Senin, 23 Januari 2017

Duka di Balik Apel Fuji dan Jasmine Tea | Rule of Thirds by Suarcani

Judul buku: Rule of Thirds
Penulis: Suarcani
Penyunting: Midya N. Santi
Perancang sampul: Orkha Creative
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-602-03-3475-2
Cetakan pertama, 27 Desember 2016
280 halaman
Buntelan dari @alhzeta
Apalagi yang paling menyakitkan dalam pengkhianatan selain menjadi yang tidak terpilih?


Demi mengejar cinta Esa, Ladys meninggalkan karier sebagai fotografer fashion di Seoul dan pulang ke Bali. Pulau yang menyimpan kenangan buruk akan harum melati di masa lalu dan pada akhirnya menjadi tempat ia menangis.

Dias memendam banyak hal di balik sifat pendiamnya. Bakat terkekang dalam pekerjaannya sebagai asisten fotografer, luka dan kerinduan dari kebiasaannya memakan apel Fuji setiap hari, juga kemarahan atas cerita kelam tentang orang-orang yang meninggalkannya di masa lalu. Hingga dia bertemu Ladys dan berusaha percaya bahwa cinta akan selalu memaafkan.

Ini kisah tentang para juru foto yang mengejar mimpi dan cinta. Tentang pertemuan tak terduga yang bisa mengubah cara mereka memandang dunia. Tentang pengkhianatan yang akhirnya memaksa mereka percaya bahwa hidup kadang tidak seindah foto yang terekam setelah mereka menekan tombol shutter.
Seperti yang Suarcani tuliskan di bukunya, 'Semuanya memang tidak semudah kamu menekan tombol shutter, tapi dengan bereksperimen, kita akan tahu setelan yang pas.' Tiga kali mengikuti karyanya sejak buku pertama di mana bisa dibilang dia penulis multi-genre; YA-fantasi, self dicovery dan sekarang contemporary romance, saya benar-benar merasa klik setelah mencicipi yang ketiga. Bukan berarti karya sebelumnya tidak bagus, bukan. Sejak karya pertama ciri khasnya sudah terbentuk dan saya cukup menyukainya, hanya saja ada beberapa poin yang membuat saya sangat menikmati buku ketiganya ini daripada karya sebelumnya. Saya Jatuh cinta akan detailnya, pemilihan kata, karakter cowok yang mudah sekali disukai, konflik keluarga yang menyayat hati, profesi tokoh utamanya, serta ending ceritanya.

Suarcani masih membawa formula khas ke bukunya; tokoh utama yang memiliki masa lalu suram di mana karakter cowok biasanya lebih pendiam daripada karakter cewek yang lantang menyuarakan akan apa yang dirasakan, membawa pesan untuk belajar memaafkan, menyisipkan humor di tengah apesnya hidup, menyisipkan perjalanan ke suatu tempat dan Bali. Bedanya, kali ini penulis yang berasal dari Bali ini memberi sentuhan dunia fotografi. 
Suarcani sangat baik menggambarkan dunia fotografi di sini, begitu melekat, melebur dengan cerita sehingga selain mendapatkan ilmu tambahan kita akan juga ikut merasakan kecintaan sang tokoh utama akan profesinya. Dunia fotografi di sini tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap cerita, tapi menjadi nafasnya cerita.
"Kata orang, tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Mungkin saja kamu dan saya ketemu agar bisa sama-sama membantu, sama-sama bisa memaafkan masa lalu."
Ladys. Kurasa aku tahu untuk apa aku dan dia dipertemukan seperti ini. Seperti kamera ponsel, ada shutter lag yang membuatku sedikit terlambat menyadarinya.
"Harusnya kamu tahu, Yas. Kalaupun dulu memorimu belum cukup, foto saya itu fleksibel kok. Bisa di-resize hingga muat di ruang sekecil apa pun, satu kilobyte ruang kosong saja cukup."
Berselingkuh? Ada yang lebih indah daripada itu. Menikahinya adalah salah satunya. Lainnya, mempertahankannya sampai mati.
Ladys kembali ke kampung halamannya dengan alasan sama ketika dia pergi bersama ayahnya belasan tahun yang lalu sampai akhirnya menetap di Seoul, karena cinta. Bali adalah kenangan yang buruk bagi keduanya, tapi Ladys percaya cintanya akan sanggup mematahkan mantra sakit hati dan membuktikan pada ayahnya kalau dia bisa bahagia di sana, lebih dekat dan mengenal keluarga Esa, bahkan berharap untuk bisa segera menikah. Di Bali Ladys menempati rumah lamanya dan bekerja di studio foto milik Om-nya, banting setir dari juru foto fashion ke wedding.

