Gagas Duet ke-empat yang saya baca setelah Beautiful
Mistake, With You dan Fly To The Sky. Sama seperti sebelumnya, perasaan puas
saya dapatkan ketika selesai membacanya. Waktu ketemu Mbak Sanie kemaren,
beliau sempat bercerita sedikit tentang buku ini. Awalnya pihak Gagas meminta
Mbak Sanie untuk ikut dalam proyek Gagas Duet, karena baru saja meluncurkan
beberapa buku baru beberapa bulan yang lalu dan masih dalam proses
‘membangkitkan diri’ sehingga tidak sanggup kalau di forsir harus cepat
selesai, beliau juga berkata kalau membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
menulis. Kemudian ingatlah novella ini, bahwa sebenarnya cerita di dalam buku
ini adalah naskah lama, dirombak kembali, disesuaikan dengan selera pembaca
saat ini. Kemudian mencari pasangan duetnya, cukup susah juga karena mereka
mencari penulis yang ‘senada’ dengan tulisan Mbak Sanie. Lalu terpilihlah Mbak
Widyawati Oktavia, editor penerbit Bukune. Ketika membaca naskah punyanya Mbak
Sanie, katanya beliau serasa terkorbar semangat, banyak ide yang terlintas dan
tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan novella Persimpangan.
Walau tersaji dua cerita berbeda, keduanya mempunyai benang merah, mempunyai
setting yang sama: Gunung.
Senandung Hujan
By Sanie B. Kuncoro
“Baginya, perempuan yang menenangkan hati adalah seseorang yang serupa bunga edelweiss. Sederhana, dengan warna putih yang tidak terlalu bersih. Atau bunga perdu yang tabah menghadapi cuaca apa pun, yang bertahan sepanjang musim entah kemarau atau penghujan, tanpa meranggas.”
Rajesh bertemu gadis itu ketika sedang berteduh di sebuah
halte untuk menunggu hujan reda. Gadis itu tahu kalau Rajesh sedang flu, dia
menyarankan untuk menganggatkan diri dengan korek apai. Gadis Korek Api, itulah
sebutan Rajesh untuk gadis asing itu.
“Namun, kenangan acapkali memiliki mekanisme geraknya sendiri. Datang dan pergi tak selalu terduga. Kadang pula hilang tiba-tiba.”
“Apakah kau percaya bahwa cinta akan menemukan jalannya sendiri?”
Gadis itu menyerap konsentrasi Rajesh, bahkan ketika Rajesh
menjadi instruktur pendakian dalam rangka pendidikan dasar pengenalan alam
untuk menempa para anggota baru di klubnya, membuat dia sering disindir, digoda
teman-temannya karena dia sering melamun memikirkan Gadis Korek Api itu. Rajesh
ingin bertemu lagi, mengatahui namanya, mengetahui seluk beluk dirinya.
“Hidup acapkali menghadapkan seseorang pada berbagai arah. Ada kalanya beberapa orang akan memilih arah yang sama, menjadikan mereka berjalan beriringan dan saling mendukung satu sama lain demi menuju pada sesuatu. Ada yang terus bertahan dalam kebersamaan itu hingga tujuan akhir. Beberapa yang lain, oleh karena berbagai sebab dan alasan, sangat mungkin memilih berpisah demi arah yang berbeda. Mereka menjadi dua orang yang saling meninggalkan. Namun, tidak selalu perpisahan itu adalah kesepakatan bersama. Banyak terjadi perpisahan oleh karena keinginan sepihak. Seseorang memilih pergi, menjadikan seseorang yang lain ditinggalkan.”
Doanya terkabul ketika ada salah satu anggota terluka pada trekking itu, namun lukanya sudah
tertangani dengan baik, dan penolong itu adalah Lotus, sang Gadis Korek Api.
