(Me)mories
Penulis: Nay Sharaya
Editor: Anin Patrajuangga
Desain kover: Lisa Fajar Riana
Penerbit: Grasindo
ISBN: 978-602-251-329-2
Cetakan pertama, 2014
288 halaman
Buntelan dari @InayahSyar
Kau menganggapku seorang
puteri, bukan? Lalu, apa jadinya jika kau tahu, sosok puteri yang
diam-diam menyergap hatimu ini hanya seorang makhluk aneh kesepian, yang
kehilangan jati dirinya. Apakah cinta akan tetap sama?
Ternyata,
ini hanyalah tentang sepenggal kisah-kisah di ujung hari yang menunggu
akhir. Tapi, saat ia ingin menyerah, seseorang tiba-tiba membuat janji.
“Membuat kamu aman adalah kegemaranku yang baru. Jadi siap-siap saja aku lindungi, oke?”
Hanya
karena sebuah janji, sesuatu berubah. Sebuah janji yang membuatnya
mulai percaya dan berharap. Namun kemudian, ia sadar bahwa sebuah janji
tak akan pernah bertahan lama. Karena itu, ia memutuskan untuk menjauh
dan bertahan dengan caranya sendiri.
"Pernah suatu saat aku
mencoba membayangkan masa depanku. Kau tahu? Membayangkan masa depanku
tanpa ada kau di dalamnya, rasanya sangat aneh."
Hari-hari MOS menjadi hari yang melelahkan bagi Mories, dia sering sekali mendapat hukuman dari panitia, mulai dari kepergok mau sarapan, lupa membawa nama sampai telat. Untungnya dia tidak sendirian, ada Tiyanna yang selalu membantunya, yang menganggapnya sebagai teman, seseorang yang sebelumnya tidak pernah Mories punya. Tiyanna sendiri adalah cewek pemberani, tidak takut dengan gertakan para panitia dan gara-gara itu dia selalu menjadi bulan-bulanan keisengan para kakak senior, khususnya Alan sang ketua OSIS. Berbeda dengan Alan yang suka menjahili dan sering memberi hukuman kepada Tiyanna, dia justru suka membatalkan hukuman kalau Mories yang mendapatkannya. Sejak pandangan pertama dia tertarik kepada Mories, ada yang berbeda dengan gadis tersebut, terlalu pendiam dan menerima perlakuan dari orang lain tanpa mebantah, berbanding terbalik dengan Tiyanna.
Di sekolah yang baru, Mories berusaha menjadi sosok yang baru, seseorang yang tidak mencolok, pendiam dan tidak neko-neko. Sayangnya, karena sering berurusan dengan Tiyanna, mau tidak mau dia juga menjadi perhatian siswa lain, dia juga dibully oleh genk-nya Miranda, pacar dari Alan, karena gara-gara dia Alan memutuskan Miranda. Saat itulah sifat Mories yang sesungguhnya terungkap, hal yang ditunggu-tunggu oleh Chandra, kakak angkat dari Tiyanna yang juga merupakan musuh terselubung Alan. Chandra disuruh ayah Mories untuk menjaga anak semata wayangnya, menghindarinya terkena masalah dan melindunginya dari orang-orang yang ingin berbuat jahat padanya. Ayah Mories adalah orang penting dan salah satu orang terkaya di Indonesia, dia sangat memanjakan Mories sehingga takut terjadi sesuatu hal yang buruk padanya, dia ingin seseorang bisa selalu menjaganya. Perbuatan yang ingin dilakukan oleh Alan juga.
"Sepertinya permintaan kamu barusan terlalu sulit, aku melakukan semua itu bukan untuk kamu, tapi untuk diriku sendiri. Karena membuat kamu aman adalah kegemaranku yang baru. Jadi siap-siap saja aku lindungi, oke?" tandas Alan penuh percaya diri.
Mories sendiri sejak kecil divonis memiliki kelaian gen bernama Urbach - Wiethe disease, menyebabkan dia tidak mempunyai rasa takut, membuat dia tidak takut kehilangan apa pun, tidak punya pengendali emosi dan kepribadian yang jahat. Dia tidak akan segan-segan membalas dendam kepada orang yang menyakitinya, di dukung oleh ayahnya yang kelewat sayang padanya, siapa yang berani macam-macam akan mendapatkan balasan setimpal.
Kematian ibunya adalah emosi pertama yang dia rasakan, dia merasakan apa yang namanya kehilangan dan kesedihan, sejak itu dia mulai sedikit berubah, menjadi gadis pendiam dan apa adanya. Kali kedua dia mendapatkan emosinya adalah ketika dia mulai merasakan rasa cinta dan takut kehilangan untuk kedua kalinya.
