It Ends With Us
Penulis: Colleen Hoover
Alih bahasa: Nur Anggraini
Editor: Mery Riansyah
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-602-03-3973-3
Cetakan pertama 2019
480 hal.
Baca di Gramedia Digital
Semua bermula dari pertemuan tak sengaja di sebuah rooftop. Lily berusaha menenangkan diri setelah kematian ayahnya dan Ryle, dokter neurosurgeon tampan, mengaku sedang menepi dari tekanan pekerjaan. Sebagai dua orang asing yang tidak berencana bertemu lagi, mereka merasa nyaman saling berbagi kejujuran telanjang—cerita tentang luka masa lalu dan segala hal yang tidak pernah dibagi pada orang terdekat.
Beberapa bulan kemudian, takdir kembali mempertemukan Lily dan Ryle. Dengan mudah mereka menjadi pasangan yang nyaris sempurna dan penuh kebahagiaan. Kecuali satu hal: Ryle terlalu mencintai Lily hingga membuatnya sanggup memukuli kekasihnya hingga babak belur karena alasan cemburu.
Kebanyakan orang bertanya-tanya dan menyalahkan, mengapa Lily tidak pergi saja dan meninggalkan semuanya? Mengapa ia begitu naif memaafkan Ryle berulang kali? Mengapa ia bertahan dalam hubungan yang tidak sehat?
Namun, mengapa tidak ada yang bertanya alasan Ryle tega berbuat abusif? Bukankah seharusnya segala tudingan diarahkan pada pria yang tidak mampu mengendalikan emosi sebagai alasan melakukan KDRT?
Lalu bagaimana hubungan ini harus diakhiri?
Di akhir bagian, penulis memberikan sebuah catatan (yang sebaiknya kalian baca di akhir juga karena mengandung spoiler) darimana ide buku ini tercipta. Sebelumnya, Colleen berkata dulu dia menulis hanya untuk hiburan, dia tidak menulis untuk mendidik, membujuk, atau memberitahu. Namun, berbeda dengan It Ends With Us, buku ini adalah buku tersulit yang Collen tulis, bukan hiburan buatnya, karena berdasarkan kisah nyata ibunya yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, oleh ayahnya sendiri.
Colleen juga menuliskan, dia tidak bermaksud menjadikan situasi di dalam cerita ini mendefinisikan kekerasan domestik, setiap kejadian berbeda dan bisa memiliki akhir yang berbeda pula. Dia hanya ingin mengeksplorasi hubungan Lily dan Ryle, sehingga bisa merasakan apa yang dirasakan ibunya dulu, keputusan yang diambil tentang lelaki yang dia cintai segenap hati. Collen ingin menulis kisah tentang perempuan seperti ibunya, ingin menulis untuk semua orang yang tidak terlalu memahami para perempuan seperti dia.
"Tidak ada orang jahat. Kita semua hanya orang biasa yang kadang melakukan hal-hal buruk."
Lily dan Ryle bertemu pertama kali di sebuah atap gedung, Riley mengira Lily akan buruh diri, sedangkan Lily melihat Riley sedang melampiaskan kemarahannya. Mereka kemudian mengobrol, dua orang asing tentang kejujuran terlarang. Lily yang bercerita tentang anti-eulogi yang dia berikan di pemakaman ayahnya, dan Riley tentang hari buruk di tempat kerja. Mereka mengira itu adalah terakhir kali mereka bertemu, tapi beberapa bulan berikutnya mereka terhubung kembali dan tidak membutuhkan waktu lama, mereka saling jatuh cinta.
Lily tahu kalau Ryle sedikit temperamen, melihat pertemuan pertama mereka, tapi siapa sangka suatu hari ketika mereka di dapur, Ryle hendak mengambil makanan dari microwave, lupa tanpa alas, tangannya terbakar karena kepanasan, Lily tertawa, dan tanpa peringatan atau tanda-tanda, Ryle langsung memukulnya. Itu lah kali pertama Lily menyadari kalau dia menikahi lelaki yang mirip dengan ayahnya.
Saya menyetujui perkataan Collen, bahwa buku ini berbeda dengan tulisan dia sebelumnya, buku ini bukan untuk hiburan, buku ini sangat emosional, sangat nyesek ketika membaca. Saya sama seperti Lily, dari awal jatuh cinta setengah mati pada Ryle, tapi apa yang dia lakukan sangat buruk dan menyakitkan, lalu muncul pembenaran, seperti kejadian ini tidak akan pernah terjadi lagi, tentang masa lalu Ryle yang berdampak pada dirinya sekarang, tentang Ryle yang sebenarnya berbeda dengan ayah Lily. Tentang Lily yang berbeda dengan ibunya, karena dia memiliki kestabilan finansial dan tempat untuk pergi, dia lebih berani, tapi keputusan yang diambil sama beratnya dengan ibunya dulu, selalu ada pembenaran lain atas apa yang terjadi.
Lalu ada bagian pula ketika Lily menemukan buku harian atau lebih bisa disebut sebagai surat untuk Ellen DeGeneres, tentang kehidupan remajanya dulu, tentang gelandangan yang tinggal di belakang rumahnya, tentang Atlas, cinta pertama Lily.
Dulu saya pernah dimintai rekomendasi buku tentang kekerasan dalam hubungan, domestic violence, toxic relationship, memiliki akhir yang bukan abu-abu, yang memberi kejelasan. Sekarang saya bisa menjawabnya. Dulu saya merekomendasikan Someday - Winna Efendi, bacalah! Sama bagusnya, posisinya tergeser di urutan kedua karena buku ini menempati posisi pertama. Buku ini benar-benar memberikan solusi, mungkin bukan satu-satunya, seperti yang dikatakan Collen di awal tadi, setiap situasi berbeda dan memiliki akhir yang berbeda pula. Hanya saja, kalau kalian mengalami hal yang sama dan bingung harus melakukan apa, karena pembenaran yang kalian buat, akhir buku ini bisa menjadi salah satu solusi, karena benar-benar final. Terlebih Colleen mengalaminya sendiri sehingga terasa realistis. Makanya buku ini menjadi paling favorit untuk kategori toxic relationship.
Ada bagian yang sangat saya suka:
"Mom?" ujarku, sambil melepas diri. "Aku ingin jadi seperti Mom saat aku besar nanti."
...
"Masih ingat hari ketika kau harus mengucapkan eulogi untuk mendiang ayahmu? Aku tahu lidahmu tidak kelu karena gugup, Lily. Kau berdiri di podium dan kau sengaja tidak mau mengucapkan satu pun hal baik tentang lelaki itu. Saat itulah aku merasa bangga sekali padamu. Hanya kau satu-satunya dalam hidupku yang pernah membelaku mati-matian. Kau tangguh saat aku ketakutan." Setetes air mata ibuku bergulir saat dia berkata, "Jadilah perempuan itu, Lily. Berani dan percaya diri."
Hei, buat kalian perempuan di luar sana, jadilah berani dan percaya diri 💪😀
aku baca review ini jadi emosional lg. sumpah gak bohong ini ceritanya sedih bangeettttttttt prosesnya, walaupun endingnya bener sih, emang final, dan yang terbaik juga
BalasHapusNah, kan! Emang favorit banget buku ini :)
Hapus