Pages

Jumat, 27 April 2018

Tentang Kamu yang Tak Tahu Arti Menunggu by Tarina Arkad | Book Review

Judul buku: Tentang Kamu yang Tak Tahu Arti Menunggu
Penulis: Tarina Arkad
Penyunting: Dion Rahman
Ilustrasi isi dan penata sampul: Ulayya Nasution
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
ISBN: 978-602-01-5471-9
Cetakan pertama, 18 Februari 2018
288 halaman
Buntelan dari @sagirangisme
Gandis tahu mereka sudah berjanji. Namun Diyan mengingkari. Gandis percaya bahwa berharap lebih artinya siap dikecewakan, hanya saja ia lupa bahwa orang terdekatlah yang justru punya kesempatan melukai lebih besar. 

Lalu Diwang muncul, menawarkan harapan yang tak ingin Gandis yakini. Tidak seharusnya perasaan itu ada di tengah ikatan persahabatan. Tapi Diwang percaya justru Gandis satu-satunya orang yang bisa membuatnya jatuh cinta setengah mati. 

Gandis menyadari kerumitan ini. Hingga ia tak menyangka kehadiran sosok yang bisa menyederhanakan semua. Sosok tak disangka yang mengubah tangisan luka menjadi semburat senyum bahagia. 

Ini tentang janji yang diingkari. Tentang harapan yang dikecewakan. Tentang sosok tak disangka yang datang mengobati luka.

Sebuah janji yang diingkar Diyan membuat Gandis sangat kecewa padanya, membuat hubungan mereka berjarak dan bagaimanapun Diyan mencoba meminta maaf, Gandis selalu menghindar dan tidak ingin berurusan lagi dengannya. Regangganya hubungan Gandis dan Diyan memunculkan harapan bagi Diwang, sahabat mereka yang sudah lama memendam perasaan pada Gandis. Kehadiran Langga yang selama ini tidak tidak sedekat hubungannya dengan Diyan dan Diwang, menampal kesepian Gandis ketika bermain olahraga yang dulunya sering dia mainkan dengan Diyan.

Ada satu alasan kenapa Diyan membiarkan Gandis menunggu kala itu, sebuah alasan yang tidak mungkin dia katakan untuk saat ini, di mana dia sendiri belum mampu menerimanya, dia butuh waktu. Namun, ketika Diwang secara terang-terangan mengatakan kalau dia ingin merebut hati Gandis, Diyan marah, dia merasa dikhianati karena selama ini jugalah Diwang menjadi tempat curahan hati Diyan akan perasaanya pada Gandis. Hanya Langga yang berdiri di pihak yang objektif, yang ingin persahabatan mereka kembali seperti dulu kala.
Tapi ia tahu kalau dalam hidup, selalu ada pertanyaan yang membutuhkan waktu yang nggak sebentar buat menemukan jawabannya. Pertanyaan sulit versi Diyan saat ini barangkali, kenapa Gandis masih terus menghindarinya padahal satu-satunya penyebab kemarahan cewek itu sudah lama. Sementara pertanyaan sulit yang nyaris nggak ada jawabannya versi Diwang adalah, kenapa usahanya untuk mendapatkan perhatian cewek yang ia suka tidak semulus saat ia mendekati beberapa gadis yang nggak benar-benar ia inginkan?
Untuk ukuran buku debut, Tentang Kamu yang Tak Tahu Arti Menunggu bisa dibilang memenuhi ekspektasi saya. Tarina Arkad memulai prolog dengan memancing rasa penasaran pembaca, membuat pembaca ingin melanjutkan membaca dan menemukan sendiri apa yang sebenarnya terjadi. Ditambah gaya bercerita yang sangat nyaman, tidak terlalu baku dan sangat jauh dari kaku, khas bahasa anak remaja, terlebih dia cukup kuat dalam teknik show. Misalkan saja pada bagian penulis mendeskripsikan olahraga yang akan dimainkan Gandis, itu bagus sekali, padahal penulis sudah memberikan satu tanda yang mencirikan olahraga tersebut tapi saya tetap kesulitan untuk menebak apa yang akan Gandis mainkan.

