Kamis, 10 Mei 2018

Midnight Prince by Titi Sanaria | Book Review

Judul buku: Midnight Prince
Penulis: Titi Sanaria
Penyunting: Dion Rahman
Ilustrasi isi dan desainer sampul: Ulayya Nasution
Penerbit: Elexmedia
ISBN: 978-602-04-5783-3
Cetakan pertama, April 2018
267 halaman
Buntelan dari @titi_sanaria
“Menurutku, kamu menyukaiku.” 
“Menurutku, kamu terlalu percaya diri.” 
“Aku mengenalmu, Ka. Sebelum sesuatu yang aku nggak tahu itu apa, kamu nyaman denganku.” 

Mika sadar, sudah saatnya dia meninggalkan masa-masa terpuruk dalam hidupnya. Menjalani kehidupan normal selaiknya seorang perempuan dewasa yang bahagia, seperti kata sahabatnya. Menemukan seseorang yang tepat, menjalani hubungan yang serius, kemudian menikah. 

Lalu Mika bertemu Rajata. Semua nyaris sempurna seperti harapan semua orang untuknya, sebelum sebuah kenyataan menyakitkan menghantamnya telak. Membuatnya perlahan-lahan menghindari laki-laki itu, mengubah haluan menjadi seorang pesimis yang tak percaya pada kekuatan cinta. Dia berusaha mematikan perasaannya tanpa tahu kalau Rajata justru mati-matian memperjuangkannya. 

Jika dua orang yang sudah tak sejalan bertahan di atas kapal yang nyaris karam, akankah mereka bertahan bersama, atau mencari kapal lain untuk menyelamatkan diri masing-masing?
Mika tidak pernah berniat balas dendam, dia hanya ingin melihat keluarga yang menyebabkan adiknya mengalami Post Partum Depression. Oleh karena itu, dia meminta ayah sahabatnya untuk merekomendasikan ke rumah sakit yang mereka dirikan, bekerja di sana sebagai dokter di IGD. Namun, ketika Kinan dijodohkan dengan Dewa, anak tertua keluarga Lukito, Mika memutuskan untuk tidak bersinggungan dengan mereka, hanya mengambil dinas jaga malam, demi sahabat yang selama ini sudah berbuat banyak pada keluarganya.

Siapa yang menyangka pertemuan di atap dengan seorang lelaki yang dia sebut sebagai bintang porno membawa Mika ke sebuah hubungan terlarang. Seorang lelaki yang membuat hati Mika bergetar, seorang lelaki yang tanpa menyerah mengungkapkan perasaanya. Mau tidak mau Mika tetap akan bersinggungan dengan keluarga Lukito.
"Bahagia itu terkadang seperti alun gelombang. Dia bisa saja menggulung diri dan kembali menjauh sebelum benar-benar mengecup pasir pantai yang dikejarnya sekian lama."
Saya sukaaaaaaa Midnight Prince! Ingat, kan, di postingan sebelumnya pernah bilang kalau Titi ini mewujudkan cerita yang ingin sekali saya baca tapi nggak ada yang nulis, atau kalaupun ada tidak sesuai harapan. Sejauh ini ada tiga cerita yang Titi Sanaria buat yang selama ini saya ingin sekali membaca, menjadi favorit saya sekarang dari semua karyanya; Cinta Itu..., You Belong to Me dan Midnight Prince ini, terima kasih telah membuat salah satu impian saya dalam membaca terwujud dan sesuai ekspektasi :D

Konfliknya sederhana saja, Mika tertarik dengan seorang lelaki yang tidak pantang menyerah mengganggunya, Rajata, dan siapa yang menyangka kalau dia adalah anak kedua dari pasangan Lukito, anak dari pemilik rumah sakit tempatnya bekerja. Tidak menjadi masalah kalau saja anak ketiga, Robby, tidak menghancurkan hati adiknya. Antara rasa bersalah kepada ibu dan adiknya kalau dia menerima cinta Rajata dan kebencian yang sulit dilupakan untuk keluarga lelaki tersebut, membuat Mika tidak bisa egois. Dia sebenarnya juga mencintai Rajata, tapi dia lebih memilih mencoba melupakan dan merelakan.

