Penulis: Mega Shofani
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 9786020379159
Cetakan pertama, 28 Januari 2018
272 halaman
Pernah terbit di jurnalruang.com
Kata orang, Aruna itu sebenarnya cantik, tapi…. gendut.Iya, Aruna tahu ia gemuk. Ia pun kenyang dan tidak mempan lagi diejek. Habisnya bagaimana? Ia paling sulit menolak makanan, apalagi yang enak. Masakan Mama, misalnya. Atau traktiran Raka, sahabatnya.Tetapi sikap cuek Aruna mulai berubah setelah Nada, sepupunya yang cantik dan serbabisa, masuk ke SMAyang sama dengannya. Bukan itu saja, Raka terangterangan memuja dan mendekati Nada sehingga membuat Aruna merasa tersisih dan minder. Apa yang harus ia lakukan agar bisa seperti Nada?Aruna pun memutuskan mulai berdiet. Bagaimanapun caranya, ia harus langsing, langsing, langsing! Ia tidakakan kalah dengan cewek-cewek lain di sekolah dan akan mendapatkan kembali perhatian Raka.
Memiliki tubuh ideal tentu idaman setiap orang, apalagi perempuan. Dengan tubuh langsing, perempuan merasa dirinya cantik dan lebih percaya diri. Beda dengan mereka yang memiliki tubuh berukuran plus, tak banyak yang merasa minder. Tak jarang pula menjadi bahan olok-olok.
Tindak mengomentari fisik, penampilan, atau citra diri seseorang dikenal dengan istilah “body shaming”. Sebagian orang beranggapan hal itu bertujuan memotivasi, tapi jatuhnya selalu menjadikan rendah diri. Bahkan tidak sedikit yang mengalami depresi.
Dari beberapa macam “body shaming”, “fat shaming” adalah salah satunya. Sesuai istilahnya, “fat shaming” berbentuk komentar negatif terhadap orang-orang yang memiliki badan gemuk atau “plus size”. [1]
Dalam buku terbarunya, Kilovegram, Mega Shofani mengangkat kehidupan remaja perempuan yang memiliki tubuh “plus size”. Sejak kecil, Aruna Mega, sang tokoh utama, memiliki berat badan di atas rata-rata yang tak jarang menjadi bahan ejekan sampai tak ada yang mau berteman dengannya. Aruna mendapat julukan Arundut sampai diminta ganti nama menjadi Aruna Giga karena lebih cocok dengan bentuk tubuhnya.
Awalnya, Aruna tidak mempermasalahkannya. Ia selalu mendapat dukungan sang ibu dan sahabatnya, Raka. Walau Raka kadang mengejek, Aruna tidak pernah sakit hati. Ia tahu bagaimana cowok itu menerima dirinya. Bahkan sejak kecil menjadi pahlawan dan teman satu-satunya ketika Aruna menjadi korban risak.
“Kayak ini yang pertama kali gue belain lo aja. Biasanya gimana? Sahabat emang harus begitu, saling melindungi dan seperti puzzle, tiap bagian saling melengkapi. Paham?” – halaman 27
Keadaan berubah ketika Nada, sepupu Aruna tinggal dan sekolah bersama dirinya. Nada adalah potret remaja perempuan idaman. Dia cantik, berprestasi, dan sempurna―dengan tubuh bak model. Aruna mulai terganggu dengan mereka yang membanding-bandingkan dirinya dengan Nada, terlebih Raka.
Ledekan yang dulu hanya dianggap sambil lalu, kini terasa menyakitkan. Apalagi sejak kedatangan Nada, Aruna merasa tersisih. Raka jarang menemuinya. Mendengarkan curahan hati Aruna saat dirisak oleh Diana—musuh bebuyutannya sejak SMP—pun Raka tidak memiliki waktu.
Hilangnya kebersamaan dengan Raka membuat Aruna sadar akan perasaannya, bahwa Raka dianggapnya lebih dari sekadar sahabat. Raka memotivasi Aruna untuk ikut pertunjukan busana kategori C di sekolah, kategori untuk para cewek bertubuh plus. Dengan mengikuti kontes itu, Aruna berharap dapat menarik perhatian Raka lagi.
Bukannya membuat Raka terpesona, Aruna malah mendapat ledekan menyakitkan yang membuat hubungannya dengan Raka semakin menjauh. Puncaknya, Aruna mengambil langkah berbahaya untuk membuktikan kalau dia juga bisa cantik.
“Cinta memang bukan soal ukuran, bukan soal angka pada jarum timbangan, juga bukan soal wajah yang dipoles riasan. Cinta melibatkan lebih dari itu… Yaitu perasaan.” – halaman 268
Sebelum Kilovegram, beberapa buku sudah mengangkat kisah dengan tokoh utama tak sempurna. Sebut saja The Princess in Me karya Donna Rosamayna dan Fatbulous karya Fidriwida. Di Amerika Serikat, Rainbow Rowell dalam novelnya Eleanor & Park juga menampilkan karakter yang underrated—gadis remaja dengan berat badan plus.
