Pages

Minggu, 30 November 2014

[Book Review] Under the Never Sky by Veronica Rossi

Under the Never Sky (Under the Never Sky #1)
Penulis: Veronica Rossi
Penerjemah: Dina Begum
Penyunting: Nur Aini
Desain cover: Windu Tampan
Penerbit: Mizan
ISBN: 978-979-433-826-1
Cetakan I, September 2014
492 halaman
Buntelan dari @penerbitmizan

Dunia berada di ambang kehancuran, langit bergejolak terus oleh badai Aether. Dalam dunia kacau balau ini, umat manusia terbagi menjadi dua kelompok yang saling memandang rendah: mereka yang berlindung di dalam Pod disebut Tikus Mondok, dan mereka yang sanggup bertahan di alam terbuka disebut Kaum Buas. 


Takdir mempertemukan Aria, si gadis Tikus Mondok, dengan Perry, pemuda dari Kaum Buas. Mereka saling benci, tapi juga saling membutuhkan. Aria memerlukan bantuan Perry untuk menemukan ibunya, sedangkan Perry memerlukan bantuan Aria untuk menemukan keponakannya. Perjalanan mereka penuh bahaya. Bukan hanya terpajan badai Aether, mereka juga dikejar-kejar oleh kaum kanibal. Akankah mereka berhasil menemukan apa yang dicari, apalagi keduanya kini sama-sama terbuang? Dapatkah mereka bertahan hidup di dunia yang ganas dan liar, di bawah langit yang menghunjamkan petir demi petir?

Selama enam dekade, badai Aether yang datang menghanguskan bumi dengan api tiada henti. Namun, yang sebenarnya mengguncang kemanusiaan adalah penyimpangan yang disebabkannya, begitulah yang dijelaskan oleh Lumina. Penyakit-penyakit baru berevolusi dan berkembang dengan cepat. Wabah menghapus seluruh populasi. Nenek moyang Aria termasuk sedikit orang beruntung yang berlindung di dalam Pod.
Perlindungan yang tidak lagi Aria miliki.
Aria, Gadis Penghuni yang tinggal di dalam Pod, sebuah kawasan yang bebas dari badai Aether. Bersuara merdu seperti penyanyi opera, tidak pernah melihat matahari secara langsung. Kehidupannya di Reverie sangatlah sempurna sampai dia kehilangan komunikasi dengan ibunya, Lumina. Dia mencoba meminta bantuan kepada Soren, putra Direktur Keamanan Reverie, Dewan Hess, untuk mengetahui keadaan ibunya, apa yang sedang terjadi di Bliss, tempat Lumina bekerja sebagai ilmuwan, ahli genetika. Bukannya menemukan jawaban kenapa sambungan ke Bliss terputus, Aria malah mendapatkan bencana gara-gara tindakan Soren yang bisa menghancurkan Pod, dia dibuang dari kawasan, dikirim ke Gerai Maut, dunia di luar dinding Pod, bertemu Orang Liar.

Peregrine atau Perry, Orang Liar yang hidup di bawah kilatan badai Aether, dunia luar. Dia tinggal bersama suku Tide, kakaknya Vale adalah Pemuka Darah atau pimpinan suku tersebut. Perry nekat menerobos kawasan untuk mencari obat demi keponakannya, Talon, yang terkena wabah, penyakit yang juga merengut nyawa ibu Talon. Usaha Perry mendapatkan penawar gagal, sebagai gantinya dia pengambil Smarteye dari seorang Gadis Penghuni yang diselamatkannnya. Usahanya menyusup ke benteng Penghuni membuat Perry harus kehilangan Talon, bocah berusia tujuh tahun itu diculik sebagai ganti Perry. Perry berjanji akan merebut Talon kembali, karena Vale tidak akan berjuang mendapatkan anaknya, dia tidak ingin mengambil risiko melawan Penghuni.

