Minggu, 30 Juni 2019

Memangnya Kenapa Kalau Bacaanku Novel Populer? | The Perks of Being Book Blogger


Hai halooooooo good readers! Seneng banget akhirnya bisa update blog lagi, sudah tiga bulan lebih hiatus, huhuhuhu. Ide untuk menulis sebenarnya banyak, hanya saja sejak nggak langganan speedy lagi, saya cukup sulit beradaptasi, saya terbiasa nulis di laptop atau komputer rumah, dalam kondisi sepi. Beberapa kali nyoba update via ponsel, lebih praktis sih, tapi saya nggak nyaman, akhirnya mood saya anjlok, selain blogging slump, saya sekalian reading slump juga deh akhirnya. Terus, gimana ceritanya bisa comeback lagi? Hari ini saya nyoba pake modem jaman kuliah dulu, awalnya kesulitan untuk mensetting, tapi karena semesta mendukung agar saya produktif ngeblog lagi, dilancarkan, deh, hehehe alhamdulillah.

Topik yang akan saya bahas perdana setelah hiatus berjudul Memangnya Kenapa Kalau Bacaanku Novel Populer? Saya sudah gatel banget sejak berbulan-bulan lalu ketika mendengar sentilan kalau anak jaman sekarang tidak mengenal penulis sastra yang tersohor, dan lebih suka baca novel populer penuh galau tapi nggak ada isi atau tentang genre-shaming. Memang ada-ada netizen untuk memancing keributan. Sebagai pembaca buku populer saya nggak terlalu terusik, sih, saya sudah menganut prinsip 'bodo amat' untuk hal-hal unfaedah. Namun, risi juga bila ada orang lain yang terusik, hahahaha gimana sih, jadi di postingan The Perks of Being a Book Blogger kali ini saya akan mengungkapkan pendapat dari lubuk hati yang terdalam tentang novel popeler yang kerap dipandang sebelah mata.
"Opening a new book is like opening a room full of my favorite things.” 
People like a book. As we flip each of pages, we know more about them. And it's really exciting. Whether they are good or not. Nevermind. It's just story written for them for us to learn.
- Romance is a Bonus Book.
Menyukai buku sastra dan mengidolakan penulisnya tentu baik, pun dengan mengidolakan penulis kekikian, nggak ada salahnya juga. Bisa dibilang saya 'dewasa' dengan novel populer, bahkan buku sastra yang saya baca bisa dihitung dengan jari. Justru novel populer lah yang membuat saya menyukai kegiatan membaca, menjadikan saya seorang blogger buku. Fenomena ini kalau saya lihat sama saja sewaktu penggemar Queen nggak terima kalau ada penggemar baru waktu film biopik tentang vocalisnya rilis, mereka sombong kalau penggemar lama lah yang boleh berkoar-koar tentang kiprah Freddy Mercury, mereka lebih tau tentang sepak terjang band rock tersebut. Padahal nggak ada salahnya kan kalau Queen punya penggemar baru yang sok tahu? Musiknya justru didengar banyak orang.

Ya sama saja lah sama orang yang suka genre-shaming atau meremehkan bacaan orang lain. Di negara kita ini statistik membuktikan kalau minat baca bisa dibilang terendah dari negara tetangga, ini ada orang yang mau mulai baca sudah disindir, ya kapan majunya bangsa ini? Nggak ada yang namanya perbedaan kasta dalam membaca buku, membaca buku sastra tingkat dewa pun nggak akan membuat derajatmu lebih tinggi dari pembaca buku roman picisan. Harap selalu diingat, buku tidak pernah memilih pembacanya, buku tidak pernah menolak pembacanya. Apa pun buku yang kamu baca, kamu tetap seorang pembaca.
We are all like books. We wait for someone to find us and open us to see what's inside. - Romance is a Bonus Book.
Sebagai contoh paling mudah, saya benar-benar aktif membaca ketika kuliah, pernah di masa SMP-SMA saya membaca komik dan teenlit, tapi hanya sambil lewat saja, belum menjadi kebiasaan, lebih seringnya baca majalah remaja. Di masa kuliah inilah saya banyak membaca novel metropop, teenlit, harlequin, historical romance, singkatnya dari genre romance dan novel populer. Saya menggandrungi Twilight, di mana banyak orang menghujat, ya, novel sejuta umat, novel populer. Ketika semua genre tersebut hampir sebagian besar sudah saya baca, kemudian bertemu dengan teman-teman yang genre bacaannya beragam, saya mulai penasaran, saya mulai merambah genre lain, mencicipi, ada yang membekas di hati dan dibaca sampai sekarang, ada yang cukup sekali saja mencoba. Namun, itu lah proses belajar, begitulah roda berputar, kita tidak akan tahu panah mengarah ke mana.
"I keep seeing new sentences. Are there so many things in this book that I’ve missed? It feels like I’m reading a new book.”
"The book hasn’t changed. The person who is reading it has changed."
I opened up a book of mine again. It was good when I first read the book. But when I read it for the second and third time, this book made me underline the sentences over and over again. It's a book that stayed with me the longest.
- Romance is a Bonus Book.
Dan sekarang, dari buku yang sering dihujat dan diremahkan banyak orang, bacaan saya menjadi beragam. Saya pernah baca sastra, klasik, anak-anak, thriller, dan masih banyak lagi, genre yang awalnya mungkin tidak pernah saya icip. Saya sudah membaca lebih dari seribu buku, ya, hanya bermula dari membaca novel populer, menjadi seorang book blogger yang page viewsnya lebih dari 2 juta! (ini kenapa saya jadi sombong, ya , LOL). Jadi, jangan remehkan mereka yang ingin memulai membaca dengan novel populer, kita tidak akan tahu seberapa jauh sebuah buku bisa membawa pembaca mengarungi dunia yang tak terbatas ini.