Tokoh dengan ketidaksempurnaan mungkin bukan menjadi favorit semua orang, tapi keberadaan mereka dan bagaimana cara mereka menghadapi masalah akan ketidaksempurnaan patut untuk disimak.
Kilovegram bukan hanya kisah cinta dari remaja yang dipandang sebelah mata, tapi juga menyoal perjuangan. Perjuangan menjadi diri sendiri, perjuangan mempertahankan persahabatan, dan perjuangan melawan bullying.
Dari segi cerita, Kilovegram memang mudah ditebak. Namun, Mega membangun emosi tokoh dengan ciamik. Mega berhasil mentransfer perasaan kepada pembaca, bahwa tidaklah mudah menjadi mereka.
Walau memiliki sisi lemah, pada dasarnya Aruna berkepribadian kuat. Sebelumnya, dia tidak pernah tersinggung saat diledek bahkan oleh Diana dan Valen, kakak kelasnya. Dengan tangkas, Aruna membalikkan keadaan. Bagian tersebut menjadi salah satu adegan favorit buku ini. Kita yang tertindas bisa, kok, melawan. Kita bisa di atas angin kalau kita memang benar.
Mega juga menyisipkan pesan bahwa perempuan yang berukuran tubuh plus tetap bisa berprestasi. Aruna tetap mengikuti lomba peragaan busana di dalam dan di luar sekolah. Meski sempat ingin mengundurkan diri, berkat dukungan sang ibu dan Vio, kakak kelas yang mengatakan kalau tujuan lomba ini untuk meningkatkan rasa percaya diri, Aruna tetap melaju. Memiliki badan besar bukan halangan untuk berekspresi.
Aruna mengingatkan kita pada Ashley Graham, pionir model bertubuh plus untuk baju renang dan lingerie. Model “plus size” lain seperti Tess Holliday, Barbie Ferreira, dan Candice Huffine juga berkampanye untuk percaya diri akan bentuk tubuh sendiri serta melawan standar kecantikan dalam dunia modeling. [2]
Remaja memang labil dan gampang goyah. Apalagi mereka yang kurang percaya diri dengan bentuk badan plusnya. Jika tidak kuat dengan tekanan atau olok-olok, mereka bisa mengalami gangguan makan seperti bulimia atau anoreksia karena ingin mendapatkan tubuh ideal secara instan. Parahnya, mereka akan depresi sampai berpikir untuk bunuh diri. Perkataan yang tadinya hanya sekadar meledek bisa berpengaruh besar pada mental seseorang.
Aruna teguh pendirian dan berkeinginan kuat untuk berubah menjadi cantik sesuai gagasannya sendiri. Namun, tekanan membuatnya terpuruk. Dukungan dari orang sekitar begitu dibutuhkan untuk menyadarkan bahwa ketidaksempurnaan bukan halangan untuk bisa diterima.
Parameter kecantikan bukan lagi dinilai dari apakah seseorang memiliki tubuh ideal, tapi bagaimana seseorang menerima apa yang dimiliki. Kilovegram sangat cocok untuk remaja, juga untuk mereka yang merasa kurang percaya diri. Yakinlah, kalian tidak sendirian. (*)
Sumber:
[1] Michelle, Aulia. 2018. “Berhentilah Melakukan Body Shaming” dalam CNN Indonesia. 13 Februari 2018. Diakses dari https://student.cnnindonesia.com/keluarga/20180111135130-436-268141/berhentilah-melakukan-body-shaming/
[2] Hasan, Akhmad Muawal. 2016. “Tubuh Sintal yang Mulai Mengguncang Catwalk” dalam Tirto.id. 19 November 2016. Diakses dari https://tirto.id/tubuh-sintal-yang-mulai-mengguncang-catwalk-b5hZ
Kalo membicarakan soal ukuran tubuh, saya tuh agak kurang setuju soal penerimaan diri. Soalnya gemuk atau kurus sebenarnya bisa diupayakan agar ideal. Contohnya banyak yang pada akhirnya bisa membentuk tubuhnya ideal dan sejak itu mereka merasa lebih percaya diri, bahkan jauh lebih sehat karena ada perubahan pola hidup; makan makanan yang lebih baik, rajin olahraga, bahkan memperbanyak minum air putih.
BalasHapusMungkin ya tidak baik itu adalah obsesi, sehingga proses diet yang dilakukan justru merusak badan. Tapi poin saya, selama bisa dibikin indah dan tidak merusak badan, upayakan terus. hehehe.
Bagusnya emang ideal, siapa yang nggak mau juga, hahaha. Tapi kan kadang kita nggak bisa memaksakan, banyak hal yang mempengaruhi, emang nggak mudah tapi yang paling penting menerima diri apa adanya, mencintai diri sendiri terlebih dahulu :)
Hapus