Pages

Selasa, 29 April 2014

Along for the Ride

Along for the Ride
Penulis: Sarah Dessen
Penerjemah: Merry Riansyah
Penerbit: Elex MEdia Komputindo
ISBN: 978-602-02-3452-6
Cetakan pertama, Maret 2014
340 halaman
Buntelan dari @meryri30

Sejak perceraian orangtuanya, Auden mengalami insomnia. Dia terbiasa terjaga semalam suntuk dan ke luar rumah diam-diam; saat mendapatkan undangan untuk menghabiskan liburan musim panas di suatu kota kecil pinggir pantai bersama ayah dan keluarga barunya, Auden langsung mengambil peluang itu tanpa pikir panjang, berharap ini akan memecahkan rutinitasnya.


Ternyata, kehidupan pantai lebih menantang bagi Auden. Dia bukan hanya harus menghadapi ayah dan ibu tirinya, tapi juga sekumpulan cewek tukang gosip yang ternyata di luar dugaan. Lalu masih ada Eli, cowok pendiam dan dingin, pemandu malamnya tiap kali mereka berdua berkeliaran di setiap toko dan kedai kopi di Colby saat hari gelap.



"Hal-hal yang mungkin terasa aneh di siang hari malah terasa amat tepat di malam hari. Seperti mengendarai sepeda dengan mengenakan gaun prom dan berpapasan hanya dengan satu orang, dan orang itu adalah satu-satunya yang ingin kau temui."

Kali ketiga membaca buku Sarah Dessen dan saya semakin familier dengan gaya tulisannya, tema cerita yang selalu dia ambil yaitu tentang pencarian jati diri seorang remaja, terutama seorang cewek, maka dari itulah saya sengaja menampilkan review buku ini untuk posting bareng BBI untuk tema perempuan, bukan hanya perempuan dewasa saja yang perlu perhatian, pun dengan para remaja yang sedang tumbuh baik fisik dan psikis, karena sama-sama masih unyu, saya lebih tertarik mimilih masalah para perempuan muda untuk dijadikan posting bareng :D.

Tema cerita yang sering diusung oleh Sarah Dessen adalah tentang keluarga broken home. Dalam This Lullaby, peran ayah yang menjadi masalah utama, sedangkan dalam What Happened to Goodbye sebaliknya, sosok ibu yang jadi sorotan. Nah, di Along for the Ride ini kita akan melihat sisi lain dari seorang ibu tiri.

Untuk mengisi libur musim panas sekaligus persiapan memasuki dunia kuliah, Auden West menyambut undangan dari ibu tirinya untuk mengunjungi ayah dan adik tirinya yang baru lahir di kediaman mereka yang dekat pantai, di Colby. Auden bosan dengan rutinitas yang selama ini dia jalani, kakaknya saja, Hollins, menghabiskan waktu untuk keliling dunia sedangkan dia hanya belajar, belajar dan belajar. Auden ingin menemukan masa-masa terbaiknya, dia harus mencarinya.
"Terkadang memang sulit menjadi anak, tak peduli putri siapa pun dirimu."
Orangtua Auden adalah orang jenius, profesor, dosen di universitas, dan sama-sama pernah menerbitkan buku bestseller. Awalnya sang ayahlah yang di atas awan, kemudian disusul ibunya, bahkan kesuksesan ibu melebihi sang ayah, mereka menjadi berkompetisi mana yang lebih hebat, bibit perpecahan rumah tangga pun dimulai. Ibu Auden adalah seorang yang sangat feminis dan berkemauan kuat, dia tidak ingin kalah dengan sang suami, ayah Auden juga berusaha menerbitkan buku lagi tapi tidak pernah membuahkan hasil, karirnya tenggelam dan kini sang ibu yang ada di atas awan. Pertengkaran mereka selalu dimulai ketika makan malam, lama kelamaan mundur setelah Auden tertidur sebelum bertengkar habis-habisan. Suatu malam Auden sengaja tidak tidur untuk menarik perhatian mereka tetapi percuma, mereka tetap terus bertengkar dan membuat Auden tidak bisa tidur, menjadi kebiasaan barunya semalam suntuk menghabiskan waktu di Ray's Diner.

