Minggu, 01 Oktober 2017

All the Bright Places by Jennifer Niven | Book Review

Judul buku: All the Bright Places - Tempat-Tempat Terang
Penulis: Jennifer Niven
Alih bahasa: Angelic Zaizai
Editor: Tri Saputra Sakti & Dini Pandia
Desain sampul: Yulianto Qin
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-602-03-6336-3
Cetakan pertama, 25 September 2017
400 halaman
Baca di Scoop
Theodore Finch terobsesi pada kematian, dan terus-menerus memikirkan berbagai cara untuk bunuh diri. Namun, setiap kali, sesuatu yang positif, betapa pun sepelenya, selalu menghentikannya. 

Violet Markey selalu memikirkan masa depan, menghitung hari sampai tiba hari kelulusannya, karena itu berarti ia akan bisa meninggalkan kota kecil tempat ia tinggal di Indiana dan kesedihan mendalam akibat kematian saudaranya baru-baru ini.

Ketika Finch dan Violet bertemu di langkan menara lonceng sekolah, tidak jelas siapa yang menyelamatkan siapa. Dan ketika mereka bekerja sama untuk mengerjakan tugas menjelajahi tempat-tempat istimewa di Indiana, Finch dan Violet malah menyadari hal-hal lain yang lebih penting: hanya  bersama Violet-lah Finch bisa menjadi diri sendiri—cowok nyentrik, lucu, yang menikmati hidup dan ternyata sama sekali tidak aneh. Dan hanya bersama Finch-lah Violet bisa lupa menghitung hari serta mulai menikmati hidup.

Tetapi, seiring meluasnya dunia Violet, dunia Finch justru mulai menyusut.

Theodore Finch berada di langkan menara lonceng sekolah setinggi enam lantai dari tanah, dia berniat bunuh diri, atau memikirkannya. Namun, sebelum bertindak lebih jauh, dia melihat seseorang yang memiliki niat sama, Violet Markey, gadis populer dan pemandu sorak di sekolah, memiliki situs terkenal bersama kakaknya, pacar dari salah satu pemain bisbol tertampan di sekolah, Ryan Cross. Finch menyadarkan tindakan Violet, dia membujuk agar turun dari langkan, tapi semua orang melihat bahwa Violet-lah yang menyelamatkan Theodore Finch dari aksi bunuh diri. Violet menjadi terkenal, dia dianggap sebagai pahlawan, hanya mereka berdua yang tahu rahasia sebenarnya, siapa yang menyelamatkan siapa.

Violet tidak kenal baik dengan Finch, dia tahu tentang dia, semua orang tahu tentang Theodore si aneh, pembuat onar, tukang kelahi, dan suka melakukan apa saja yang dia mau, kadang penampilannya berubah-ubah dan terkenal ekstrem, dia tidak bisa diprediksi dan kadang tidak bisa memendam amarah. Satu hari dia menjadi si kutu buku, lain hari dia menjadi si anak band. Violet ingin menyimpan rapat-rapat rahasia di langkan waktu itu, dia tidak ingin berdekatan dengan Finch, tapi pertemuan tersebut menjadi awal mula kedekatannya mereka. Terlebih, ketika Mr. Black memberikan tugas membuat laporan tentang keajaiban Indiana, Finch langsung mengajukan diri ingin satu kelompok dengan Violet.

Siapa yang menyangka, proyek Kelana Indiana dengan Finch mampu menyembuhkan trauma yang dihadapi oleh Violet. Finch membuat Violet 'hidup' kembali, dengan caranya yang blak-blakan, nyentrik, penuh tantangan dan kadang lucu, sedikit demi sedikit Violet bisa menemukan kembali dirinya yang dulu, bahkan menjadi pribadi yang baru dan penuh semangat. Kebersamaan mereka lama-lama menumbuhkan cinta, Finch ingin menjaga Ultraviolet Remarkey-able, dan bersama dirinya dia merasa bahagia, dia bisa sebebas apa yang dia inginkan, tidak ada yang melabeli dirinya.

