Penjual Kenagan
Penulis: Widyawati Oktavia
Penyunting: Gita Romadhona & Yulliya Febria
Ilustrator isi: Gama Marhaendra
Desain sampul: Dwi Annisa Anindhika
Penerbit: Bukune
ISBN: 602-220-089-x
Cetakan pertama, 2013
214 halaman
Harga: 24k (beli di SCB)
Dalam Harap Bintang Pagi, bercerita tentang peri yang tidak bisa terbang kemudian dia jatuh cinta pada seorang petualang. Sayangnya sang petualang sama seperti burung yang bebas, dia tidak bisa menetap dan ingin meraih mimpinya, sedangkan sang peri tidak mempunyai sayap untuk mengikuti jejaknya.
Percakapan Nomor-Nomor, cerpen ini memiliki pesan moral kalau judi itu merugikan, bahkan bisa mengerogoti harta benda dan menghancurkan sebuh kehidupan, dan Mas Tarpin menyadari tidak ada manfaatnya dari membeli nomor-nomor dalam sebuah mimpi aneh.
Kunang-Kunang, seorang gadis yang hampir tidak mengenal Bapaknya walau mereka dalam satu rumah, Bapaknya seperti tak tersentuh, pulang ketika gadis itu sudah tertidur. Kemudian datanglah seorang paman yang menguasai hidupnya, menjodohkan dia dengan laki-laki yang tak pernah dikenalnya. Setelah menikah dia menjadi istri yang mengabdi penuh kepada suaminya dan pindah ke Jakarta. Lalu terdengar kabar kalau Bapaknya meninggal, dia pulang ke kampung untuk melayat dan setelah kembali dia membaca cerita sedih dari kunang-kunang. Cerita kunang-kunang yang jatuh cinta pada manusia.
Bawa Musim Kembali, Nak. Agak sulit mencerna cerpen terakhir ini, intinya adalah seorang ibu yang merindukan anak-anaknya yang setelah dewasa menemukan cinta dan lupa untuk kembali ke rumah lama.
Awalnya saya memberikan dua sayap untuk buku ini karena bahasanya sulit dimengerti sehingga saya tidak paham sebagian besar cerita. Ketika saya membuat review ini, saya kembali membaca dengan pelan-pelan, meresapi bahasanya dan mencoba memahami, walau ada beberapa yang masih membuat saya bingung seperti cerpen Bawa Musim Kembali, Nak dan Kunang-Kunang cerpen favorit saya bertambah, sebelumnya hanya ada dua yaitu Perempuan Tua di Balik Kaca Jendela dan Tenggara Langit, sekarang menjadi empat ditambah Penjual Kenagan dan Dalam Harap Bintang Pagi. Buku ini diwarnai dengan kesedihan, beraroma sendu dan bahasa yang puitis, tips untuk membaca buku seperti ini adalah bacalah pelan-pelan, pertama baca saya baca kilat dan sedang tidak mood untuk membaca bacaan berat sehingga saya tidak mengerti isi buku tersebut. Selain lekat dengan kesedihan, buku ini juga banyak mengandung pesan moral seperti di cerpen Percakapan Nomor-Nomor dan Tenggara Langit, ada juga yang mempunyai unsur psikologisnya yaitu di cerpen Nelangsa. Tema keluarga juga ada yaitu di cerpen Carano yang mengisi separuh buku ini dan Bawa Musim Kembali, Nak. Ada juga yang berbau fantasy yaitu di cerpen Perempuan Tua di Balik Kaca Jendela dan Dalam Harap Bintang Pagi. Komplit kan, kita akan menemukan banyak cerita dengan gaya tulisan yang sendu.
Selain minim typo, judul cerpen yang indah dan ilustrasi isinya keren banget, covernya juara! ada jendela yang bisa ditutup dan akan ada quote yang indah banget. berikut penampakan cover yang gambarnya saya ambil di blognya penulis penjualkenangan.blogspot.com.
Quotenya berbunyi:
3 sayap untuk peri yang tidak mempunyai sayap.
Penulis: Widyawati Oktavia
Penyunting: Gita Romadhona & Yulliya Febria
Ilustrator isi: Gama Marhaendra
Desain sampul: Dwi Annisa Anindhika
Penerbit: Bukune
ISBN: 602-220-089-x
Cetakan pertama, 2013
214 halaman
Harga: 24k (beli di SCB)
Hidup terlalu singkat, kata seorang kekasih menggugat cintanya yang pergi.
Bagaimana jika tak ada lagi cinta esok lusa?
