Pages

Senin, 17 Juli 2017

Resensi: Then & Now (Dulu & Sekarang) Karya Arleen A

Judul buku: Then & Now (Dulu & Sekarang)
Editor: Dini Novita Sari
Desain sampul: Martin Dima
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-602-03-5128-5
Cetakan pertama, 2017
344 halaman
Buntelan dari @arleen315
Ruita
Gadis dari suku telinga pendek. Ia tidak menyukai suku telinga panjang, apalagi kalau harus bekerja pada mereka. Tapi lalu ia melihat mata itu, mata seorang lelaki suku telinga panjang yang sorotnya seolah dapat melihat kedalaman hati Ruita.

Atamu
Ia tidak pernah menyangka akan jatuh hati pada gadis dari suku lain yang lebih rendah derajatnya. Tapi apalah arti kekuatan lelkau berusia enam musim panas bila dihadapkan pada akhir yang lama tertulis sebelum dunia diciptakan?

Rosetta
Ia punya segalanya, termasuk kekasih yang sempurna. Tapi ketika dilamar, ia menolak tanpa tahu alasannya. Ia hanya tahu hatinya menantikan orang lain, seseorang yang belum dikenalnya.

Andrew
Ia hanya punya enam bulan untuk mencari calon istri, tapi ia tak tahu dari mana harus memulai sampai ia melihat seorang gadis berambut merah. Dan begitu saja, ia tahu ia akan melakukan apa pun untuk mendapatkan gadis itu.

Ini kisah cinta biasa: tentang dua pasang kekasih yang harus berjuang demi cinta. Namun, bukankah tidak pernah ada kisah cinta yang biasa?
Ada dua plot dalam cerita ini dengan timeline dulu dan sekarang. Pada bagian dulu berkisah tentang penghuni pulau Rana Pui. Ada dua suku yang dominan, pertama adalah suku Eepe yang berkulit putih, tubuh tinggi dan suka memanjangkan telinga. Sedangkan suku Momoki berkulit gelap dan bertubuh kecil. Suku Miru tidak ubahnya dengan suku Momoki hanya saja mereka memiliki kemampuan khusus, seperti mampu menumbuhkan tanaman lebih cepat dan membuat ayam bertelur banyak sehingga pekerjaan mereka biasanya lebih layak.

Suku Momoki selalu dipandang rendah oleh suku Eepe, derajat mereka hanya mampu sebagai pelayan, mereka hanya diberi upah minimum padahal hampir semua dikerjakan oleh suku Momoki. Ketidakadilan inilah yang membuat Ruita tidak menyukai suku Eepe dan tidak mau ketika disuruh bekerja menggantikan tetangga sakit di rumah keluarga suku Eepe, rumah di mana ibunya juga bekerja di sana, di rumah Heteriki.

Ruita sengaja melakukan berbagai kesalahan agar tidak bekerja lagi di sana, sampai suatu ketika dia tidak sengaja melihat sepasang mata yang memandanginya, sepasang mata yang akan mengubah hidupnya.
Dan aku tahu jika punya kuasa memutar waktu, aku tetap akan melakukan apa yang sudah kulakukan. Aku akan tetap memilihnya.
Apakah ini yang dinamakan cinta? Hal ajaib yang mengubah dua orang asing menjadi dua orang yang begitu dekat seolah mereka berbagi napas yang sama?
Begitu banyak wanita yang menangisi suami dan anak lelaki mereka yang tidak kembali sampai-sampai pada akhirnya, hampir setiap dari kami bertanya dalam hati jika seperti ini yang dinamakan kemenangan, jika seperti ini rasa sebuah kemenangan, apakah kemenangan adalah sesuatu yang memang patut untuk diperjuangkan? 
Bagian masa sekarang tidak perlu saya ceritakan, walau tokohnya beda tetap memiliki benang merah, dan itu lebih baik dibaca sendiri, lebih baik kalian temukan sendiri. Saya lebih suka dengan cerita yang pertama, apalagi mengambil tema si kaya dan si miskin, ditambah cinta terlarang. Bukan berarti cerita kedua jelek, hanya saja mudah ditebak dan tidak ada sesuatu yang baru. Cerita pertama lebih mengena karena bersinggungan dengan isu yang sepertinya tidak pernah menemukan titik terang sampai sekarang, perbedaan yang kerab kali sebagai pemicu peperangan, perbedaan ras dan suku.

