Unfriend You: Masikah Kau Temanku?
Penulis: Dyah Rinni
Editor: Nico Rosady
Proofreader: Jia Effendie
Desain sampul: Levina Lesmana
Penerbit: GagasMedia
ISBN: 979-780-648-0
Cetakan pertama, 2013
278 halaman
Buntelan dari @GagasMedia
Aku adalah noda untuk dosa yang tak kulakukan.
Aku mencoba bertahan, berusaha mengerti;
mungkin ada bagian dari dirimu yang tak bisa kuraih.
Namun, yang tak kunjung kupahami,
mengapa ada persahabatan yang menyakiti?
Akhir-akhir ini saya kerap mendengar dan melihat berita tentang bullying, bahkan sampai memakan korban. Walau nggak melihat langsung, ada teman yang bercerita kalau ada pasien anak kecil yang wajahnya dibakar sama teman sekolahnya, miris banget dengernya, gimana dengan masa depannya? Lalu berita yang sedang hangat kemarin, kakak kelas memukul adik kelasnya sampai meninggal, padahal hanya melakukan kesalahan kecil yaitu menjatuhkan makanannya, itu pun sudah minta maaf dan mengantinya. Dan semua itu dilakukan oleh anak SD, gimana besarnya nanti? Saya merasa anak jaman sekarang berbeda sekali dengan anak jaman dulu, dewasa sebelum waktunya, kasar dan tak berperasaan, saya setuju kalau pendidikan SD harusnya lebih menguatkan nilai moral dan pendidikan agama, itu pondasi penting untuk membentuk sifat anak, bukannya dijejali dengan mata pelajaran yang sangat rumit.
Bukan sekali ini saya membaca buku bertema tentang bullying namun tetap saja menarik untuk dibaca, memahami dan mengenal lebih dalam akan isu yang kerap menyerang kaum remaja ini, bahkan bisa siapa saja. Bedanya, penulis memilih menceritakan dari segi penonton, cukup jarang karena biasanya dari si korban.
Tokoh utama buku ini adalah Katrissa, dia bagian clique-nya Aura dan Milani, dua orang paling ngetop di Eglantine High. Dulunya Katrissa adalah murid cupu, nggak ngetop sama sekali dan nggak punya teman, makanya dia seneng banget ketika Aura mengajaknya bergabung dan bermetamorfosis menjadi gadis jelita, dia mulai meninggalkan hobby papercraft dan teman-teman lamanya, Katrissa merasa dianggap, dan Aura nggak suka kalau Katrissa berteman dengan orang-orang geek. Sampai Priska datang. Priska yang sangat pede, cantik membuat Katrissa takut kalau posisinya nanti digantikan oleh dia. Priska menginggatkannya pada seorang teman yang dulu menghianatinya, merebut apa yang dia sayang, dia tidak ingin keluar dari cliquenya Aura, kalau dia terdepak artinya dia tidak akan punya teman.
Priska sendiri anak pindahan, orangtuanya bercerai dan di Jakarta dia diasuh oleh bibinya. Perangainya yang ceria dan penampilan yang menarik memudahkannya akrab dengan orang lain, tidak susah untuk masuk ke cliquenya Aura. Milani pun sebenarnya tidak suka dengan Priska, dia terlalu menonjol, Aura baru menyadari ketika Priska flirting dengan Jonas, pacarnya, membuat dia gerah dan harus menguji apakah dia pantas ikut dengan clique mereka. Memakai pakaian yang tidak pantas ke sekolah, membuatkan tugas bahkan sampai mengutil adalah ujian yang harus dijalani oleh Priska. Dan yang paling parah, Aura menyuruhnya untuk mati saja.
Katrissa tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong Priska, dia sudah membujuk Aura agar jangan diteruskan tapi ancaman dialah target berikutnya membuat nyali Katrissa mengecil, dia memilih mundur, terpaksa membantu Aura melancarkan perbuatannya, mencari selamat, dan menjadi penonton. Hal yang sangat disayangkan oleh Langit, teman Katrissa yang juga pernah menjadi korban bullying. Membuat Katrissa berulang kali memikirkan langkah apa yang akan dia ambil, apakah menjadi penonton yang tega melihat penderitaan orang lain? atau menjadi penyelamat yang bisa menjadikan dia korban bullying selanjutnya?
Aura yang merasa superior, begitu disentil sedikit saja langsung ingin melenyapkan pelakunya. Saya belum pernah menemui orang seperti Aura secara langsung, keren sih ada tapi yang mempunyai sifat seperti dia belum pernah. Apakah orang seperti Aura ini sering ditemui di sekolah-sekolah bertaraf Internasional yang kalau makan di kantin punya meja pribadi dan di sekolah yang tiap jumat pakai baju bebas? Karena saya sering menemui di kebanyakan novel yang bersetting di sekolah beken, bahwa orang seperti Aura inilah yang sering muncul jadi si jahat atau si kakak kelas yang merasa berkuasa. Yah, mungkin sifat superior inilah yang menjadikan mereka tanpa kenal rasa takut dan tega berbuat keji pada yang lemah, tentunya ditambah tidak adanya rasa empati dan latar belakang kehidupan pribadi si pelaku juga, penulis tidak semata-mata menunjukkan sisi gelap Aura tapi juga sebab kenapa dia bisa seperti itu.