Namun, usaha untuk sama-sama sembuh tidak semudah seperti yang dilalui Violet, semua tidak cukup. Finch menganggap tidak ada yang benar-benar bisa memperbaiki dirinya, dia kacau, sudah rusak, tak tertolong, dia sudah memperingatkan Violet akan hal ini, bahwa dia tidak bisa memberikan dirinya secara utuh.
"Sama denganmu. Aku ingin tahu seperti apa rasanya. Aku ingin membayangkan meloncat dari sana. Aku ingin meninggalkan semua sampah ini. Tapi ketika aku mulai membayangkannya, aku tidak suka apa yang terlihat. Kemudian aku melihatmu."
Dia oksigen, karbon, hidrogen, dan fosfor. Unsur yang sama yang juga ada di dalam tubuh kita, tapi mau tak mau aku berpikir bahwa dia lebih dari itu dan dia memiliki unsur-unsur lain yang tak pernah diketahui siapa pun, yang membuatnya berbeda dari semua orang lain. Aku merasakan kepanikan singkat saat berpikir, Apa yang akan terjadi seandainya salah satu unsur tersebut rusak dan berhenti berfungsi begitu saja? Aku menyuruh diriku menepis pikiran itu dan berkonsentrasi pada rasa kulitnya sampai aku tak lagi melihat molekul selain Violet.
Apa yang kusadari adalah, yang penting bukan apa yang kauambil. Melainkan apa yang kautinggalkan.
Kau adalah seluruh warna yang menjadi satu, yang paling benderang. 
Pernah nggak, sih, kalian membaca buku yang begitu nyesek sampai membuat dada ini sakit rasanya? All the Bright Places memberikan gambaran perasaan seperti itu, sangat sakit menerima kenyataan,  bahkan kalau depresi menular, anggap saja saya sudah terpapar sedikit. Tapi memang seperti itu, kita boleh saja berharap, tapi kita tidak bisa mengontrol keputusan orang lain. Buku ini terlalu nyata bagi saya, mungkin karena Jennifer Niven pernah bersingungan langsung akan kejadian bunuh diri sehingga membuat buku ini sangat membekas, baik bagi dirinya, maupun pembaca.

Buku ini ditulis dengan amat baik sekali, terlebih soal penokohan. Jennifer Niven membuat dua suara, melalui sudut pandang orang pertama dari Finch dan Violet, dari seorang remaja pria dan wanita, dan keduanya sangat berbeda sekali, tanpa diberi judul siapa yang berbicara, kita akan otomatis langsung mengenali suara mereka. Keduanya bukanlah karakter yang sempurna, Violet mengidap PTSD setelah kecelakaan yang menimpa dirinya dan menewaskan kakaknya, membuat dia tidak lagi bisa mengendarai mobil dan menulis, terutama menulis, hal yang sangat dikuasainya dulu. Berbeda dengan Violet yang langsung ketahuan kondisi apa yang menimpanya, Finch lebih kompleks, penulis tidak langsung mengungkapkan apa yang dialaminya, tetapi menunjukkan, melalui sifat-sifatnya, melalui tindakannya, melalui isi pikirannya, baru di belakang ketika 'bom' meletus, pembaca akan tahu apa yang sebenarnya dia alami.

All the Bright Places sangat kental akan nuansa suram, kelam dan depresif. Buku ini erat hubungannya dengan bunuh diri, lewat suara Finch, kita akan disuguhkan berbagai macam fakta tentang bunuh diri, siapa pelaku, metode apa saja, dan berapa tingkat keinginan bunuh diri yang dialami Finch. Berulang kali dia memikirkan metode apa yang cocok dengan kematiannya, sampai akhirnya dia bertemu dengan Violet, orang yang membuatnya 'mengalir', berdamai dengan dirinya sendiri, orang yang menerima dia apa adanya, orang yang membuatnya ingin melindungi, membuat Violet untuk terus hidup. Finch memberikan energi positif bagi Violet, membuatnya bangkit dan berdiri tegak. Namun sayangnya, apa yang dialami Finch tidak semudah masalah yang dialami Violet.

Tentu saja banyak pemicu, di sisi lain bahwa bipolar bisa saja merupakan keturunan. Lihat saja sosok ayah Finch, orang yang memberikan luka paling besar, ada beberapa adegan yang memperlihatkan dia juga seemosional Finch, kemarahannya. Kepedulian orang-orang di sekitar, keluarga yang menganggap enteng 'dia pergi dan pasti akan kembali' tanpa perlu mencari tahu keberadaannya, sehingga Finch merasa tidak dibutuhkan dan tidak dianggap penting. Kemudian label yang diberikan teman sekolahnya, Theodore si aneh, karena memiliki mood yang berubah-ubah, temperamental, dan memiliki penampilan yang nyentrik, membuat dirinya merasa tidak diterima.

Melalui suara Finch, kita akan tahu isi kepala seorang bipolar, bahwa kehidupan sebenarnya juga sempurna, tidak berbeda denga orang lain, punya orang yang dicintai, keluarga, bahkan sahabat. Namun, ada kekosongan yang tidak akan bisa diisi oleh siapa pun, seberat apa sudah mencari, kadang ada hal yang salah, ada yang kurang, sehingga merasa dirinya rusak dan tak tertolong. Terlalu banyak berpikir, terlalu perasa, seperti itu gambaran singkatnya. Lewat Violet kita seperti diberi gambaran bahwa kadang kita terlambat menyadari, kadang kita kurang berusaha keras untuk membantu, untuk segera mengenali apa yang sebenarnya terjadi.