Dibesarkan oleh orangtua yang kaku, mau tidak mau membentuk Auden seperti mereka, yang terpenting adalah akedemis, orangtuanya sering megajak dia ke berbagai acara seperti pertunjukan simfoni, seni, konferensi akademis, rapat komite. Auden hampir tidak pernah punya teman untuk berbagi, tak banyak waktu untuk bermain atau mempunyai mainan, membuat Auden mengisi hari-harinya dan menghibur diri dengan belajar, terobsesi pada sekolah dan nilai sejak kecil. Berbanding terbalik dengan saudaranya Hollins. Sekolah adalah penghibur Auden, kegiatan belajar membantu Auden melarika diri, dan dengan mempunyai banyak prestasi bisa mengobati kekecewaan orantuanya akan prestasi Hollins. Menjadi orang ambisius dalam mendapatkan pendidikan di sekolah khusus mempunyai dampak tidak bisa menikmati momen penting di akhir masa sekolah, misalnya saja prom.
Karena didikan inilah membuat aku kesulitan berinteraksi dengan anak-anak seusiaku. Aku tak memahami kegilaan mereka, energi mereka, keadaan tak terkendali ketika mereka saling melempar bantal sofa, obrolan mereka, atau ketika mereka bersepeda gila-gilaan di sekitar jalan-jalan buntu. Memang kelihatannya menyenangkan, tapi di waktu yang sama, ini amat berbeda dari kebiasaanku hingga aku tak dapat membayangkan bagaimana bila aku punya kesempatan untuk melakukannya. Dan tentu saja aku tak punya kesempatan itu, karena pelempar bantal sofa dan pengendara sepeda gila-gilaan biasanya tidak duduk di sekolah-sekolah swasta berkelas akselerasi dan berakademis tinggi yang dipilih orangtuaku.
Di Colby lah Auden mendapatkan pengalaman yang hanya dia impikan itu.

Heidi -ibu tirinya, sangat berbeda dengan ibunya yang berakal cerdas dan memiliki reputasi skala nasional sebagai pakar penganalisis peran wanita. Usia Heidi cukup jauh dari usia ayahnya dan dia jenis wanita yang lebih mementingan penampilan daripada isi otak. Perhatianya pada Auden dianggap tidak penting, berlebihan dan menyebalkan. Sampai Auden bertemu langsung dengannya, anggapan awal tentang diri Heidi ternyata tidak benar adanya, bahkan dia malah kasihan karena ayahnya sangat cuek, egois dan tidak pedulian dalam mengasuh adik tirinya, Thisbe yang sangat rewel, tak henti-hentinya menangis. Membuat Heidi bersalah pada Auden karena tidak bisa menyambutnya dengan baik malah direpotkan dengan si bayi.