Lotus adalah gadis yang sangat pendiam, tenang, tanpa emosi dan dingin, dia
selalu menyendiri dan terkesan menghindari Rajesh. Tapi Rajesh tahu, inilah
kesempatan besar untuk mengenal gadis itu, gadis yang dia anggap unik dan
berbeda.
“Sering kali kesendirian itu memberi ruang untuk merasa tenteram, untuk berdamai dengan banyak hal.”
“Disadarinya satu hal, bahwa ketika hati seseorang sudah berpaling sesungguhnya tak ada lagi yang bisa dipertahankan. Hanya akan menghadapkannya pada sesuatu yang sia-sia. Meski seolah seseorang itu tetap tinggal, hatinya tidak lagi berada dalam genggaman. Hati itu telah berjarak, dan akan menjauh kemudian.”
Ketika Rajesh ingin memulai mendekati Lotus, ada gadis di
masa lalunya, yang dulu pernah melukai hatinya dengan alasan mereka sangat
berbeda, kini hadir kembali. Dialah Magni, Magnolia. Dia hadir untuk memulai
lagi hubungan dengan Rajesh, rela berubah demi mendapatkan hati Rajesh kembali.
“Ternyata keberadaan seseorang justru lebih berarti sesudah seseorang itu tidak berada di dekat kita lagi. Kehilangan justru memperlihatkan arti seseorang.”
Persimpangan
By Widyawati Oktavia
“Seperti berjalan, kita tak sempat menghitung langkah
Seperti jatuh cinta, kita tak sempat menentukan arah.”
Alasan utama Rubina mengikuti pendakian pertamanya ini
adalah karena ada laki-laki yang sangat dipujanya. Tak tanggung-tanggung,
pendakian pertamanya adalah Gunung Ciremai, Gunung tertinggi di Jawa Barat.
Dengan pengetahuan yang awam, persiapan yang minim, sebagai pemula Rubi
terhitung gadis yang tangguh, dengan penuh semangat dia ingin menaklukkan
Gunung Ciremai, gunung yang mempunyai ketinggian lebih dari tiga ribu meter di
atas permukaan laut, dan juga menaklukkan hati Aria Smarapradhipa.
“Kadang, satu-dua kenangan terkecil pun menjadi sesuatu yang sangat berharga –membuat kita merasa bahwa jalan kita pernah bersilangan pada masa lalu. Bukan hanya dua orang asing yang kebetulan bertemu dalam sebuah persimpangan. Dan. Merekatkan keeping-keping kenangan kecil itu menjadi kegiatan yang begitu menyenangkan. Tentu akan lebih menyenangkan ketika bisa melihat wujud kepingan itu. Kau seorang diberi potongan-potongan puzzle yang tak pernah kau tahu apa bentuknya, tetapi entah kenapa kau merasa itu adalah sesuatu yang menyenangkan.”
Rubina adalah satu-satunya perempuan yang ikut dalam
pendakian itu, selain Aria, ada juga Danu, Rino, Athar dan Rajesh. Mereka
sangat perhatian pada Rubina, selain seorang perempuan ini adalah pendakian
pertamanya. Orang yang sangat dekat dengan Rubina pada pendakian itu adalah
Aria, dia sangat memperhatikan Rubina, dia juga mengagumi Rubina akan
ketangguhannya, mereka sering mengobrol bersama, saling bercerita tentang masa
lalu mereka, impian mereka dan ketika momen yang sangat ditungu Rubina datang,
meilihat bintang jatuh, apalagi ditemani orang yang diam-diam dicintainya,
Rubina sangat senang. Namun, kesenagannya tidak bertahan lama, madam omen yang
indah itu Aria merusaknya dengan menyebutkan kata “dia”. Ternyata, selama ini
Rubina tidak tahu kalau ada orang yang dicintai Aria. Sejak saat itu, Rubina
selalu menghindari Aria, lebih banyak diam dan ketus bisa menjawab pertanyaan
Aria.
