati beberapa kejanggalan dalam pernikahan mereka. Nahasnya, setelah menyadari bahwa rumah tangga yang tidak dilandasi cinta itu tidak bisa diselamatkan, dia menyesali kenyataan ini: dia sudah jatuh cinta duluan kepada suaminya.
Putus dengan mantannya yang lebih memilih bertunangan dengan wanita berdarah biru, Rheana terpaksa dihadapkan dengan rencana ibunya yang mengemban misi perjodohan dengan anak sahabatnya sewaktu sekolah dulu. Hanya satu kali pertemuan dan dia akan mengatakan kalau tidak tertarik dengan laki-laki tersebut. Namun, Dody meminta satu pertemuan lagi untuk mencari alasan karena dia tidak bisa menolak permintaan ibunya. Nahasnya, di pertemuan kedua Rhe malah membuat dirinya tidak bisa lepas dari perjodohan yang mulanya dia hindari.
Pernikahan mereka berjalan lancar, Rhe mulai bisa menerima kehadiran Dody, menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik, bahkan lama-lama dia mulai memiliki perasaan pada suaminya tersebut. Namun, semua perasaan yang dialami Rhe mulai terkikis dengan hadirnya masa lalu Dody. Rhe menganggap Dody belum bisa melupakan cinta pertamanya, misalkan saja dengan bukti masih ada foto-foto mereka berdua di kamar lama Dody di rumah orangtuanya dan wallpaper di laptop.
Hubungan mereka semakin buruk semenjak Nana kembali ke Indonesia dan berniat bercerai dari suaminya. Nana seperti ingin merebut Dody kembali. Sikap Dody pun tidak membantu, dia selalu ada bila Nana membutuhkan, kapan pun tanpa mempedulikan waktu dia akan langsung datang bila Nana memanggilnya. Dody tidak percaya ketika Rhe mengatakan bagaimana sifat Nana yang sebenarnya. Keputusan besar diambil Rhe karena sudah tidak tahan dengan rumah tangga yang tanpa cinta, dia berniat bercerai. Namun, semakin Rhe menjauh, Dody semakin mendekat.
"Cinta itu sama seperti perasaan lain, Dy. Marah, kesal, senang, dan sedih. Datang dan pergi. Nggak abadi."
"Cinta itu egois. Satu untuk satu. Saat dia memilihku, tak boleh ada tempat untuk orang lain lagi di antara kami. Tak ada opsi lain."
"Buatku, Rhe. Rumah itu bukan perwujudan bendanya. Rumah itu adalah tempat di mana aku pulang, dan ada kamu di situ."Masih khasnya mbak Titi Sanaria, penuh emosi dan candaan di saat bersamaan, ditulis dengan narasi lugas, tanpa basa basi atau kalimat penuh metafora, apa adanya alias tanpa sensor tapi masih dalam cakupan aman, sehingga terasa lepas. Hadirnya orang ketiga memang bisa ditebak, hampir selalu muncul dalam konflik yang dia buat, tapi tidak masalah, tetap menarik untuk diikuti. Satu hal yang kurang saya suka dalam setiap novelnya, saya kurang sreg dengan pemilihan nama Dody, terasa old school dan nggak kekinian, ini juga pernah saya bahas dulu, memang minor dan sangat subjektif, sih. Hanya saja ini sering banget, jadi pengin nanya ke penulisnya langsung kenapa memilih nama-nama jaman dulu untuk tokoh utamanya?
Bagian penuh emosi bisa ditemukan ketika kita melihat perkembangan hubungan Dody dan Rhe, yang awalnya tidak ada rasa cinta, lama kelamaan bersemi. Dari sisi Rhe dengan jelas kita bisa melihat dari rasa cemburu-nya pada Nana Medusa. Sifat Rhe dan Dody bertolak belakang, kalau Rhe dengan mudah mengungkapkan apa yang dia rasa karena dasarnya cerewet, berbeda dengan Dody yang pasif dan pendiam, dia lebih menunjukkan aksi daripada kata-kata basi. Gesture apa yang dia lakukan untuk mempertahankan Rhe menjadi kunci perasaanya.
Sisi humor tidak lupa penulis selipkan, bisa kita dapatkan ketika Rhe bertemu dengan dua sahabatnya, Ben dan Becca. Dialog-dialog nakal tidak lepas dari obrolan mereka, yang biasa kita dapatkan juga di kehidupan nyata, laiknya bertegur sapa dengan orang terdekat, tidak ada batasan, kita bisa menjadi diri kita apa adanya, bisa mencurahkan apa yang tidak bisa ungkapkan secara lantang. Misalkan ketika Rhe menyadari perasaanya dan Becca percaya Dody pun memiliki perasaan yang sama, dia meyakinkan Rhe untuk bertahan, sesuatu yang harus dia diperjuangkan.
Bicara Ben dan Becca, yang bakalan ada bukunya sendiri nanti, kelebihan lain dari penulis yang saya suka adalah dia menciptakan universe sendiri untuk cerita rekaanya, satu buku berhubungan dengan buku lain, memiliki benang merah, bisa dibaca terpisah. Nantinya, akan ada Starting Over, masih on goin di wattpad, yang memiliki benang merah dengan cerita Ben dan Becca. Hal ini menyenangkan karena kita bisa mengetahui kelanjutan cerita sebelumnya secara tidak langsung dan tentu menjadi ciri khas tersendiri.
Ada beberapa adegan favorit saya, misalkan waktu Rhe pingsan tapi malah Ben yang mengurusi, sewaktu Dody tiba perasaanya tergambar dengan jelas, dia merasa gagal, merasa kecewa karena di saat Rhe membutuhkan dirinya Rhe lebih memilih orang lain. Antara sebal juga dengan Dody karena sebelumnya dia bilang tidak bisa menjemput Rhe dan lebih mementingkan yang lain. Kedua saat Rhe berhadapan dengan Nana sampai tercipta adegan perang, lebih ke kocak, sih, terasa nyata saja, dan suka banget bagaimana Rhe membalasnya dengan kata-kata.
Bagi yang mencari cerita domestic drama tentang perjodohan, Di Simpang Jalan cukup recommended, membaca buku ini membuktikan bahwa kadang perasaan memang harus dilafalkan agar tidak salah sangka, agar jelas, kadang tindakan saja tidak cukup untuk sebagian orang. Ada beberapa adegan dewasa dan kata-kata vulgar tapi tidak eksplisit sehingga masih aman untuk dikonsumsi, tapi tetap disarankan khusus dewasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*