Untuk Katrissa, saya rasa penulis cukup sukses menggambarkan dirinya, peralihan dari si penonton menjadi si korban juga tidak tergesa-gesa, saya bisa merasakan kenapa dia sangat takut tidak punya teman yang menjadi dasar dia tidak ingin lepas dari clique-nya Aura sampai merasa kalau Aura berubah dan tindakannya sudah kelewat batas. Perasaan galau pasti ada, ada akibat yang perlu dipertimbangkan Katrissa untuk mengambil keputusan yang tepat. Langkah yang dipilih Langit pun saya rasa juga realistis, yang hanya bisa dilakukannya adalah selalu menemani dan memberi dukungan, menguatkan, membuat si korban berani mengadukan perbuatan kepada pihak yang seharusnya menjadi pengawas, dalam hal ini para guru dan orangtua.
Endingnya juga memuaskan bagi saya, semua masalah terselesaiakan sebagaiamana mestinya, walau banyak tokoh yang bermunculan fokus penulis tetap pada Katrissa, porsi para pemeran pendukung tidak berlebihan. Pengennya porsi Langit di perbanyak, ahahaha. Tapi kalau ditanya siapa karakter yang paling nyebelin maka saya menjawab, Jonas! Plin plan banget orangnya, entah penulis kecolongan atau emang dibuat seperti itu rasanya Jonas menaruh perhatian pada Katrissa tapi di bagian lain dia tertarik pada Priska, padahal dia tahu Priska orangnya seperti apa, yah intinya nggak konsisten dan nggak gentle, begitu Priska dan Katrissa di bully dia malah diam saja dan tidak mau terlibat padahal masalah kan munculnya dari dia. Kekurangan lain menurut saya adalah ketika flashback ke masa lalu Katrissa, penulis melakukannya kurang mulus, saya sempat bingung dengan alur cerita dan bahkan mengulangi membaca karena bingung, ceritanya kok tiba-tiba berubah, dan inginnya penulis lebih detail membahas tentang papercraft, keren loh keahlian itu :)
Buku ini saya rekomendasikan untuk siapa saya, khususnya bagi remaja dan Stop Bullying!
3.5 sayap untuk papercraft.
Bukan sekali ini saya membaca buku bertema tentang bullying namun tetap saja menarik untuk dibaca, memahami dan mengenal lebih dalam akan isu yang kerap menyerang kaum remaja ini, bahkan bisa siapa saja. Bedanya, penulis memilih menceritakan dari segi penonton, cukup jarang karena biasanya dari si korban.
Tokoh utama buku ini adalah Katrissa, dia bagian clique-nya Aura dan Milani, dua orang paling ngetop di Eglantine High. Dulunya Katrissa adalah murid cupu, nggak ngetop sama sekali dan nggak punya teman, makanya dia seneng banget ketika Aura mengajaknya bergabung dan bermetamorfosis menjadi gadis jelita, dia mulai meninggalkan hobby papercraft dan teman-teman lamanya, Katrissa merasa dianggap, dan Aura nggak suka kalau Katrissa berteman dengan orang-orang geek. Sampai Priska datang. Priska yang sangat pede, cantik membuat Katrissa takut kalau posisinya nanti digantikan oleh dia. Priska menginggatkannya pada seorang teman yang dulu menghianatinya, merebut apa yang dia sayang, dia tidak ingin keluar dari cliquenya Aura, kalau dia terdepak artinya dia tidak akan punya teman.
Priska sendiri anak pindahan, orangtuanya bercerai dan di Jakarta dia diasuh oleh bibinya. Perangainya yang ceria dan penampilan yang menarik memudahkannya akrab dengan orang lain, tidak susah untuk masuk ke cliquenya Aura. Milani pun sebenarnya tidak suka dengan Priska, dia terlalu menonjol, Aura baru menyadari ketika Priska flirting dengan Jonas, pacarnya, membuat dia gerah dan harus menguji apakah dia pantas ikut dengan clique mereka. Memakai pakaian yang tidak pantas ke sekolah, membuatkan tugas bahkan sampai mengutil adalah ujian yang harus dijalani oleh Priska. Dan yang paling parah, Aura menyuruhnya untuk mati saja.
Katrissa tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong Priska, dia sudah membujuk Aura agar jangan diteruskan tapi ancaman dialah target berikutnya membuat nyali Katrissa mengecil, dia memilih mundur, terpaksa membantu Aura melancarkan perbuatannya, mencari selamat, dan menjadi penonton. Hal yang sangat disayangkan oleh Langit, teman Katrissa yang juga pernah menjadi korban bullying. Membuat Katrissa berulang kali memikirkan langkah apa yang akan dia ambil, apakah menjadi penonton yang tega melihat penderitaan orang lain? atau menjadi penyelamat yang bisa menjadikan dia korban bullying selanjutnya?