Beberapa Orang Liar ada yang Ditandai, menunjukkan kalau mereka mempunyai indra yang dominan, salah satu keahlian yang langka. Ada tiga indra dominan; Seer (orang yang dianugerahi indra penglihatan yang luar biasa), Scire (penciuman yang tajam, bisa mengendus emosi seseorang, baik kepedihan atau ketakutan), dan Aud (bisa mendegar dari jarak jauh). Biasanya setiap orang hanya punya satu indra yang dominan, tapi berbeda dengan Perry, dia unik. Perry mempunyai dua indra yang dominan, dia adalah seorang Seer dan Scire, menjadikan dia pemburu ulung dan bisa mengendus bau violet, bau Aria.

Perry meninggalkan sukunya dan berjuang sendirian, di tengah perjalanan dia bertemu dengan Aria, menyalahkan dirinya, andai saja dia tidak menyelamatkan gadis tersebut penyusupannya tidak akan ketahuan. Perry membawa Smarteye milik Aria, di mana benda tersebut merekam kejadian saat mereka bertemu pertama kali, sebuah bukti yang bisa membahayakan Soren dan ayahnya. Mereka melakukan tawar menawar, Aria harus mendapatkan Smarteyenya agar bisa menghubungi ibunya, baru setelah itu dia akan meminta ibunya yang punya pengaruh untuk mencari Talon. Kalau Aria menolongnya, maka Perry tidak akan menyakitinya.

Masalahnya, Smarteye milih Aria rusak, Perry harus membawanya kepada seseorang yang bisa memperbaikinya. Butuh waktu dua minggu sampai ke tempat tujuan kalau Aria tidak ikut. Aria tidak ingin ditinggal sendirian, dia juga tidak mengenal Dunia Luar yang ganas. Terpaksa Perry harus melambatkan langkah, menghindari kilatan badai Aether yang tak menentu bersama seorang gadis yang merepotkan, lari dari kejaran kaum Croven, kaum kanibal yang mengincar nyawanya. Petualangan yang awalnya dilandasi rasa benci satu sama lain lama kelamaan membuat mereka saling tergantung, saling memiliki dan membawa mereka mengetahui informasi tentang sebuah tempat yang bebas dari badai Aether, Still Blue.


Cukup lama bagi saya untuk memahami dunia buatan Veronica Rossi ini, menarik tapi juga membingungkan. Bagi saya, kalau buku bergenre dystopia maka settingnya menduduki posisi pertama dalam menilai apakah buku tersebut menarik atau tidak. Ide Veronica Rossi bisa dibilang cukup orisinil, hanya saja kurang detail dalam penjabarannya, sehingga membuat saya harus membaca berkali-kali untuk memahami apa yang ingin penulis suguhkan. Tidak disebutkan terjadi pada tahun berapa dan di mana, dunia masa depan tidak akan secerah sekarang, tidak akan ada awan biru karena langit dipenuhi badai Aether yang siap menyambar kapan saja. Dunia dibagi menjadi dua; yang hidup di dalam Pod dan di luar.

Yang hidup di dalam Pod, seperti di bawah tanah, terlindung dari badai dan tidak mendapat sentuhan sinar matahari. Reverie dan Bliss adalah bagian dari Pod. Reverie untuk tempat tinggal para Penghuni dan Bliss digunakan sebagai tempat penelitian. Penghuni bisa berumur panjang, tidak mengalami luka, pasokan makanan dan obat-obatan tersedia melimpah. Bahkan Penghuni tidak mengalami menstruasi. Reproduksi terjadi melalui perencanaan genetika. Mereka menggunakan Smarteye untuk melihat Kawasan. Kawasan adalah tempat virtual, multidimensi, diciptakan dari program komputer. Dengan menggunakan Smarteye bisa mengunjungi belahan dunia mana saja, tanpa pergi kemana-mana. Dengan Smarteye, bisa malakukan apa pun yang kita mau.

