Pages

Selasa, 31 Januari 2017

Solanin | Movie Review


Solanin | Soranin (2010)
Sutradara: Takahiro Miki
Produser: Keiko Imamura, Osamu Kubota, Masaro Toyoshima
Penulis naskah: Izumi Takahashi
Pemain: Aoi Miyazaki, Kengo Kora, Kenta Kiritani, Yoichi Kondo, Ayumi Ito
Durasi: 126 menit
Distributor: Asmik Ace Entertainment

Based on Asano Inio manga, Solanin (2005)

Pertama kali tahu Solanin ketika ada teman blogger yang mereview manganya, saya cukup tertarik dengan ceritanya terlebih hanya duologi. Dewasa ini saya tidak mampu lagi membaca manga yang berseri-seri dan tanpa tahu kapan selesainya, makanya saya mencari yang pasti-pasti saja. Namun, berhubung saya belum bisa ke toko buku dan mencari Solanin, saya berencana menonton versi live actionnya saja, dan begitu menonton saya cukup terkejut karena berlatar musik. Kalau rajin baca blog saya pasti tahu kalau tidak lama ini saya menonton The Liar and His Lover dan berencana menonton Beck, yang sama-sama tentang dunia musik.

Solanin bercerita tentang persahabatan lima sekawan yang dimulai sejak kuliah, mereka adalah Naruo Taneda (Kengo Kora), Jiro "Billy" Yamada (Kenta Kiritani), Kenichi Kato (Yoichi Kondo). Mereka bertiga membentuk band rock dengan nama Ritto, sedangkan Meiko Inoue (Aoi Miyazaki) dan Ai Kotani (Ayumi Ito) adalah pendukung nomor satu. Selepas kuliah mereka tetap bersama-sama, hanya saja waktu untuk bermusik hampir tidak ada, hanya dalam sebulan satu atau dua kali Ritto berlatih, tapi tidak pernah menunjukkan kemampuan kepada orang lain.

Meiko dan Naruo adalah sepasang kekasih yang tinggal dalam satu atap tanpa sepengetahuan orangtua mereka. Meiko tidak nyaman menjadi pekerja kantoran, dia merasa tidak bebas, sedangkan Naruo (vokalis dan gitaris) bekerja serabutan, dia juga tidak menyukai pekerjaanya, dia ingin fokus di musik tapi karena band mereka masih amatir tentu tidak ada yang melirik dan kalau tidak memiliki penghasilan lain dia dan Meiko tidak akan bisa hidup. Suatu insiden di kantornya membuat Meiko yakin dengan keputusannya keluar, didukung oleh Naruo yang setengah sadar agar Meiko mengikuti kata hatinya, Meiko menjadi pengangguran yang bisa bebas melakukan apa yang dia sukai, keputusan yang disesali Naruo.



Meiko dengan bebas menemui Ai yang bekerja di toko pakaian, Kenichi (bassis) yang belum selesai juga menjadi mahasiswa tingkat akhir, lebih memilih bekerja di toko alat musik dan Jiro (drummer) yang mewarisi toko obat ayahnya. Meiko tidak tahu apa yang akan dilakukannya, dia hanya mengikuti arus dan dia juga ingin Naruo seperti dirinya, merasa bahagia dengan hidup yang dimiliki. Meiko tahu betul apa keinginan Naruo, dia menyuruh agar serius di musik, yakin akan kemampuannya dan berani menunjukkan agar bisa dinilai, bukannya disimpan sendiri. Naruo pun mengikuti saran Meiko, dia keluar dari pekerjaanya dan melakukan rekaman dengan rekannya yang lain, membuat demo lagu dengan judul Solanin.

Sayangnya, keberuntungan belum ada di tangan mereka, lagu demo yang dikirimkan ke berbagai perusahaan rekaman tidak ada balasan, hanya satu, tapi lagu yang mereka ciptakan harus dinyanyikan oleh orang lain, yang langsung Meiko tolak mentah-mentah. Naruo kembali tidak bersemangat, dia tidak tahu apa yang akan dilakukan dalam hidupnya. Kemudian Naruo ingin menyudahi hubungannya dengan Meiko, yang langsung ditolak. Meiko yakin bahwa kesusahan hidup yang mereka alami akan bisa ditangani kalau bersama-sama, Meiko tidak ingin kehilangan Naruo, dia sangat mencintainya, dia juga berjanji akan mencari pekerjaan lagi.

Suatu hari tiba-tiba saja Naruo pergi tanpa pamit, membuat Meiko sangat sedih, tidak bersemangat menjalani hidup, tidak mau makan dan menjadi sakit-sakitan. Beberapa hari kemudian Naruo sempat menelepon kalau dia kembali ke pekerjaanya yang lama dan sedang sangat sibuk, hal tersebut membuat Meiko kembali hidup. Lalu, dua bulan berselang, sejak telepon terakhir tersebut tidak ada kabar lagi dari Naruo, bahkan ayah Naruo datang ke tempat Meiko dan mengambil barang-barang anaknya.