Untuk konfliknya sendiri, sebenarnya cukup mainstream, cinta segitiga antar sahabat, tapi ada satu konflik yang dirahasiakan penulis, yang membuat tanda tanya sedari awal cerita bergulir, yang membuat Diyan tidak menepati janji kepada Gandis. Rudiyan Soho, Erlangga Supardi, dan Adiwangsa Kartawijaya bersahabat sejak kecil dan selalu satu sekolah, mereka juga tinggal dalam satu komplek walau tidak bertetangga secara langsung. Diwang sebenarnya yang pertama kali bertemu dengan Gandis, tapi pertemuan mereka sepertinya tidak terlalu memiliki arti yang dalam bagi Gandis, sebaliknya untuk Diwang, dia langsung menyukai cewek tersebut.

Diwang terkenal playboy dan berasal dari keluarga kaya raya, Gandis tahu reputasinya sehingga dia tidak pernah tergoda, hanya menganggapnya sebagai sahabat. Berbeda dengan Diyan, ayahnya adalah pelatih bulutangkis, seseorang yang tadinya diminta untuk melatih Gandis, lalu menyuruh anaknya untuk menemani Gandis bermain, dari sanalah kedekatan bereka terjalin, dan keduanya saling tertarik. Karena masalah yang muncul diantara mereka, Gandis berlatih sendiri dan di tempat yang sama dia bertemu Langga, seseorang yang paling pendiam dan ternyata asik untuk diajak mengobrol maupun bertanding bulutangkis. Dari sini bisa ditarik kesimpulan kemana arah cerita bergulir :D.

Sedangkan konflik kedua, yang sebenarnya menjadi konflik utama adalah tentang masalah keluarga. Di pertengahan cerita saya bisa menebak dengan mudah akan plot twist yang disajikan penulis, walau agak sebal dengan penyelesaikan konflik-nya, tapi yah, mungkin itu memang keputusan terbaik, sebagai pembaca saya juga tidak boleh egois, harus bisa memahami, dan butuh kedewasaan seperti yang Diyan miliki, untuk menerima keputusan yang sebenarnya cukup menyesakkan bagi kita.

Selain persahabatan yang cukup baik diusung penulis, pun dengan potret keluarga yang ditambahkannya. Saya menyukai hubungan ayah Diyan dengan dirinya, sebagai pelatih yang cukup disiplin, terlihat dia cukup keras mendidik Diyan, alhasil Diyan gampang membangkang bahkan dia memilih keluar dari bulutangkis dan malah bergabung dengan klub sepakbola bersama dua sahabatnya, padahal dia punya bakat yang besar. Apa yang dialami Diyan dengan ayahnya tentu menyumbang kedewasaan bagi Diyan, bahwa mereka memang butuh sosok orang lain untuk merekatkan hubungan yang semakin renggang.

Satu kekurangan yang sebenarnya cukup subjektif, ada bagian yang menurut saya cukup repetitif khususnya akan masalah Diyan dan Gandis yang membuat konflik mereka hanya berputar-putar saja, apalagi saya cukup geregetan dengan sikap Gandis, yang lebih suka menghindar daripada menyelesaikan. Saya berharapnya penulis lebih mengembangkan konflik kedua yang jauh lebih menarik.

Untuk prolog dan epilog penulis menggunakan sudut pandang orang pertama dengan Diyan sebagai narator, selebihnya menggunakan sudut pandang orang ketiga. Saya rasa pemilihan ini sangat tepat, Diyan adalah tokoh sentral dan yang memegang kunci untuk membuka rahasia, apa yang dia alami akan sulit diterima kalau tidak bersuara langsung. Dan di bagian epilog kita bisa merasakan apa yang dia alami akan keadaan yang menimpa dirinya dan juga keluarganya. Mungkin berat menerima, tapi kalau keputusannya jauh berdampak positif bagi banyak orang, dia rela mengalah.

Bagi yang ingin membaca cerita remaja dibumbui masalah keluarga, buku ini sangat cocok. Kita bisa belajar untuk menerima dan memahami lewat konflik yang disuguhkan. Ada banyak cara untuk menunjukkan cinta.

4 komentar:

  1. Mereka itu usianya berapa ya? Saya tertarik baca, karena konflik persaingan mendapatkan Gandis. Mau tahu bagaimana persaingan itu diakhiri

    BalasHapus
  2. Mereka SMA kelas 3 kalau g salah ingat 😂

    BalasHapus
  3. Tentang sosok yang tak disangka datang mengobati luka. Wow, menarik boleh juga nih. .

    BalasHapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*