Judul buku: Corat-Coret di Toilet
Penulis: Eka Kurniawan
Desain sampul: Eka Kurniawan
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-602-03-0386-4
Cetakan pertama, April 2014
132 halaman
Baca di Ijakarta
"Aku tak percaya bapak-bapak anggota dewan, aku lebih percaya kepada dinding toilet."
"Nada komedi-satirnya cukup kuat dalam Corat-coret di Toilet. Cerdas juga usahanya mengangkat hal kecil yang remeh temeh menjadi problem kemanusiaan."
- Maman S. Mahayana, Media Indonesia
"I decide to translate Corat-coret di Toilet not only because it is one of Eka's best-known short stories, but because it is very blackly funny. It catches perfectly the atmosphere of student life in Indonesia at the start of the new century, as the brief promise of Reformasi was being extinguished by gangsterism, cynicism, greed, corruption, stupidity, and mediocrity. It also mirrors beautifully the bizarre lingo shared by ex-radicals, sexual opportunists, young inheritors of the debased culter of the New-Order era, and anarchists avan la lettre. Finnaly, it shows Eka's gift for starling imagery, sharp and unex-pected changes of tone, and his 'extra-dry' sympathy for the fellow-members of his late-Suharto generation."
- Benedict R. O'G. Anderson, Indonesia
Akhirnya mencicipi juga karya dari Eka Kurniawan setelah sekian lama bingung ingin memulai dari buku apa. Gara-gara challenge dari Ijakarta, terpilihlah karya fiksi pertama yang diterbitkan oleh penulis yang digadang-gadang sebagai penerus Pramoedya Ananta Toer ini, saya berkenalan dengan Eka Kurniawan lewat kumpulan cerita pendek yang berjudul Corat-coret di Toilet. Keseluruhan cerita ditulis penulis antara tahun 1999-2000. Mungkin setelah ini saya akan membaca karyanya secara berurutan sesuai tahun diterbitkannya, memulai pelan-pelan.
Prestasi Eka Kurniawan tentu tidak perlu diragukan lagi, dia adalah salah satu penulis berpengaruh di Indonesia, buku pertamanya Cantik Itu Luka (2002) menjadi pemenang penghargaan perdana World Readers. Buku kedua yang berjudul Lelaki Harimau (2004) membawa penulis masuk nominasi ke ajang penghargaan bergengsi The Man Booker International Prize 2016 serta menyabet Emerging Voices 2016 untuk kategori fiksi. Pada 2015 oleh Jurnal Foreign Policy, Eka Kurniawan terpilih sebagai salah satu Global Thinkers karena berhasil mengenalkan Indonesia di kancah kesustraan dunia. Dua novel pertamanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, Beauty is A Wound dan Man Tiger di tahun 2015. Dan tahun depan, buku ketiganya Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (2014) akah diterjemahkan menjadi Love and Vegeance.
Nama besarnya sebagai penulis sastra dalam negeri tentu membuat pembaca pop kontemporer seperti saya ini maju mundur untuk mengenal tulisannya, takut tidak bisa mencerna dengan baik, terlalu berat untuk pembaca awam khususnya sastra seperti saya. Kalau tidak dicoba tidak akan tahu, dan setelah menuntaskan buku pertamanya, ternyata sebuah langkah baik untuk memulai. Tidak seberat yang saya bayangkan, sebagian besar menyentil isu sosial dan politik, sejarah di masa lalu, nilai kemanusiaan, dan kisah cinta yang pilu. Setiap cerita memiliki twist di akhir yang kadang mengejutkan, kadang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, sangat realistis.
Total ada 12 cerita pendek, saya hanya akan membahas kisah favorit saya, sisanya; Teman Kencan, Rayuan Dusta Untuk Marietje, Kisah Dari Seorang Kawan, Dewi Amor, dan Kandang Babi biar kalian sendiri yang menafsirkan, toh favorit saya ini bisa dibilang perwakilan karena beberapa cerpen memiliki tema yang sama.
Peter Pan. Bercerita tentang si pencuri buku perpustakaan, Tuan Penyair, ia berharap akan ditangkap sehingga pemerintah benar-benar mencintai buku dan membenci pencuri buku. Bahkan sampain ribuan buku yang ia curi, pemerintah tetap saja mengabaikannya, lalu si Tuang Penyair yang kemudian memiliki julukan Peter Pan pun ingin melakukan perang gerilya. Cerita ini menyentil akan masa orde baru, di mana media dianggap berbahaya, harus dibungkam.