Buku ini tidak melulu menampilkan adegan suram, Finch yang sinis dan terang-terangan kadang menyisipkan kalimat yang humoris, misalkan ketika dia bersama dengan kedua sahabatnya. Kelana Indiana adalah salah satu bagian yang cukup membahagiakan, bagian di mana Finch dan Violet mulai merasakan cinta, bagian di mana mereka merasa bersemangat. Bahkan di 'benteng pertahanan' yang Finch buat dengan berbagai kalimat yang disuka maupun tidak, terasa sangat membekas. Apalagi bagian saling bertukar kutipan dari Virginia Woolf, mengubah suasana depresif menjadi romantis.
Sebab orang seusiaku membutuhkan suatu tempat yang bisa mereka tuju untuk mendapatkan saran, bantuan, bersenang-senang, atau hanya berada di sana tanpa ada yang menghawatirkan mereka. Suatu tempat untuk mereka bisa menjadi tak terbatas dan tak kenal takut dan aman, persis kamar mereka sendiri.
Acap kali, penyakit mental dan emosional tak terdiagnosis karena orang yang mengalami gejalanya terlalu malu untuk bicara, atau lantaran orang yang mereka sayangi tidak menyadari atau memilih untuk tak mengenali tanda-tandanya. Menurut Mental Health America, diperkirakan 2,5 juta orang Amerika diketahui mengidap kelainan bipolar, tapi jumlah sebenarnya bisa-bisa dua sampai tiga kali lipatnya. Sebanyak 80% penderita penyakit ini tak terdiagnosis atau salah diagnosis.
Jika menurutmu ada yang salah, bicaralah.
Kau tidak sendirian.
Itu bukan salahmu.
Bantuan ada di luar sana.
Buku ini sangat bagus sekali, membuat kita lebih peduli bahwa depresi itu tidak bisa dilihat sebelah mata, efeknya bisa membahayakan, bisa berujung bunuh diri. Bipolar juga bukan sesuatu yang perlu ditertawakan, itu penyakit serius, bukan sekadar mood yang berubah-ubah dan hanya mencari perhatian, kita perlu memahami dan menerima. Baik bipolar dan depresi bisa disembuhkan atau dikontrol, jangan anggap sepele, bukan sebuah final, masih mengandung harapan.

Walau ada muatan dewasanya, buku ini bisa dikonsumsi oleh pembaca remaja ke atas. Bacalah! Sangat saya rekomendasikan terlebih bila kalian mencari genre mental illness, All the Bright Places salah satu yang terbaik.






***
Bila ada orang disekitarmu memiliki tanda-tanda pergolakan emosional, kecemasan, depresi, ketidakstabilan mental, bipolar bahkan keinginan bunuh diri, jangan diam saja, rangkul dia, peluk dia, jangan sepelekan apa yang dia rasakan. Kalau memerlukan bantuan orang yang ahli, kalian bisa menghubungi beberapa situs di Indonesia sesuai catatan editor yang ada di lebar akhir buku ini:

Into the Light Indonesia
Komunitas yang berfokus pada upaya pencegahan bunuh diri dan kesehatan jiwa dan populasi khusus lain.
Situs: https://intothelightid.wordpress.com
Instagram: @intothelightid
Twitter: @IntoTheLightID
Facebook: Into The Light Indonesia

Bipolar Care Indonesia
Komunitas sosial yang bergerak di bidang kesehatan jiwa khususnya ganguan bipolar.
Situs: http://bipolarcarecare.indonesia
Twitter: @BipolarCareInd
Facebook: Bipolar Care Indonesia

Yayasan Pulih
Lembaga non profit yang memberikan layanan psikologis terjangkau.
Situs: http://yayasanpulih.org
Instagram: @yayasanpulih
Twitter: @YayasanPulih
Facebook: yayasan Pulih Page

4 komentar:

  1. Saya akan coba baca buku ini! Sepertinya menarik! (Lirik dompet dulu :*)

    BalasHapus
  2. seminggu yg lalu ada trailer filmnya di yt, dari trailernya kok kaya ada nyesek²nya gitu, btw belum pernah baca novelnya, soon kalo ada 'duit' tak hunting itu novel keseluruh Gramedia yg ada 😅

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wajib banget baca bukunya, salah satu favoritku sepanjang masa :)

      Hapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*

Rekomendasi Bulan Ini

Buku Remaja yang Boleh Dibaca Siapa Saja | Rekomendasi Teenlit & Young Adult

K urang lebih dua tahun yang lalu saya pernah membahas tentang genre Young Adult dan berjanji akan memberikan rekomendasi buku yang as...