Bagaimana jika jauh ternyata tak berapa lama jaraknya?
Kekasih itu menggugat.
Ia menangis.
Kenangan; satu-satunya yang paling berharga, dimungkiri oleh cintanya.
Hidup terlalu singkat, katanya lagi.
Sambil mengemasi sisa-sisa harap dan bersiap pergi.
“Semoga ada persimpangan di depan sana.
Agar aku bisa menjual kenangan dan rindu yang menyisa,”
lirih hatinya, perih.
Bagaimana jika tak ada lagi cinta esok lusa?
Bagaimana jika jauh ternyata tak berapa lama jaraknya?
Kekasih itu menggugat.
Ia menangis.
Kenangan; satu-satunya yang paling berharga, dimungkiri oleh cintanya.
Hidup terlalu singkat, katanya lagi.
Sambil mengemasi sisa-sisa harap dan bersiap pergi.
“Semoga ada persimpangan di depan sana.
Agar aku bisa menjual kenangan dan rindu yang menyisa,”
lirih hatinya, perih.
Kali ketiga saya membaca buku dari mbak Widyawati Oktavia, sebelumnya ada Kucing Melulu & Cerita Cinta (Me)Lulu di mana banyak sekali info tentang kucing persia dan saya recomendasikan bagi pecinta kucing, kalo cerita cintanya biasa, mudah ditebak. Buku kedua adalah Silang Hati, gagasduet bersama mbak Sanie B. Kuncoro yang ceritanya saya suka, beraroma sendu tapi romantis. Sejauh ini tulisan mbak Widya yang paling saya suka ada di novel Silang Hati, buku ini terlalu puitis, membuat saya berpikir keras untuk mencerna maksud yang ingin disampaikan penulis. Saya nggak suka puisi, saya lebih suka bahasa yang apa adanya sedangkan buku ini bisa dibilang diksinya indah dan puitis sekali, berbeda dengan novella yang ia tulis di Silang Hati yang menurut saya lebih to the point.
Buku ini merupakan kumpulan cerpen yang beberapa pernah dipublikasikan di media massa, berisi 11 cerita pendek. Ada satu cerpen yang mempunyai bagian-bagian tersendiri, berikut ringkasannya:
Carano, yang memiliki arti syarat meminang. Biasanya berisikan sirih lengkap dengan kapur, gambir, pinang, dan juga tembakau. Dalam rasa sirih yang manis dan pahit, ada simbol harapan dan kearifan manusia menyingkapi kekurangannya.
Ada enam cerita di bab ini; [ruang tunggu], [ruang lalu], [ruang resah], [ruang jarak], [ruang kenangan], dan [ruang takdir]. Jujur saja awalnya saya sulit mencerna cerpen-cerpen di bab ini. Inti ceritanya adalah seorang perempuan yang terluka ditinggalkan pacarnya untuk menikah dengan orang lain, selain kecewa si perempuan itu merasa menghancurkan ibunya yang ingin anaknya cepat menikah, lalu di masa depan si lelaki menyesali keputusannya, dia ingin kembali bersama dengan perempuan yang pernah dikecewakannya. Kisah cinta seorang perempuan yang berada di antara ruang-ruang tersebut, begitu penjelasan penulis yang saya baca di blognya. Adat minang kerasa sekali di cerpen ini.
Dalam Harap Bintang Pagi, bercerita tentang peri yang tidak bisa terbang kemudian dia jatuh cinta pada seorang petualang. Sayangnya sang petualang sama seperti burung yang bebas, dia tidak bisa menetap dan ingin meraih mimpinya, sedangkan sang peri tidak mempunyai sayap untuk mengikuti jejaknya.
"Oh, aku hanya tak menyukai kepergian," jawab Rayina, "selalu ada kehilangan bersamanya."
"Bagiku, kepergian tak pernah menyimpan kehilangan, Rayina. Tak pernah ada. Kepergian hanya menyimpan langkah bersamanya. Dan, memang selalu begitu. Aku bukan peminat kehilangan."
"Bagiku, kepergian tak pernah menyimpan kehilangan, Rayina. Tak pernah ada. Kepergian hanya menyimpan langkah bersamanya. Dan, memang selalu begitu. Aku bukan peminat kehilangan."
Percakapan Nomor-Nomor, cerpen ini memiliki pesan moral kalau judi itu merugikan, bahkan bisa mengerogoti harta benda dan menghancurkan sebuh kehidupan, dan Mas Tarpin menyadari tidak ada manfaatnya dari membeli nomor-nomor dalam sebuah mimpi aneh.