“Aku menyadari bahwa cinta bukanlah sesuatu yang rumit, hanya sesuatu yang membuatmu tenang-membuatmu nyaman. Dan, yang terpenting, tak membuatmu hilang harapan.”
Sejak saat itu Rubina kehilangan semangat, dia ingin segera
menyelesaikan pendakian. Aria semakin bingung dengan sikap Rubina. Sampai
mereka selesai medaki pun Rubina masih menghindarinya, sudah tidak lagi
mencari-cari sosok Aria. Namun, kini Aria lah yang selalu mencari sosok Rubina,
gadis itu tak pernah lepas dari pikirannya. Bahkan, ketika dia berkunjung ke
toko peralatan kue yang pernah diceritakan Rubina bersama pujaan hatinya, yang
ada di pikirannya hanyalah Rubina. Aria jatuh cinta pada Rubina, tak tahu kapan
dan mengapa dia suka padanya.
“Ketika jatuh cinta, ada sesuatu yang perlu kita ingat: cinta akan selalu bermuara pada keikhlasan.”
Suka, suka, suka. Kita akan disuguhi cerita yang sangat
romantis, penuh kata-kata mutiara, beraroma sendu dari tulisan mbak Sanie B.
Kuncoro dan kita akan menjumpai cerita yang sedikit lebih ringan, riang dan tak
kalah romantis juga dari mbak Widyawati Octavia. Selain covernya yang manis
banget, saya suka pemilihan judul di tiap bab yang dipilih Mbak Sanie, pas
banget dengan apa yang ingin diceritakannya. Kalau punyanya Mbak Widya, kita
akan terlena dengan kalimat-malimat puitis di bawah bab-nya. Oh ya, nama para
tokohnya indah banget :D. Alurnya maju mundur, di cerita Senandung Hujan, kita
akan dipertemukan langsung dengan Rajesh dan Lotus, bab berikutnya kembali ke
masa lalu Rajesh bersama Magni, begitu seterusnya walau porsi bagian masa lalu
lebih sedikit dan kita harus jeli, karena saya sempat bingung dengan cara
selang seling itu. Kalau di Persimpangan, alurnya flashback. Diawali dengan
keberhasilan Aria menemukan Rubia, kemudian terlempar di masa mereka pertama
kali bertemu.
Kekurangannya, kalau punyanya Mbak Sanie masih banyak
typonya, sedangkan punyanya Mbak Widya, walau hampir bersih, ada bagian yang
secara logic perlu dipertanyakan, yap, masalah perpustakaan itu, mana ada
perpustakaan yang membolehkan peminjamnya meminjam sampai dua tahun? Lewat seminggu
aja udah diubur-uber, apalagi ini universitas ternama di ibu kota.
Cerita favorit, jujur, saya lebih suka cerita punyanya mbak
Widya Octavia, karena menginggatkan saya pada seseorang yang mirip dengan
Rubina, dia akan langsung menghindar bila orang yang dicintainya itu sudah
memiliki tambatan hati, takut terluka lebih dalam, hehe, jadinya familier aja.
Bahasa yang digunakan Mbak Widya lebih ringan, kekinian. Sedangkan punyanya mbak Sanie, walau temanya
nggak jarang juga dan tokoh Magni benar-benar membuat saya sebel dan paling
antagonis di buku ini, kalimat-kalimat di cerita Mbak Sanie puitis banget,
quoteable banget.
Bagian favorit, kalau punyanya Mbak Sanie, yang romantis
banget itu waktu Lotus menyarankan Rajesh menghangatkan diri dengan korek api.
Sedangkan punyanya Mbak Widya, waktu Aria membelikan perlengkapan membuat kue,
yang udah lama banget Rubia pengen tapi nggak punya duit untuk membelinya.
Paling yahud deh adegan itu.