Mika mungkin bikin geregetan, tapi bisa dipahami juga karena hidupnya memang nggak mudah. Kematian ayahnya membuat dia kehilangan harta baik materiil maun mental, khususnya ibunya yang perlu perawatan khusus, ditambah dengan kondisi Dhesa, memaksa dia menjadi pribadi yang kuat dan sinis akan keadaan sekitar. Karakter favorit saya tentu saja Rajata, ada bagian yang menggambarkan betapa besar perasanya pada Mika, bagian yang menjadi favorit saya.
"Aku nggak tahu apa yang bikin kamu kayak gini, Ka. Tapi aku akan nunggu sampai kamu mau mengakui bahwa ada sesuatu di antara kita. Itu nggak terbantahkan. Kamu akan tahu bagaimana sabarnya aku."
Ngomong-ngomong soal karakter, saya merasakan kecenderungan penulis dalam membuat karakter untuk tokohnya, salah satu ciri khasnya yang mudah tertebak. Tokoh perempuan yang dia buat selalu kuat, mandiri, kalem, tidak suka menjadi perhatian, dan secara fisik bukan yang rupawan, tapi setiap mengalami masalah, terlebih hatiya, dia lebih suka mengalah, tidak ingin memperjuangkan karena alasan sentimentil. Berbanding terbalik dengan tokoh lelaki, tampan, dari keluarga berada atau mandiri secara financial, lebih sering mengejar dan memperjuangkan, sekaligus cenderung posesif.

Berhubung saya suka karakter seperti itu, tidak terlalu menjadi masalah, tapi perlu perhatian juga, khususnya bagi pembaca yang ingin sesuatu yang berbeda. Ingat lagi saya pernah bilang salah satu kekurangan signature yang dimiliki penulis adalah siklus yang mudah tertebak? Seperti ini contohnya, ada kemiripan karakter dan penyelesaian konflik yang sama antara satu buku dengan lainnya. Kalau hanya bermain aman, bisa menjadi kekurangan, misalkan saja pembaca akan menjadi jenuh, karena masalah apapun yang dihadapi dengan siapapun tokohnya, pembaca dengan mudah menebak alur yang dibuat penulis.

Penulis sudah mencoba keluar dari zona nyaman melalui Dirt on My Boots, walau dari segi karakter masih memiliki kesamaan, bedanya tokoh cewek sangat vocal dan meledak-ledak, terlebih isi kepalanya, memberikan sentuhan komedi. Serta dalam buku Masih Tentang Dia penulis juga mengembangkan kemampuan menulis untuk cerita dewasa. Harapan-nya tentu akan ada sesuatu yang baru lagi sehingga pembaca pun merasa tesegarkan, hahaha.

Salah satu kekurangan, sebenarnya bukan khusus untuk buku ini, lebih keseluruhan karya Titi Sanaria, kenapa pemilihan nama sangat oldies sekali? Di zaman yang sekarang banyak pelafalan susah dan dicampur nama barat atau nama dalam negeri yang diambil dari kisah pewayangan atau sansekerta, kenapa memilih nama Robby? Sangat Mira W sekali, hahahaha. Yang paling bagus adalah Rajata, saya agak lupa, tapi kebanyakan berbau old school. Sebenarnya nggak krusial juga, sih, cuma gemes saja, bayanginnya bisa beda, loh, berasa om-om XD.

Kekurangan lain, bukunya kurang teballlll. Berasa cepet saja, padahal saya ingin interaksi antara Mika dan Rajata diperbanyak, habisnya Mika sering jual mahal, jadi nggak banyak adegan romantis sama Rajata, LOL. Semoga saja nanti kalau penulis membuat cerita tentang Robby, mereka bakal nongol lagi bahkan ada ekstra part-nya, hehehe.

Ngomong-ngomong soal Robby, saya sangat menantikan ceritanya. Saya berharap ceritanya sedikit lebih dark, melihat karakter dan masa lalu Robby yang nggak mudah, berharapnya ada sentuhan mental illness :p. Secara keseluruhan saya cukup puas, tulisan Titi sangat nagih, cocok bagi kalian yang ingin baca kisah cinta. Btw, suka covernya! Kayak gini terus, dong :p.

2 komentar:

  1. Saya justru kurang suka sama kovernya. Kelewat sederhana sehingga pas lihat di Gramedia Digital, saya belum tertarik walaupun label citylite nangkring di pojokan. Tapi setelah baca ulasan ini, kayaknya harus nyoba baca tulisan Titi Sanaria.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Covernya sinkron dengan isi cerita, kok, dan daripada cover Elex lainnya, yang ini jauh lebih bagus. Bahkan bisa dibilang Ulayya Nasution yg menjadi favorit ku sebagai desainer sampul di Elex. Jujur saja, cover buatan Elex cukup tertinggal dari penerbit lain, contohnya Gramedia, sekarang keren parah.

      Hapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*

Rekomendasi Bulan Ini

Buku Remaja yang Boleh Dibaca Siapa Saja | Rekomendasi Teenlit & Young Adult

K urang lebih dua tahun yang lalu saya pernah membahas tentang genre Young Adult dan berjanji akan memberikan rekomendasi buku yang as...