Kunang-Kunang, seorang gadis yang hampir tidak mengenal Bapaknya walau mereka dalam satu rumah, Bapaknya seperti tak tersentuh, pulang ketika gadis itu sudah tertidur. Kemudian datanglah seorang paman yang menguasai hidupnya, menjodohkan dia dengan laki-laki yang tak pernah dikenalnya. Setelah menikah dia menjadi istri yang mengabdi penuh kepada suaminya dan pindah ke Jakarta. Lalu terdengar kabar kalau Bapaknya meninggal, dia pulang ke kampung untuk melayat dan setelah kembali dia membaca cerita sedih dari kunang-kunang. Cerita kunang-kunang yang jatuh cinta pada manusia.
Perempuan Tua di Balik Kaca Jendela, bercerita tentang seorang ibu yang hanya tinggal dengan anak lelakinya, setiap malam sebelum tidur si ibu selalu menceritakan kisah Nawang Wulan dan Jaka Tarub di mana akhirnya selalu Nawang Wulan sampai sekarang masih mencari selendangnya. Ketika si anak menceritakan ulang cerita itu kepada teman-temannya, tidak ada yang percaya, nyatanya kisah Nawang Wulan dan Jaka Tarub berakhir Nawang Wulan menemulan selendang dan kembali terbang ke langit, sejak saat itu si anak tidak mau mendengar cerita dari ibunya. Selain bercerita tentang dongeng-dongeng si ibu juga berkata kalau mereka tidak bisa mati, ia adalah keturunan dewa dan kematian hanyalah sebuah dongeng, dan ketika si anak bertanya di mana ayahnya si ibu menjawab suatu saat pasti akan kembali. Waktu demi waktu berganti, si anak semakin dewasa dan si ibu semakin tua, si anak tidak pernah menikah demi merawat ibunya. Kematian seperti menjauh dari mereka, dan si anak bertekat untuk menemukan selendang agar ibunya bisa kembali ke langit.
Penjual Kenangan, Seorang laki-laki melihat seorang gadis yang selalu duduk di kursi kayu taman dengan keranjang rotan. Laki-laki itu sangat penasaran dengan si gadis juga dengan rotan yang dibawanya, ingin dia mengintip isinya, penjual bungakah? Suatu hari si lelaki memberanikan diri duduk di sampinya dan ternyata si gadis sudah menunggunya. Gadis itu ingin si laki-laki membeli kenagan terakhirnya. Kenagan yang pernah menjadikan hari-harinya penuh kebahagiaan selamanya. Tetapi kenagan itu menyiksanya, kenagan yang terlalu indah untuk disimpan. Si gadis ingin menukar kenagannya degan harapan.
Tenggara Langit. Suroso tinggal di rumah kayu yang sudah reyot bersama kakek-neneknya, Mbok Kartiwi dan Mbah Kandar. Suatu hari Roso mendengar kabar kalau Pak Kades membagi-bagikan kartu duit buat orang-orang miskin, lalu Roso bertanya perihal itu kepada kakeknya, bukankah kita juga miskin? Roso membayangkan kartu duit itu bisa membeli makanan enak, beli mainan dan buat sekolah. Ketika Roso mendengar Pak Kades memanggil nama-nama orang miskin, nama Mbah-nya tidak ada.
Menjelma Hujan, Bagaimana perasaanmu ketika mendengar orang yang pernah kau cintai menikah terlebih dahulu?
Nelangsa, nama itu sangat dibencinya, teman-teman sering mengejeknya dengan panggilan Angsa bodoh! Bapaknyalah yang memberikan nama itu. Selain sering memukuli ibunya, Nela mengganggap kalau Bapaknya membenci mereka berdua, Nela ingin selalu bersama ibunya. Suatu malam Nela mendengar orangtuanya bertengkar dan melihat ibunya menangis, sejak saat itu ibunya sering sakit-sakitan dan dia berjanji kalau ibunya meninggal dia akan membunuh Bapak. Tidak lama setelah itu ibunya meninggal karena bunuh diri minum racun, ada juga yang bilang awalnya racun itu untuk membunuh bapaknya. Nela pun berusaha menepati janjinya dengan menikam perut Bapak dengan pisau, yang berbuah dia dikurung, di sebuah tempat yang hampir semua pakaiannya berwarna putih-putih.