Mulai membaca lah, apa pun itu, yang membuatmu bahagia, yang membuatmu menemukan dunia sendiri. Kalau ada yang menyidir kalian menyukai novel populer atau novel yang kalian sukai lainnya, balas aja dengan; BACOOOOOOOOOOT =))
A book that inspires others may not always inspire you, so find a book that does. - Romance is a Bonus Book.

16 komentar:

  1. WKWKWK kalimat terakhir di tulisan ini memang pamungkas banget, Sulis! :D

    BalasHapus
  2. Sepakat. Persoalan soal milih bacaan saja mesti jadi keributan. Menghargai pilihan bacaan kayaknya bakal mendewasakan kita selaku pembaca buku. Jadi miris ya mengetahui ada keributan beginian.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau nggak suka yaudahlah. Kadang ada orang yang merasa emang bacaannya paling keren

      Hapus
  3. Sepakat banget sama tulisan Kak Sulis. Bener sih, nggak semua buku yang kita baca punya efek yang sama buat orang lain. Karena itu, nggak perlu juga lah sebenarnya membanding-bandingkan genre bacaan seseorang atau malah menganggap rendah bacaan tertentu. Bookshaming is a big no no. Huhu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap, yang penting kan membaca dan suka 😀

      Hapus
  4. Wah bener nih... Kalau buku kan masalah selera ya. Saya juga suka dihujat karena sering baca buku-buku self-help sama temen saya yang suka baca novel. Dia bilang kutu buku yang jarang baca novel biasanya kaku dan empatinya gak tumbuh. Padahal genre buku yg saya baca banyak juga, dari komik sampai genre sejarah...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Padahal bagus loh buku self-help, pokoknya yakin aja dengan pilihanmu, anggep angin lalu bila ada yg nyinyir sama buku yang kamu pilih

      Hapus
  5. Betul banget ya, kak. Aku pun suka membaca novel fiksi. Hehehe. Tapi kalau menurut kakak bener nggak sih buku apa yang kita baca menentukan seperti apa karakter kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sulit nih pertanyaannya, hihihi. Antara iya dan nggak. Buku yang kita baca biasanya berdasarkan minat dan kesukaan kita. Misal kayak aku yang suka novel romance, dasarnya aku emang suka cerita yang manis. Namun, belum tentu juga menentukan karakter kita. Biasanya kadang aku relate dengan kisah si tokoh utama, ada beberapa kesamaan tapi bukan berarti buku tersebut menyetir diri kita, karakter kita udah terbentuk sebelum membaca buku. Paling kita bisa mengambil pelajaran dari buku tersebut, yang baik diikuti, yang buruk kita jauhi. Itu sih menurutku, semoga nggak jelimet ya penjelasannya 😬

      Hapus
  6. Aku sudah emak-emak pun baca apa saja. Meskipun lulusan sastra ,aku membaca genre apa pun.Etaapii blog bukuku masih menyedihkan hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak pa-pa, yang penting diisi dengan cinta *tsah :)

      Hapus
  7. Masih jaman ya book-shaming gitu, buat apa baca buku sastra banyak-banyak tapi kelakuan masih menyedihkan dgn ngelakuin book-shaming, pikirannya masih sempit berarti, suruh banyakin baca aja biar lebih open-minded

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha bener banget, seharusnya pemikiran mereka lebih luas karena bacaan yang mereka bilang 'berat'. Tapi yasudahlah, mungkin dasarnya aja yang ingin superior.

      Hapus
  8. Aku juga suka Twilight. Pernah ngobrol sama teman yg nggak suka novel itu, setelah diusut ternyata dia nggak terlalu suka romance jadi yah bacaan itu emang nggak cocok buat dia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak semua buku cocok dengan seseorang, selera orang beda-beda, itu udah harga mati :)

      Hapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*

Rekomendasi Bulan Ini

Buku Remaja yang Boleh Dibaca Siapa Saja | Rekomendasi Teenlit & Young Adult

K urang lebih dua tahun yang lalu saya pernah membahas tentang genre Young Adult dan berjanji akan memberikan rekomendasi buku yang as...