Kata-kata bisa menyakitkan. Kata-kata bisa menghancurkan sahabat kita. Gosip, ejekan, panggilan nama jelek, pengucilan bisa mengirimkan sahabatmu ke palung derita yang paling dalam. Kita tidak pernah menyadarinya. dan saat sadar, kita telah kehilangan sahabat kita dan berteman dengan penyesalan.Poin plus untuk penulis adalah dia cukup detail menggambarkan isu bullying dan terkesan realistis, baik dari segi pelaku, korban dan penonton. Kenapa seseorang bisa menjadi pembully? Orang seperti apa yang biasanya dibully? Kenapa orang yang melihat perbuatan seperti itu berdiam diri saja? Kita bisa melihatnya dari background karakter Aura, Katrissa, Priska dan Langit.
Tetapi kata-kata juga bisa menyembuhkan. Kata-kata bisa menghentikan semua bullying ini. Pelukan bisa menguatkan dan senyum bisa membuat hidup semua orang menjadi lebih baik.
Aura yang merasa superior, begitu disentil sedikit saja langsung ingin melenyapkan pelakunya. Saya belum pernah menemui orang seperti Aura secara langsung, keren sih ada tapi yang mempunyai sifat seperti dia belum pernah. Apakah orang seperti Aura ini sering ditemui di sekolah-sekolah bertaraf Internasional yang kalau makan di kantin punya meja pribadi dan di sekolah yang tiap jumat pakai baju bebas? Karena saya sering menemui di kebanyakan novel yang bersetting di sekolah beken, bahwa orang seperti Aura inilah yang sering muncul jadi si jahat atau si kakak kelas yang merasa berkuasa. Yah, mungkin sifat superior inilah yang menjadikan mereka tanpa kenal rasa takut dan tega berbuat keji pada yang lemah, tentunya ditambah tidak adanya rasa empati dan latar belakang kehidupan pribadi si pelaku juga, penulis tidak semata-mata menunjukkan sisi gelap Aura tapi juga sebab kenapa dia bisa seperti itu.
Untuk Katrissa, saya rasa penulis cukup sukses menggambarkan dirinya, peralihan dari si penonton menjadi si korban juga tidak tergesa-gesa, saya bisa merasakan kenapa dia sangat takut tidak punya teman yang menjadi dasar dia tidak ingin lepas dari clique-nya Aura sampai merasa kalau Aura berubah dan tindakannya sudah kelewat batas. Perasaan galau pasti ada, ada akibat yang perlu dipertimbangkan Katrissa untuk mengambil keputusan yang tepat. Langkah yang dipilih Langit pun saya rasa juga realistis, yang hanya bisa dilakukannya adalah selalu menemani dan memberi dukungan, menguatkan, membuat si korban berani mengadukan perbuatan kepada pihak yang seharusnya menjadi pengawas, dalam hal ini para guru dan orangtua.
Endingnya juga memuaskan bagi saya, semua masalah terselesaiakan sebagaiamana mestinya, walau banyak tokoh yang bermunculan fokus penulis tetap pada Katrissa, porsi para pemeran pendukung tidak berlebihan. Pengennya porsi Langit di perbanyak, ahahaha. Tapi kalau ditanya siapa karakter yang paling nyebelin maka saya menjawab, Jonas! Plin plan banget orangnya, entah penulis kecolongan atau emang dibuat seperti itu rasanya Jonas menaruh perhatian pada Katrissa tapi di bagian lain dia tertarik pada Priska, padahal dia tahu Priska orangnya seperti apa, yah intinya nggak konsisten dan nggak gentle, begitu Priska dan Katrissa di bully dia malah diam saja dan tidak mau terlibat padahal masalah kan munculnya dari dia. Kekurangan lain menurut saya adalah ketika flashback ke masa lalu Katrissa, penulis melakukannya kurang mulus, saya sempat bingung dengan alur cerita dan bahkan mengulangi membaca karena bingung, ceritanya kok tiba-tiba berubah, dan inginnya penulis lebih detail membahas tentang papercraft, keren loh keahlian itu :)
Teman tidak saling melukai. Teman saling menghormati, mencintai, menghargai. Hentikan sebelum terlambat. Tidak ada yang berhak hidup dalam luka. Tidak juga kamu atau pun kita semua.Mengadukan perbuatan jahat bukanlah tindakan pengecut, kita bisa mencegah munculnya penjahat baru, bisa menyelamatkan nyawa seseorang. Bullying adalah salah satu kejahatan yang cukup serius, sama halnya dengan pelecehan seksual terhadap anak kecil atau bahkan pembunuhan. Bullying menyakiti dari segi fisik dan psikis, bisa menyebabkan trauma yang mendalam, bisa merusak masa depan seseorang. Menurut saya, pesan inilah yang ingin disampaikan oleh penulis.
Buku ini saya rekomendasikan untuk siapa saya, khususnya bagi remaja dan Stop Bullying!
3.5 sayap untuk papercraft.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*