Tembang Cahaya, Seorang perempuan kembali ke kota masa kecilnya, kota di mana impiannya berada. Ketika dia berjalan-jalan berkeliling demi mengenalkan diri kepada warga kota yang tak pernah lupa padanya, ada anak kecil yang ingin mengenalkannya pada Pak Layang, laki-laki buta pembuat layang-layang yang seketika itu menginggatkannya pada masa lalu.
"Pada layang-layang, kau bisa menitipkan impian." Pak Layang bergumam, cukup jelas.
"Tapi, jangan sedih saat dia putus. Toh, memang begitulah layang-layang. Dibuat, lalu diterbangkan. Setelah puas bermain dengan angin di atas sana, akhirnya satu per satu akan putus juga. Tapi, tetap saja titipkan impian di sana. Titipkan juga cinta"
"Tapi, jangan sedih saat dia putus. Toh, memang begitulah layang-layang. Dibuat, lalu diterbangkan. Setelah puas bermain dengan angin di atas sana, akhirnya satu per satu akan putus juga. Tapi, tetap saja titipkan impian di sana. Titipkan juga cinta"
Bawa Musim Kembali, Nak. Agak sulit mencerna cerpen terakhir ini, intinya adalah seorang ibu yang merindukan anak-anaknya yang setelah dewasa menemukan cinta dan lupa untuk kembali ke rumah lama.
Awalnya saya memberikan dua sayap untuk buku ini karena bahasanya sulit dimengerti sehingga saya tidak paham sebagian besar cerita. Ketika saya membuat review ini, saya kembali membaca dengan pelan-pelan, meresapi bahasanya dan mencoba memahami, walau ada beberapa yang masih membuat saya bingung seperti cerpen Bawa Musim Kembali, Nak dan Kunang-Kunang cerpen favorit saya bertambah, sebelumnya hanya ada dua yaitu Perempuan Tua di Balik Kaca Jendela dan Tenggara Langit, sekarang menjadi empat ditambah Penjual Kenagan dan Dalam Harap Bintang Pagi. Buku ini diwarnai dengan kesedihan, beraroma sendu dan bahasa yang puitis, tips untuk membaca buku seperti ini adalah bacalah pelan-pelan, pertama baca saya baca kilat dan sedang tidak mood untuk membaca bacaan berat sehingga saya tidak mengerti isi buku tersebut. Selain lekat dengan kesedihan, buku ini juga banyak mengandung pesan moral seperti di cerpen Percakapan Nomor-Nomor dan Tenggara Langit, ada juga yang mempunyai unsur psikologisnya yaitu di cerpen Nelangsa. Tema keluarga juga ada yaitu di cerpen Carano yang mengisi separuh buku ini dan Bawa Musim Kembali, Nak. Ada juga yang berbau fantasy yaitu di cerpen Perempuan Tua di Balik Kaca Jendela dan Dalam Harap Bintang Pagi. Komplit kan, kita akan menemukan banyak cerita dengan gaya tulisan yang sendu.
Selain minim typo, judul cerpen yang indah dan ilustrasi isinya keren banget, covernya juara! ada jendela yang bisa ditutup dan akan ada quote yang indah banget. berikut penampakan cover yang gambarnya saya ambil di blognya penulis penjualkenangan.blogspot.com.
ketika jendela dibuka |
ketika jendela ditutup |
Quotenya berbunyi:
Seperti jendela yang menyetia,Keren banget kan, pembuatnya benar-benar kreatif sekali, salah satu magnet untuk membeli buku ini :D. Buku ini saya rekomendasikan buat kamu yang suka cerita berbahasa puitis, berbau sendu, sedih dan romantis.
kengan ini pun tak pernah lelah.
Akan selalu ada sela untukmu
dan harapan yang kau bawa.
3 sayap untuk peri yang tidak mempunyai sayap.
book trailer [1]
book trailer [2]
book trailer [3]
covernya cantik ya.. tapi pasti bingung pas mau disampul plastik :))
BalasHapusiya, cover yang bertipe kayak gini sayang kalo disampul XD
Hapusaku juga mikirnya gitu. Susah disampulnya, tapi kalo gak disampul juga takut lecek
BalasHapusBook trailernya ga bisa liat... jaringan lemot terus... ilustrasi didalamnya bikin penasaran ^^
BalasHapusAku suka bagian carano. Minang banget sih
BalasHapusBtw, traillernya bagus deh
kak sulis, mau pinjem review ini buat dimasukkin ke clear holder BBI guna Kumpul Penulis Jakarta 3 itu yaaa :D
BalasHapusboleh banget, Jo :)
Hapus