"Kadang-kadang kita pengen membantu seseorang yang menurut kita butuh bantuan. Kadang kita pengen berada di samping seseorang dan melindungi dia sebisa kita. Tapi ternyata nggak semua orang ngerti isi hati kita," tutur Alan seraya menatap Mories yang terlihat mencerna kata-katanya. "Jadi, kalau kamu ketemu dengan orang kayak gitu. Pilihannya hanya dua, terus berada di sampingnya atau ninggalin dia kalau sudah kehabisan tenaga."
"Kalau kamu ada di posisi itu, kamu akan milih yang mana?" Mories balik bertanya.
"Aku akan berusaha untuk tidak kehabisan tenaga. Karena hanya dengan begitu, aku bisa terus berada di sampingnya," jawab Alan yakin.
Lama juga tidak membaca teenlit yang beda dari biasanya, buku ini sedikit gelap dan mempunyai konflik yang cukup banyak. Sedikit gelap karena karakter yang dimiliki oleh Mories, konflik yang cukup banyak karena banyaknya peran pendukung yang bermunculan dan mereka membawa kisah pendukung yang masih berhubungan dengan yang dialami Mories. Penulis sepertinya juga ingin menyuguhkan cerita yang berbeda, bukan benci jadi cinta tetapi mencintai karakter yang jahat, yang punya banyak masalah.
Saya cukup bisa merasakan karakter Mories yang awalnya tidak mempunyai emosi, jahat dan tegaan tapi lama kelamaan bisa sedikit berubah dengan kemunculan Tiyanna dan Alan. Tiyanna yang memperkenalkannya dengan arti sebuah teman dan Alan yang memperkenalkannya akan perasaan berbunga-bunga. Tapi kadang-kadang sifat jahatnya bisa muncul, seperti ketika berhadapan dengan Chandra yang mempunyai niat terselubung atau kroconya Miranda yang membully-nya. Saya suka penulis menceritakan perkembangan karakter Mories sehingga bisa lebih mudah dipahami. Penulis juga mengecoh akan hubungan antara Mories-Alan-Tiyanna-Chandra, sehingga membuat cerita tidak bisa tertebak. Alan dan Tiyanna yang sering bertengkar, awal mula benci jadi cinta, serta sifat Chandra yang cukup misterius, dia ingin balas dendam kepada Alan karena pernah menyakiti orang yang dicintainya dengan mengunakan Mories, karena dia tahu Alan menaruh perhatian yang besar padanya.
Alurnya sangat cepat, saya sempat bingung pas dibagian awal ketika cerita beralih dari masa SMP ke masa SMA, dan banyak rahasia yang awalnya jadi bahan pertanyaan tapi untungnya di akhir-akhir penulis mengungkapkan segalanya, banyak sekali pemeran pembantu yang bermunculan yang artinya juga mereka membawa cerita dan konflik tersendiri, untungnya semua ada penyelesaian masalah sehingga kemunculan mereka tidak sia-sia walau hanya sebentar. Mungkin untuk mendukung karakter Mories yang melihat sifatnya cukup langka dan sulit digambarkan sehingga ditonjolkan lewat konflik yang dia alami dan bagaimana cara dia menyikapinya.
Bagian yang cukup mengganggu adalah informasi tentang penyakit Mories. Saya rasa sebaiknya sumber informasi yang penulis dapat tentang Urbach - Wiethe disease ditampilkan lewat catatan kaki atau di bagian akhir, tersendiri kayak daftar pustaka, karena cukup mengganggu ketika tiap paragraf ada sumbernya, serasa membaca karya ilmiah, serta kalau bisa kalimatnya dibuat lebih luwes, artinya tidak terlalu teoritis yang terkesan asal tempel dari sumber langsung. Tapi saya menghargai usaha penulis untuk mengambil tema cerita yang cukup berbeda dari yang lain, jadi tahu kalau ada penyakit yang tidak mengenal rasa takut (suer, saya baru denger pertama ini). Pengganggu kedua adalah penyelesaian masalah yang dialami Mories yang terlalu cepat, dramatis dan sinetronis, mengambil setting Korea lagi (yah, saya cukup cerewet karena saya sudah sangat bosan dengan cerita Indonesia rasa Korea). Untunganya saya suka endingnya dan berharap lebih banyak adegan antara Mories dan Alan, chemistry mereka dapat tapi masih kurang :p.
Covernya manis, yah, Mories emang digambarkan seorang putri yang ingin dilindungi oleh orang-orang yang menyayanginya, masih ada beberapa typo seperti tidak ada tanda penutup (") untuk beberapa dialog, selebihnya tidak masalah bagi saya. Untuk kesan pertama membaca karya Nay Sharaya tidak terlalu mengecewakan, semoga saja karya selanjutnya lebih baik lagi dan mengangkat tema yang nggak mainstream lagi :D
Bagi yang ingin mencari teenlit yang sedikit berbeda bisa mencoba baca buku ini.
3 sayap untuk sang pelindung :p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*