Dongeng Sebelum Bercinta. Tentang Alamanda yang dijodohkan oleh sepupunya sendiri, dia meminta kepada calon suaminya untuk mendengarkan dongeng Alince's Adventure in Wonderland sebelum mereka bercinta di malam pertama. Karena calon suami sangat mencintai Alamanda, dia menerima syarat tersebut. Bahkan lebih dari sebulan setelah pernikahan, Alamanda belum juga menyelesaikan dongengnya. Tentang perjodohan yang tidak diinginkan, tentang pernikahan yang tanpa cinta, endingnya begitu menendang.
Corat-Coret di Toilet. Tidak heran cerita ini menjadi judul, karena dari semua cerpen, Corat-coret di Toilet-lah yang memang fantastis. Sebenarnya ceritanya sederhana, sebuah toilet umum yang habis dicat berwarna krem yang centil. Seorang bocah berpenampilan gaya punk terkesima dengan dinding yang polos, lantas dengan spidol dia menuliskan aspirasinya akan pemerintahan saat itu. Selanjutnya, dinding toilet tersebut terisi berbagai macam komentar pengunjungnya, sarana aspirasi yang lebih bebas dan siapa saja bisa ikut ambil suara.
"Semua orang tahu belaka, toilet itu dicat agar tampak bersih dan terasa nyaman. Sebelumnya, ia menampilkan wajahnya yang paling nyata: ruangan kecil yang marjinal, tempat banyak orang berceloteh. Dindingnya penuh dengan tulisan-tulisan konyol yang saling membalas, tentang gagasan-gagasan radikal progresif, tentang ajakan kencan mesum, dan ada pula penyair-penyair yang puisinya ditolak penerbit menuliskan seluruh master piece-nya di dinding toilet. Dan para kartunis amatir, ikut menyemarakan dengan gagasan-gagasan 'the toilet comedy'. Hasilnya, dinding toilet penuh dengan corat-coret nakal, cerdas maupun goblok, sebagaimana toilet-toilet umum di mana pun: di terminal, di stasiun, di sekolah-sekolah, di stadion, dan bahkan di gedung-gedung departemen."
Di cerpen ini jugalah saya mulai menyadari apa yang menjadi kehebatan Eka Kurniawan. Deskripsinya yang amat detail sanggup membuat saya seperti tertelan ke dalam buku dan melihat langsung apa yang terjadi, merasakannya secara langsung. Misalkan saja ketika bagian ada yang buang hajat kemudian langsung meninggalkan toilet tanpa membersihkannya terlebih dahulu, bagian tersebut terasa nyata dan saya ikutan jijik ketika membacanya. Eka Kurniawan juga jago membuat kalimat satir, menyindir dan sangat tepat sasaran. Cerita ini menekankan bahwa anggota dewan hanya mengobral janji, tidak bisa dipercaya, dan kerap kali aspirasi masyarakat diabaikan begitu saja, sebagian orang lebih menyukai menyuarakan aspirasi lewat dinding toilet.
Hikayat Si Orang Gila. Tentang Orang Gila yang kerap diabaikan, padahal dia juga manusia yang membutuhkan makan, yang bisa sakit dan kelaparan. Mereka kerap kali dianggap tidak penting.
Si Cantik yang Tak Boleh Keluar Malam. Tentang orangtua yang sangat posesif terhadap anaknya, bahkan di usianya yang sudah beranjak 17 tahun, Si Cantik tidak diperbolehkan keluar malam. Cerita ini layaknya berpesan bahwa seorang anak kadang perlu kebebasan, karena semakin dikekang mereka akan semakin nekat.
Itu cinta pertamanya, dan semua orang tahu jatuh cinta seringkali membuat orang menderita. Cinta membuat orang begitu tolol, dungu, dan bodoh. Tapi kadang cinta juga membuat seseorang menjadi pemberani.
Siapa Kirim Aku Bunga?. Berlatar pada akhir tahun 20-an di Hindia Belanda, tentang Kontrolir Henri yang memiliki kisah cinta menyedihkan, dimulai dari datangnya bunga-bunga misterius yang dikirim seseorang kepadanya. Salah satu cerita yang memiliki ending tak terduga, saya sangat menyukainya. Bahwa perlakuan jahat kita kepada seseorang suatu waktu akan berbalik, akan mendapat karmanya.