Inspirasi setting cerita Then & Now didasarkan pada pulau Easter Island (Rapa Nui), pulau yang letaknya paling jauh dari daratan manapun (pulau milik negara Chili yang terletak di selatan Samudra Pasifik, masuk ke dalam Situs Warisan Dunia UNESCO), ditemukan tanpa penghuni padahal ada tanda-tanda peradaban, seperti ditemukannya delapan ratus patung berukuran raksasa atau patung-patung moai yang sudah pasti tidak dapat dibangun dengan tangan kosong, menjadi saksi bisu. Sebuah misteri yang belum terpecahkan sampai saat ini. Pun dengan gunung berapi Tevareka yang didasarkan pada gunung berapi Terevaka, gunung berapi yang sudah mati 150 ribu tahun dan tidak pernah hidup kembali. Di bagian Sekarang, penulis juga mengambil setting yang terinspirasi dari beberapa tempat di San Francisco.

Membaca tulisan Arleen A. itu selalu unik, bisa dibilang berbau terjemahan, settingnya selalu di luar negeri, selalu bermain-main dengan setting waktu, bahkan buku sebelumnya, The Lady in Red, saya merasa memiliki nuansa seperti tulisannya Nicholas Sparks, sedikit melow, ada nuansa klasik dan romantis tanpa perlu mengumbarnya secara berlebihan. Kali ini, penulis menggabungkan elemen fiksi dan non fiksi dengan sangat baik dan menarik. Konon, ada teori yang mengatakan salah satu penyebab hilangnya semua penghuni Pulau Rapa Nui dikarenakan perang antarsuku yang tidak berkesudahan, hal inilah yang dijadikan penulis sebagai konflik utama buku ini, kemudian membalutnya dengan kisah cinta.

Sudut pandangnya adalah orang pertama dengan beberapa karakter yang menjadi narator, hal ini memudahkan kita menyelami pribadi masing-masing dari berbagai sisi. Misalkan saja kita akan diperlihatkan kebingungan Ruita ketika Atamu terang-terangan menyukainya, selain perbedaan suku dan kasta, Ruita akan dijodohkan dengan teman sejak kecil yang juga tetangganya. Di sisi sebaliknya, kita juga akan merasakan kekecewaan yang dialami Vai atas perasaan yang tak terbalas dari Ruita. Dari orang luar, hadir Maneki yang menjadi saksi nyata kalau pernikahan beda suku bisa membuat pelaku dikucilkan dan sulit diterima, ada yang harus dikorbankan.

Buku ini tidak hanya bercerita tentang kisah cinta semata, buku ini juga menggambarkan bahwa perbedaan bisa saling menguatkan, bahwa peperangan hanya menyisakan kesedihan. Recommended bagi kalian yang ingin membaca kisah cinta yang biasa dengan bumbu yang luar biasa.


6 komentar:

  1. Baca-baca kayak gini tuh bikin jadi pengen ke toko buku lagiiii

    BalasHapus
  2. Wah, thanks sharingnya Sulis, saya suka yg berlatar masa lampau begini

    BalasHapus
  3. Jalan ceritanya unik. Tapi, jadi sering ragu beli karena liat covernya kurang menarik.
    Dan ketika baca review buku ini dari kak sulis jadi kepikiran pingin beli.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Woh, nggak suka covernya ya, padahal banyak yang suka juga, selera sih ya, hehehe.

      Hapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*