Mengatasi kebosanannya (Heidi yang sibuk dengan si bayi dan ayahnya yang tidak selesai-selesai menulis buku kedua) Auden memutuskan untuk jalan-jalan di Colby. Colby kota kecil, membuat Auden sering bertemu dengan orang itu-itu saja, misalnya saja Jake si lelaki penggoda dan pematah hati perempuan, Auden sempat bermesraan sekali dengannya dan membuat hubungan Jake dan Maggie berakhir. Maggie sendiri adalah karyawan yang bekerja di Clementine's, butik milik Heidi dan juga si cewek berambut merah (Leah) dan si kepang dua (Esther), teman Maggie, mereka sering bergosip dan membicarakan hal-hal yang tidak penting, mempunyai ritual konyol setiap jam sembilan, yang memergoki Auden bermesraan dengan Jake. Adam laki-laki tukang jajan yang belum bisa memecahkan nama yang tepat untuk toko sepeda tempat dia bekerja yang terletak bersebelahan dengan Clementine's.
"Wow." Eli menggeleng. "Apa saja yang kau lakukan seumur hidupmu?"
Begitu dia menanyakan ini, jutaan jawaban muncul di kepalaku, masing-masing nyata dan logis. Ada cara yang tak terhingga banyaknya untuk menghabiskan hari-harimu, aku tahu itu, tak satu pun cara itu benar atau salah. Tapi diberikan kesempatan untuk melakukannya lagi secara nyata, mengulanginya sekali lagi, siapa yang bakal menolak? Aku sih tidak. Sama sekali tidak menolak. Sebut saja ini gila, atau bau kencur. Tapi selama masuk akal atau bahkan tidak, aku tetap ikut serta.
Dan Eli, seorang lelaki misterius yang memakai jaket biru bertudung dan rambut gelap yang dikuncir di tengkuk, yang mengajarinya teknik gerakan lift untuk menenangkan Thisbe, kakak Jake, yang tahu kalau Auden tidak bisa bersepeda. Eli sendiri punya masa lalu yang kelam, karenanya dia menjadi pendiam dan penyendiri, meninggalkan dunia sepeda yang sebelumnya adalah segalanya. Ada kesamaan antara dirinya dan Auden, mereka adalah manusia malam, sama-sama tidak bisa tidur di malam hari, Eli memperkenalkan tempat-tempat menarik untuk mengisi malam mereka. Auden lah yang membuat Eli berbicara dengan orang lain, mulai bersepeda lagi, dan Eli lah yang mendorong Auden untuk menikmati masa remaja, bersosialisasi, tidak hanya ahli dalam akademis tetapi juga di lapangan, menuntun Auden untuk melakukan berbagai hal yang seharusnya sudah dijalani oleh seseorang yang berusia delapan belas tahun, mencari sesuatu yang hilang dari diri Auden atau yang dibutuhkannya, melakukan pencarian. Malam-malam yang mereka lewatkan berdua membawa sisi baik satu sama lain dan itu membuat Auden tidak mengenali dirinya sendiri, muncul ketakutan karena keluar dari zona nyaman, yang akhirnya dia memilih menarik diri.
"Seperti yang kubilang. Aku sangat mahir menjadi payah dalam beberapa hal."
Aku menoleh padanya lagi saat kami tiba di rambu STOP lainnya. "Jadi kau tak pernah patah semangat."
"Tentu pernah," katanya. "Gagal itu menyebalkan. Tapi lebih baik daripada alternatifnya."
"Yang artinya?"
"Daripada sama sekali tidak mencoba." Kini dia menatapku lurus-lurus. "Hidup itu singkat, kau tahu, kan?"
Ceritanya Sarah Dessen itu bersetting musim panas, beralur maju, narator orang pertama dan tokoh utamanya seorang gadis yang baru lulus SMA dengan masalah keluarga yang dihadapinya, mempunyai kakak dengan sifat yang aneh, mempunyai teman cewek yang kompak dan pengertian, ketemu cowok baru, keluar dari zona nyaman kemudian menarik diri. Nama yang dipilih untuk para tokohnya juga unik-unik, tentang pencarian jati diri. Itulah ciri khas dan menjadi keunggulannya. Walau hampir sama setiap tema yang dia buat tetap saja menarik untuk diikuti, karakter yang unik, ceritanya pun realistis, selalu membekas, di kehidupan sehari-hari tidak jarang kita temui, apalagi untuk remaja yang sedang mencari jati diri, galau akan pilihan yang dihadapi, kita pun juga pernah begitu, bukan?