Kemampuan Ladys menjadi fotografer profesional tentu tidak diragukan lagi, tapi ada satu orang yang meremehkan, selalu mendikte teknik yang Ladys gunakan tidak tepat sasaran. Dia adalah asisten fotografer di studio milik Om-nya, orang yang selalu antar jemput Ladys karena belum bisa menyetir mobil setir kanan, orang yang menganggap dirinya sendiri tidak berbeda dengan kacung, lelaki pendiam yang sebenarnya memiliki talenta besar di bidang fotografi, Dias. Keduanya tidak pernah bisa dekat, Ladys sangat sebal dengan Dias yang selalu tak acuh, dingin, dan terlebih apa yang dikatakan Dias tentang foto benar adanya.

Walau terlihat tidak pernah akur, Ladys dan Dias memiliki banyak kesamaan, mereka menyukai foto, sama-sama pernah dikhianati, sama-sama merindukan sosok di balik apel Fuji dan jasmine tea. Tanpa mereka berdua sadari, kehadiran masing-masing membuat mereka belajar memaafkan, apa yang diinginkan, memandang dunia dari sisi lain.
"Bagi saya, foto adalah keajaiban," kata saya sambil mendongak, menerawang ke arah langit-langit rumah. Sambil tersenyum, saya kemudian melanjutkan. " Saya selalu bawa Jasmine kalau ke mana-mana, selalu ngambil foto. Pas lihat-lihat hasilnya, kadang saya menemukan detail yang awalnya terlewatkan saat melihat objek aslinya. Yang paling sering adalah kesan saya terhadap suatu tempat kadang berubah setelah melihat hasil fotonya. Tempat yang awalnya biasa, tidak begitu menarik, tiba-tiba saja, setelah difoto seperti punya dimensi lain yang menyedot saya ke sebuah dunia yang bisa mengaduk-aduk imajinasi. Dunia yang membuat saya terpukau dan tidak pernah bosan melihatnya. Jadi, lama-lama saya merasa foto itu sebagai mata kedua, yang memberi saya pemahaman lain ketika mata sendiri tidak cukup mampu mengenali keindahan dunia secara langsung."
Saya sangat menyukai sentuhan fotografi dalam Rule of Thirds ini, tidak langsung membuat saya ahli dalam hal mengambil gambar, setidaknya saya tahu apa saja yang ada dalam dunia visual storyteller secara sederhana. Tidak perlu takut dengan berbagai istilah yang ada seperti POI (point of interest), overexposure, shutter speed, shutter lag, aperture priority atau teknik yang menjadi judul buku ini, karena ada catatan kaki yang memudahkan kita memahami artinya. Semua penjelasan tentang foto dirangkai secara alami, lewat dialog atau narasi, cukup detail dan begitu menyatu dengan cerita, tidak terasa sebagai tempelan, tetapi menjadi fokus utama selain apa yang dialami oleh kedua tokoh utamanya, menjadi satu kesatuan yang utuh. Bahkan saya sampai ingin melihat langsung foto-foto karya Dias, saking 'hidupnya' deskripsi yang Suarcani berikan ke pembaca.

Saya menyukai karakter Dias, dia tipe pendiam yang tidak suka basa basi, tidak pernah pamer akan kelebihan yang dimiliki. Saya juga menyukai karakter Ladys, dia cewek yang kuat, dia tidak berlarut-larut dalam kesedihan, dia juga tidak malu mengakui kesalahan atau kelemahannya. Karakter pendukungnya juga menempati porsi yang pas, ada yang menyebalkan, ada yang lucu, ada yang tidak kalah menarik, misalkan saja Tyas, adik Dias yang masih SMA, pemikirannya begitu dewasa, dia sangat memahami kakaknya, keadaan keluarganya.

