By Sefryana Khairil
Penerbit: Gagasmedia
Desain cover: Jeffri Fernando
Cetakan: I, 2010
ISBN: 979-780-408-9
244 halaman
Kayaknya Sefry spesialis penulis pernikahan deh, baca tiga bukunya dan semua tentang pernikahan, tak apalah, untung genre favorit saya :))
Di Rindu, kita akan mendapatkan cerita tentang bagaimana kehilangan seorang anak itu bisa mengakibatkan retaknya rumah tangga. Hal inilah yang dialami oleh Zahra dan Krisna yang kehilangan satu-satunya anak mereka, Daffa, akibat kecelakaan. Tak ada lagi tawa, kehidupan mereka selalu dipenuhi akan kehilanggan Daffa. Zahra menjadi tidak bersemangat, di pikirannya hanya ada Daffa, Daffa dan Daffa, betapa sunyi tanpa kehadiran anak laki-lakinya itu. Karena terlalu bersedih, Zahra malah melupakan tugasnya sebagai seorang istri, melupakan tanggung jawabnya.
Sedangkan Krisna merasakan kesedihan yang dobel, dia tidak hanya kehilangan Daffa tetapi mulai kehilangan Zahra, istrinya. Dia tidak tahu bagaimana lagi caranya membahagiakan Zahra yang terpuruk, yang lebih sibuk menyesali diri sendiri dan cuek dengannya karena terlalu sering memikirkan Daffa, mereka saling menyalahkan, menyalahkan keadaan, menyalahkan semuanya sehingga memunculkan jarak yang membentang diantara mereka, semakin lama semakin jauh.
Quotes favoritku adalah
“Kehilangan, kegagalan, akan memberimu pelajaran menjadi manusia yang lebih baik. Kalau kamu nggak pernah salah, kamu selalu berbuat begitu, kan? Terus, terus, sampai lupa diri.”
“Menjadi bahagia bukan bagaimana bisa tersenyum, tapi bagaimana bisa menerima dengan hati lapang.”
Sedangakan adegan favoritku ada di halaman 226 waktu Krisna meminta Zahra kembali, dia bilang,
“Aku memang pernah bilang akan berhenti mencintai kamu, tapi itu bohong. Nyatanya, aku selalu nggak bisa. Berusaha berhenti mencintaimu lebih sulit daripada memulainya.” Awwww indah ya :D
Kehilangan anak memang sangat berat, bahkan kadang bisa memicu retaknya rumah tangga, tema itulah yang disuguhkan penulis dalam novelnya kali ini, sepanjang cerita kita akan melihat kesedihan yang mendalam seorang ibu kepada anaknya yang talah tiada, betapa berat melepas kepergiannya. Selain itu, kita juga mendapat gambaran sedihnya seorang ayah, Krisna memiliki cara tersendiri, berusaha tegar untuk Zahra walaupun dia juga merasakan kesedihan yang sama, dia juga memikirkan kesehatan dan perasaan istrinya, tanggung jawabnya lebih banyak, ditambah lagi dia merasa gagal untuk melindungi keluarganya.
Penulisan cerita masih khasnya Sefry, kata-kata, adegan yang romantis, tokoh wanita yang kuat, dan selalu ada cuplikan lagu di tiap babnya. Tapi, saya tidak terlalu menikmati novel ini, tidak seperti waktu membaca Coming Home dan Dongeng Semusim, tidak terlalu ngreget. Mungkin disepanjang cerita hanya berisi kesedihan Zahra sehingga serasa sempit ceritanya, tokohnya juga tidak terlalu banyak tapi itu memudahkan saya untuk tahu dan memahami posisisi mereka. Sukanya, Sefry selalu menyelesaikan masalah diantara tokohnya tanpa menghadirkan pihak ketiga, benar-benar menyerahkan masalah mereka untuk diselesaikan sendiri.
3 sayap untuk Zahra yang sedih terus.