Benang merah, nggak asik dong kalau yang namanya duet nggak
ada benang merahnya. Disebutkan di ceritanya Mbak Sanie kalau waktu Rajesh
patah hati ditolak Magni dia melakukan pendakian sendiri. Nah, waktu sudah
sampai di gunung rajesh ketemu rombongannya Aria, tahu kan ceritanya lari
kemana? Selain latar yang sama, bahwa para lelaki pernah dicampakan oleh sang wanita juga menambah kesamaan dua cerita ini.
Riset, kemaren saya lupa menanyakan pada Mbak Sanie apakah
beliau pernah naik gunung. Membaca buku ini, kita akan merasakan kentalnya
aroma pegunungan #jiah. Persiapannya seperti apa, kita harus mengenali medannya
dulu, pertolongan pertama, tanda-tanda kalau infeksi, dsb. Dulu, waktu ‘pesta piama’
di rumahnya Mbak Sanie, beliau pernah
berkata kalau waktu muda suka banget jalan-jalan, bahkan sampai ke luar jawa,
berkunjung ke rumah temannya. Jadi penasaran apakah gunung juga pernah
dijajakinya sehingga sangat mengenal seluk beluknya atau hanya dengan melakukan
riset. Bagiannya Mbak Widya kita akan mengenal sedikit lebih dalam tentang
Gunung Ciremai, geografisnya.
Bembaca buku ini serasa dejavu, bukan soal kisah cintanya
(ngarep juga sih kalau ketemu Rajesh atau Aria :p), tapi mendaki gunungnya.
Dulu waktu SMA saya pernah menjijal mendaki gunung ke Gunung Lawu. Sebelumnya
saya belum pernah ikut kegiatan pecinta alam. Hanya karena diajak teman yang
emang suka naik gunung dan ingin mencoba sesuatu yang baru (maklum anak muda)
saya pun memberanikan diri. Apakah saya sukses? Boro-boro sampai ke puncak,
belum sampai pos pertama saja saya sudah mengalami hipotermi dan terpaksa turun
gunung karena minimnya persiapan (tanpa kaos kaki dan hanya satu jaket!) dan
shock dengan medannya, saya pun ogah kalau naik gunung lagi, tauma, kapok :D.
Buat kamu yang pengen baca kisah cinta beraroma pegunungan,
buku ini pilihannya :D.
4 sayap untuk Cintaku bersemi di puncak Gunung :D
Penulis Sanie B. Kuncoro & Widyawati Oktavia
Editor: Ayuning
Cover: Dwi Anissa Anindhika
Penerbit: Gagasmedia
ISBN: 979-780-479-8
Cetakan pertama, 2012
324 halaman
NB: Sempat gagal mendapatkan buku ini karena g menang kuis *padahal ngarep banget dapet tanta tangannya kedua penulis*. Akhirnya saya bisa juga menikmati buku ini, makasih sekali buat Mbak Sanie karena telah memberi saya kesempatan membaca dan mereview buku ini, maaf agak lama, biasa banyak order #alesan :P
Review ini saya ikutkan dalam Annual Contest yang diadakan oleh Oky, dengan syarat: ada nuansa"sendu" di dalam cover bukunya.
Waduhhh puanjang reviewnyaaaaaa ... pasti Sulis seneng banget reomance mantap keren ginih. Aku juga suka yg tulisannya mbak Sanie. Kalo yang Rubina terlalu keras hati *digebuk Aria
BalasHapusEh pengalaman temenku dia pinjem hampir 3 tahun dan ketika di balikin akhirnya kena denda sktr 2jt
BalasHapusBukunya so sweet banget
BalasHapusAku paling suka kalimat ini “Ketika jatuh cinta, ada sesuatu yang perlu kita ingat: cinta akan selalu bermuara pada keikhlasan.”
Dulu sebenernya sempet ikutan quiz buat ngedapetin novel ini dari penulisnya langsung, tapi gagal :( Pengen bacaaaaaaaaa.
BalasHapus