Untuk cerita, sebenarnya nggak ada yang baru dari segi konflik, khasnya Sarah Dessen, lebih menyorot masalah keluarga, ibunya yang feminis dan tidak mau kalah dengan ayahnya, begitu juga kebalikannya, salah satu kegagalan terbesar yang pernah dialami oleh Auden dan ketika melihat keluarga baru ayahnya bersama Heidi dan Thisbe menunjukan gejala yang sama, dia mulai menarik diri, salah satu keahliannya, menjauhi Eli yang mengenalkan kehidupan baru yang seharusnya dia alami juga. Sedangkan cerita tentang Eli hanya bumbu penyedap yang menjadikan cerita di buku ini lezat :D.
Sangat mudah untuk memungkiri yang tak dapat kau kenali, menjauhkan diri dari hal-hal yang asing dan membuat tak nyaman. Namun satu-satunya orang yang pasti dapat kau kendalikan, selalu, adalah dirimu sendiri. Yang sangat mudah diyakinkan, tapi di waktu yang sama, tak cukup juga untuk diyakinkan.
Saya suka sekali dengan setting pantai dan sepeda yang dia angkat. Untuk karakternya dapat banget, Auden dan Eli yang sama-sama penyendiri kemudian merasa klop dan malah melakukan travelling malam, itu menjadi bagian favorit saya di buku ini karena terasa romantis dan jarang ditemui, mereka sama-sama berperan besar dalam hidup masing-masing, Auden membuat Eli kembali bersepeda dan Eli mengajarkan hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh para remaja seumur mereka. Saya cukup sebal dengan ayah Auden yang egois banget, kasihan dengan ibu Eli yang sebenernya kesepian dan punya pandangan berbeda tentang Heidi yang berusaha mandiri mengurus anaknya sendiri tanpa bantuan orang lain alhasil membuat dia kewalahan. Teman-teman baru Auden juga cukup seru, mengobrol tentang boy band favorit, fashion dan bergosip tentang kehidupan sekitar tidak membuat seseorang bodoh dalam hal akademis.

Cover buku terjemahannya suka banget, lebih suka dari cover aslinya! Ada denah kota Colby juga sehingga kita bisa mengikuti travelling yang dilakukan oleh Auden dan Eli. Menjadi kelebihan yang lain. Kalau untuk kekurangannya hanya dari segi teknis saja, terjemahannya bagus, mengunakan bahasa sehari-hari, sayang typonya cukup banyak. Sering banget menemui spasi yang salah letak sehingga mengacaukan kata, misalnya saja 'semuabegi tu' dan saya lebih suka kalau kalimat 'I Cinta Unicorns' tidak diterjemahkan, selebihnya nggak ada masalah :).
Kau tak bisa begitu saja memetik dan memilih seenaknya ketika seseorang bergantung padamu, atau mencintaimu. Ini bukan seperti sakelar lampu, yang mudah dinyalakan atau dimatikan. Bila kau masuk, ya artinya kau masuk. Bila kau keluar, artinya ya kau keluar. Bagiku itu sama sekali tidak rumit. Kenyataanya, itu hal termudah di dunia.
Terkadang, kau mendapatkan hal yang tepat di kesempatan pertama. Yang lainnya, kau dapatkan di kesempatan kedua. Tapi yang ketiga kalinya, kata orang, pasti berhasil. Hanya berdiri di sana menjadi orang yang gampang menyerah, kutebak aku takkan pernah tahu apakah aku akan kembali menaiki sepeda, sekali lagi.
Hidup seperti roda yang berputar, kadang di atas kadang di bawah, berkali-kali jatuh akan membuat kita lebih berpengalaman dan ketika kita berhenti mengayuh, kehidupan pun akan ikut berhenti.

Buku ini recommended banget bagi yang suka YA dan sepeda :)

4 sayap untuk masa-masa terbaik.



4 komentar:

  1. nahloh jadinya I cinta unicorns? XD
    kalau pun diganti jadi terjemahan semua harusnya kan Aku Cinta Unicorns ya? Nanti kusampaikan ke editornya. Makasih review-nya sulis.

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama-sama, Mer, hihihi aneh aja jadinya tapi yang terpenting adalah ceritanya :)

      Hapus
  2. Aku suka unsur sepedanya di novel ini. Btw Heidi dan Thisbe jg ada di What Happened to Goodbye. Lanjut The Truth about Forever!! Agak mirip ceritanya tapi Wes tuh.... haduuh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lah, aku kok nggak ngeh ya? Iya nih pengen banget baca The Truth About Forever, punya yang bahasa Inggris tapi pengen yang terjemahannya juga =))

      Hapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*