Berbeda dengan orang-orang yang hidup di dalam Pod yang penuh dengan teknologi dan berbagai hasil genetika, Orang Liar justru harus bertahan hidup dari kejamnya alam. Mereka hidup dengan mengikuti suku tertentu, berpindah-pindah menghindari badai Aether yang sering kali menghancurkan pemukiman mereka, tidak ada obat bila terkena wabah mematikan, harus berburu untuk pasokan makanan selama musim dingin. Tapi dari kerasnya untuk bertahan hidup tersebut mereka menjadi kuat, menjadi pemburu handal dan bahkan sebagian memiliki anugerah khusus, tiga indra yang dominan.

Sebenarnya buku ini dibuka dengan sebuah adegan yang cukup menegangkan dan membuat penasaran, tapi setelahnya sangat membosankan. Baru setengah halaman kebelakang cerita mulai seru, sewaktu Perry dan Aria diburu oleh kaum Croven kemudian bertemu dengan sahabat Perry, Roar yang mempunyai indra pendegaran sangat tajam dan Cinder, yang mempunyai kekuatan mematikan. Jika mereka disatukan, tak terkalahkan.

Masih banyak yang menjadi pertanyaan saya, tentang dunianya sendiri bagaimana awal mulanya sampai terjadi badai Aether, sejarah kenapa ada yang hidup di Pod ada di dunia luar, konfliknya sendiri bisa dibilang baru permulaan, banyak karakter yang kurang digali lebih dalam. Sebenarnya ada karakter yang saya harapkan diulas lebih lagi, yaitu Cinder dan Olivia, kakak Perry. Asal mula tiga indra yang dominan juga membuat penasaran. Oh ya, ada terjemahan yang cukup sulit dimengerti dan covernya kurang keren, hehehehe.

Saya suka Perry, dia memiliki ciri-ciri Scire yang menunjukkan mereka langka, yaitu bertubuh jangkung dan dari tanda Seer, Perry dianugerahi wajah yang rupawan. Tubuhnya juga dipenuhi tato yang melambangkan arti namanya, bermata hijau, rambut pirang berantakan, apalagi waktu memanah, seksi banget deh :p. Dia juga cukup misterius. Roar, dia sangat menyenangkan sekali, tidak seserius Perry dan mudah diajak bercanda. Sedangkan Aria sendiri, dia termasuk gadis yang kuat, berani mengahadapi berbagai tekanan dari dunia luar. Sudut pandangnya orang ketiga dari pihak Aria dan Perry. Mereka menghadapi penolakan dari dunia mereka dan bersama-sama bertahan hidup, menggapai tujuan bersama.

Sisi positifnya, dunia Veronica Rossi cukup orisinil, cukup menarik. Orang yang hidup di dunia luar terkesan primitif, ada berbagai macam suku yang menarik untuk disimak dan tiga kelebihan yang bisa mereka miliki. Kisah cinta terlarang dari dua 'dunia' yang berbeda juga tidak boleh dilewatkan. Saya suka perkembangan hubungan Perry dan Aria yang meningkat pelan-pelan, ada proses di mana awalnya benci jadi cinta. Bagi yang mencari cerita dystopia yang kental akan nuansa romance, buku ini masuk, walau ada beberapa aksi yang cukup menegangkan, sepertinya Veronica Rossi lebih konsen ke unsur romancenya. Banyak kejutan yang penulis hadirkan menjelang bagian akhir, membuat pembaca tidak sabar untuk membaca lanjutannya. Semoga saja buku lanjutannya menjawab semua pertanyaan yang ada di buku pertama ini.

Bagian favorit saya adalah ketika Perry dan Aria bersembunyi di rumah pohon untuk menghindari kejaran serigala :p

3.5 sayap untuk badai Aether.


4 komentar:

  1. Akhirnya diterjemahin juga ya buku ini. Oh ya Lis, ada kabar nggak mengenai buku ketiga Shatter Me series? Rencananya pengen beli seri itu. (eh, malah ngebahas buku lain) *disamber petir*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wakakaka, ada kok, lagi dalam proses penerjemahan, keren bukunya, ayo baca!

      Hapus
  2. Reviewnya bikin penasaran mbak ;D
    Padahal cover sama sinopsisnya belum membuat ngiler.

    Nice one!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga isinya nanti juga bikin ngiler nggak berhenti baca ya :)

      Hapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*