Saya juga menyukai konflik keluarga yang disodorkan penulis, yang mudah diterima pembaca karena dekat dengan realitas. Apa yang dialami Ladys dan Dias tentu bukan hal baru lagi, semua orang pasti pernah merasakan sakit hati, dikhianati, entah itu dalam hubungan atau impian, misalkan saja dalam hal pekerjaan. Ladys mungkin lebih beruntung, dia memiliki ayah yang sangat menyayangi dan tanpa kesusahan kalau ingin membeli kamera. Berbeda dengan Dias, dia menjadi tulang punggung keluarga, terlebih harus membiayai pendidikan adiknya, untuk membeli kamera saja dia harus menabung cukup lama. Relasi antara orangtua-anak cukup baik dibangun penulis, bahkan ada bagian yang akan membuat kalian sesak.

Bagian yang saya suka di buku ini adalah ketika Ladys dan Dias membicarakan fotografi, benar-benar menjadi informasi yang sangat segar bagi saya. Dua orang yang memiliki passion sangat besar dan ketika membahasnya, rasanya ikut tertular dan ingin ikut mempelajarinya juga. Misalkan saja waktu adegan di Pasar Badung, ketika Ladys meminta Dias untuk mengajarinya teknik mengambil gambar seperti hasil jepretannya yang memenangkan lomba.

Rule of Thirds adalah tentang dua orang yang sama-sama terluka dan menemukan cinta, tentang duka di balik apel Fuji dan jasmine tea. Buku ini sangat saya rekomendasikan bagi kalian yang menyukai dunia fotografi, ingin mempelajarinya, bagi kalian yang ingin belajar memaafkan.
Pada akhirnya, aku percaya bahwa hidup bukan hanya mengenai memiliki sesuatu, tetapi lebih pada menghargai sesuatu.
4.5 sayap bagi kalian yang mencari novel metropop yang nggak feminim.




Saatnya giveaway!
Ada satu buku Rule of Thrirds yang akan diberikan penulis secara langsung bagi kalian pembaca setia Kubikel Romance, seperti biasa ada rules-nya dong :D
1. Follow blog Kubikel Romance via GFC (ada di bagian side bar yang berjudul The Readers)
2. Follow akun twitter @alhzeta dan @peri_hutan
3. Share link postingan ini di sosial media kalian dengan menyertakan cover buku Rule of Thrirds, boleh mention kami berdua, jangan lupa pakai hastag #RuleofThirds
4. Tulis akun kalian di kolom komentar

Sudah itu aja, gambang banget kan? Makanya pada ikutan ya :D. Giveaway berlangsung sampai tanggal 28 Januari 2017, pengumuman pemenang saya usahakan secepatnya setelah batas waktu yang ditentukan, akan saya umumkan di postingan ini juga. Semoga beruntung ya :D

55 komentar:

  1. aku coba ikutan lagi walaupun belum pernah menang wkwkw. twitter akun @inggridtyas

    BalasHapus
  2. Bismillah, semoga kali ini beruntung!

    @febyaulia316

    BalasHapus
  3. Bismillah.. *minum felix felicis* 😂

    @fazidaa_

    BalasHapus
  4. Nama akun medsos :
    FB : Ervan edge
    Twitter : @ervanedge
    Instagram : @ervanedge

    Aku dah follow twitter dan IG @peri_hutan dan @alhzeta nya silahkan cek klo belum :)

    Aku cma kasih kutipan buatanku :)

    UCAPAN & PERBUATAN HAMPIR BERSEBRANGAN LAIN PADAHAL BISA BERSAMAAN DALAM URUSAN KEDUSTAAN -ervanedge

    BalasHapus
  5. Bismillah, semoga kali ini beruntung :) :)

    @RaaChoco

    BalasHapus
  6. @Nelahela

    Blogtour Terakhir Rule Of Thirds. Semoga saya beruntung ^^ mumpung bunga melati di pot mulai bermekaran 😅 *lahapahubunganny T.T

    BalasHapus
  7. Baca ajalah aku mah, suka baca blogmu mbak :D

    Salam,
    Rasya

    BalasHapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*

Rekomendasi Bulan Ini

Buku Remaja yang Boleh Dibaca Siapa Saja | Rekomendasi Teenlit & Young Adult

K urang lebih dua tahun yang lalu saya pernah membahas tentang genre Young Adult dan berjanji akan memberikan rekomendasi buku yang as...