Tertangkapnya Si Bandit Kecil Pencuri Roti. Kisah memilukan lainnya, salah satu cerita yang membuat dada saya terasa sesak ketiba tiba di bagian ending. Seorang bocah kecil berumur sepuluh tahun yang kerap mencuri roti dan menjadi kriminal yang dikagumi. Bahwa kadang seseorang melakukan tindakan tercela karena terpaksa, karena tuntutan hidup, andai saja ada yang memperhatikan, ada kepedulian, maka tindakan yang merugikan orang lain tidak akan terjadi.
Secara keseluruhan saya sangat puas dengan buku ini, saya menyukai tulisan Eka Kurniawan! Terlebih saya menyukai isu-isu yang dia kemukakan, yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, yang kerap kali menyentil pemerintahan, dan kadang mengingatkan kita pada sejarah. Humor yang kadang disisipkan begitu segar, membuat kenyamanan membaca bertambah. Sama sekali jauh dari bayangan bahwa saya akan kesusahan mencerna keseluruhan cerita, nyatanya saya dapat memahaminya, dapat merasakan apa yang dialami oleh para tokohnya dan larut akan kisah mereka.
Buku ini sangat tepat jika kalian ingin mencoba membaca tulisan Eka Kurniawan, cukup ringan dan mengandung banyak pesan. Walau ada beberapa bagian yang harusnya dikonsumsi oleh orang dewasa, saya rasa buku ini bisa juga dinikmati oleh para remaja.
4 sayap untuk Corat-coret di Toilet, saya jadi ingin menemukan toilet tersebut dan urun pendapat di sana :p.
NB:
Saya membaca Corat-coret di Toilet ini via aplikasi perpustakan online, Ijakarta. Ini adalah pengalaman kesekian kali saya membaca lewat aplikasi tersebut. Tidak ada kesulitan dalam mengakses, mungkin harus lebih sabar ketika buku yang ingin dibaca peminatnya banyak, kita harus masuk antrian terlebih dahulu. Namun, karena Corat-coret di Toilet merupakan salah satu tantangan membaca dari Ijakarta dan Gramedia, stok bukunya banyak, tidak perlu mengantri, bahkan saya sampai pinjam dua kali karena batas pinjam hanya tiga hari saja. Sebenarnya tiga hari cukup untuk membaca, saya selesai hanya dalam satu hari saja, pinjaman kedua untuk menulis resensinya. Ijakarta bisa didownload via ponsel Android, IOS dan PC. Pinjaman pertama saya baca via ponsel, sedangkan pinjaman kedua via dekstop, keduanya sama-sama nyaman, tergantung kebutuhan, walau kadang-kadang lemot, hehehe.
Jadi, dengan kemudahan ini tidak lagi kita kesusahan untuk membaca, kalau lagi bokek dan tidak mampu membeli buku, kita hanya perlu menjelajah Ijakarta dan mencari buku yang kita inginkan, gratis, mungkin awalnya perlu jaringan internet, tapi ketika buku sudah dipinjam dan di download, bisa kok kita membaca tanpa harus kehilangan paket data atau sinyal wifi. Banyak sekali buku terbitan grup Kompas Gramedia, jadi selamat membaca dengan gratis, jangan beli ebook bajakan apalagi buku replika. Yuk dukung penulis, khususnya penulis dalam negeri dengan menikmati karya mereka secara legal :D
woah, buku pertamanya Eka Kurniawan ya ini?
BalasHapusUdah diterjemahin ke bahasa lain, mbak? Judulnya apa ya?
Aku nyari di google nggak ketemu, haha
Makasih.
Kalau buku ini belum diterjemahin ke bahasa lain, yang novelnya, seperti yang aku sebutin di atas judulnya 😀
HapusKalau buku ini belum diterjemahin ke bahasa lain, yang novelnya, seperti yang aku sebutin di atas judulnya 😀
Hapuswaw, bagus nih bukunya
BalasHapusdari reviewnya jadi penasaran ingin baca buku ini.
BalasHapuscari-cari ke gramed yang kebetulan masih cuci gudang.
thank dan salam kenal Mbak.
Kok judul teman kencan tidak ada yaa? Mungkin bisa di tambah 😁
BalasHapus