Ceritanya sangat sederhana sekali, mengusung genre slice of life di mana biasanya mengangkat realitas kehidupan sehari-hari yang mudah dipahami, yang tadinya hanya cerita biasa tapi seiring berjalannya waktu dengan konflik dan pesan moral, cerita menjadi luar biasa. Inilah yang saya dapatkan ketika menonton Solanin, saya pun pernah merasakan apa yang dialami para tokohnya, dan mungkin banyak orang lain yang merasakan hal yang sama. Sehingga film ini bisa sangat bermakna.

Realitas yang disuguhkan adalah ketika kita memasuki fase dunia kerja, maka bayangan kita tidak akan seindah waktu jaman kuliah dulu. Ada waktu ketika kita merasa apa yang dipilih salah, terpaksa menjalani pekerjaan tertentu karena tidak ada pilihan lain, karena mencari pekerjaan itu susahnya bukan main, kita tidak bisa pilih-pilih kalau berada di posisi tengah, tidak hebat maupun tidak payah. Tentang kepercayaan diri, bahwa kalau tidak dicoba siapa yang tahu, kalau tidak berusaha mana mungkin membuahkan hasil. Tentang idealis yang kadang tidak bisa dijual. Tentang para sahabat yang akan selalu ada di sisi kita tanpa peduli kondisi yang sedang dialami, tentang kepercayaan, tentang pencarian jati diri. Tentang apa yang kita inginkan dalam hidup ini.

Alurnya bisa dibilang cukup lambat, bahkan di awal saya sempat senewen kapan memasuki menu utama. Namun, lambat laun saya mengerti kenapa alurnya dibuat seperti itu, karena kesepian dan kesendirian akan sangat terasa, khususnya di bagian Meiko, penonton akan dengan mudah merasakan apa yang dia rasakan, rasa sepi dan hampa. Pengambilan gambarnya juga sangat bagus, misalkan saja ketika Meiko di kereta yang sepi, menyeberang jalan, atau di rumahnya termenung sendirian. Atmosfernya cukup sendu dan pada adegan flashback sangat mulus, tidak ada penanda tapi penonton akan langsung tahu kapan sebenarnya adegan tersebut terjadi. Untuk aktingnya tidak perlu saya bahas, saya suka pilihan pemainnya, semuanya okey, terlebih Aoi Miyazaki.


Ada dua adegan yang sangat membekas bagi saya, pertama adalah ketika Meiko dibonceng naik sepeda oleh Jiro ketika akan berangkat latihan dan ketika formasi Ritto yang baru akan manggung untuk pertama kalinya.
Jiro: Meiko, apa kau ingat? Kau pergi ke toko kami dan bertanya, "Apakah aku puas dengan hidupku?". Jika kau menulis semua daftar keluhan dalam hidup, kau tidak akan pernah selesai.
Kenichi: Benar, kau tidak akan berhenti.
Jiro: Tapi aku memiliki banyak kesenangan sekarang.
Kenichi: Kau bersenang-senang juga.
Jiro: Mungkin, hidup bagiku cukup baik saat ini. Apakah itu beneran?
Kenichi, Meiko: Beneran.
Hanya ada dua lagu di film ini dan semua berada di bagian terakhir, pada waktu Ritto latihan sebenarnya juga ada tapi Naruo sendiri bilang kalau lagunya tidak ada lirik, hahaha. Soundtrack di bagian akhir yang dinyanyikan Aoi Miyazaki diciptakan sendiri oleh Asano Inio, begitu ada versi live action, Asian Kung-Fu Generation mengaransemen dan menjadikan single ke-14, selain itu mereka meremix lagu Mustang untuk Meiko dari album mini tahun 2008 yang juga terinspirasi dari manga karya Asano Inio ini.


Solanin memang tidak seratus persen tentang musik, bahkan bisa dibilang hanya menjadi salah satu bumbu saja, kisah persahabatan juga hanya pendamping, fokus utama memang pada hubungan Meiko dan Naruo, bukan berarti hanya dicekoki cinta-cintaan, tetapi tentang apa yang mereka inginkan dalam hidup, bagaimana mereka harus bangkit dari keterpurukan. Dalam arti sebenarnya Solanin bisa saja racun yang tumbuh pada kentang, tapi melalui lagu yang berjudul sama ini, Naruo berpesan untuk mengatakan selamat tinggal pada masa lalu, jalani hari yang baru.

4 sayap untuk Rotti.

6 komentar:

  1. cover komiknya juga menarik yaah, jadi pengin punya komiknya juga.. filmnya udah punya, tinggal nonton ahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tadinya pengen punya komiknya tapi karena udah nonton filmnya nggak harus punya deh, kayanya sama2 bagus, hehehe

      Hapus
    2. Aku baru nonton akhirnyaa, terus baca lengkap review ini aah bener itu ngena banget obrolan Meiko sama Billy pas di sepeda :((

      Hapus
    3. Nah kan, kerasa banget sedihnya T.T

      Hapus
  2. Aku kira tadi shaolin hehe :D ternyata solanin, paleng seneng sama covernya ehehhehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha, nyrempet dikit, cover filmnya emang bagus-bagus, aku paling suka yang mirip versi manganya :D

      Hapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*