Pages

Sabtu, 26 Maret 2016

Resensi: Coppélia Karya Novellina A.

Judul buku: Coppélia
Penulis: Novellina A.
Editor: Ruth Priscilia Angelina
Cover: Orkha Creative
ISBN: 978-602-03-1810-3
192 halaman
Baca di iJak
Sejak kecil Oliver sudah jatuh cinta pada Nefertiti yang aneh. Namun, tetangga depan rumah sekaligus teman sekelasnya itu tiba-tiba menghilang. Oliver ditinggalkan sebelum sempat membuat gadis itu mengingat namanya.

Sampai ke Jerman, Oliver mencari cinta pertamanya. Hingga akhirnya mereka bertemu. Tetapi, keadaan telah berubah. Nefertiti bukan lagi gadis yang dulu. Penari balet itu terluka sangat dalam dan menganggap cinta sebagai rasa asing yang terlalu mewah untuk ia miliki.

Akankah cinta menemukan jalannya, atau Nefertiti tidak akan dapat meloloskan diri dari masa lalunya yang begitu dingin… sedingin kisah boneka Coppélia yang begitu dicintai ibunya.
Baca buku ini sudah beberapa minggu yang lalui melalui iJak karena tidak juga memilikinya sampai sekarang secara fisik, hehehe. Coppélia adalah salah dua metropop yang membuat saya penasaran, selain 3 karya Alicia Lidwina, yang katanya tidak seperti metropop kebanyakan, ratingnya juga sangat bagus. Saya belum membaca karya debut Novellina, tapi dengan membaca buku ini dan membaca review buku debutnya, saya sedikit menerka-nerka kalau penulis mempunyai minat terhadap karya klasik. Di buku pertama dia bercerita tentang piano, di buku keduanya ini dia banyak membahas balet dan lukisan. Selain itu, nama-nama yang dia pilih untuk para tokoh utamanya juga cukup unik.

Coppélia beraura dark, ceritanya cukup gelap. Di awali dengan setting di Santorini, Yunani, di mana sang tokoh utamanya Nefertiti 'melarikan diri', di sana dia bertemu dengan orang yang sangat mirip dengannya, berbicara hanya dengan orang yang dia rasa bisa dipercaya. Dalam perjalanan kembali ke Jerman karena Nefertiti sudah kehabisan uang, dia menceritakan masa lalunya kepada Theos, anak dari Angeliki, wanita yang memiliki rumah tempat Nefertiti menumpang selama di Santorini. Dimulailah cerita dari masa kecil Nefertiti yang penuh tekanan dan kurang kasih sayang dari ibunya, yang sejak kecil selalu dipaksa mencari apa bakat yang dimiliki, apakah arsitek seperti ayahnya atau melukis seperti ibunya. Dia dipaksa harus berprestasi, membuat masa kecilnya penuh tekanan, membuatnya jarang bisa bersosialisasi dengan teman-teman di sekolah. Dia hanya punya satu teman, teman yang tidak bisa berbicara dan menderita keterbatasan mental.

Di belahan dunia yang lain, Oliver mencoba mencari Nefertiti, tetangga sekaligus teman sekolah yang diam-diam dia cintai. Ketika ada reuni SMA di Jakarta, Oliver mendengar pembicaraan tentang Nefertiti dari teman-teman perempuannya, yang mengatakan kalau Nefertiti adalah perempuan aneh, tidak pernah berbicara, tidak memiliki teman tapi masuk siswa yang berprestasi dan bertanya-tanya kemana dia sekarang ini. Dia berharap Nefertiti bakalan datang, tapi seperti tahun-tahun sebelumnya, dia tidak pernah muncul lagi, dia yang bertempat tinggal di depan rumahnya juga tidak tahu kemana dia sekarang berada. Bahkan Oliver sampai meneruskan kuliah dan memilih Jerman karena siapa tahu Nefertiti juga ada di sana, siapa tahu dia bisa bertemu lagi, tempat di mana sekarang ibunya tinggal setelah kedua orangtuanya bercerai.
Brian dan Ayumi seperti antigen dalam hidupku. Mereka coba meringsek masuk ke pertahananku dan mencoba memperkenalkan warna warni pelangi.
"Luka karena kehilangan seseorang yang sangat kau cintai tak bisa bagitu saja berkurang oleh waktu. Ada kalanya kau merasakan sakit yang beratus-ratus kali lipat," kataku lagi. "Aku tidak takut tidak bisa melihatnya lagi, tapi aku takut aku akan mati karena tidak bisa terlepas dari kenangannya."
Saya cukup menikmati Coppélia ini, jenis cerita yang 'aku banget', dark, pilu, ada harapan akan kehidupan yang lebih baik, ada seseorang yang akan mencintai dengan tulus. Hanya saja di bagian awal saya cukup dibuat bingung dengan setting dan sudut pandang penceritanya. Saya bukan kebanyakan pembaca yang tertipu dengan blurb di belakang sampul karena saya tidak membacanya terlebih dulu. Di bab pertama, Nefertiti sebagai narator alias sudut pandangnya mengambil orang pertama, kemudian di bab kedua saya harus berhenti sejenak, membaca ulang dan mencerna lebih lama karena narator berganti menjadi Oliver. Tidak masalah sebenarnya, sudut pandang orang pertama membuat pembaca lebih memahami apa yang dialami karakter tokoh utamanya, hanya saja 'suara' Nefertiti dan Oliver hampir sama, sehingga di awal saya cukup bingung, cerita yang mulanya bersetting di Yunani kemudian tiba-tiba ada di Jakarta. Cerita disuguhkan secara bergantian dari Nefertiti kemudian Oliver, begitu seterusnya.

Alur yang dipilih penulis maju mundur, di bagian ini saya juga perlu berkonsentrasi apakah ada di masa sekarang atau sebaliknya. Saya merasa plotnya kurang rapi, tapi setelah ke belakang saya bisa mengikuti dan menikmatinya. Chemistry antara Nefertiti dan Oliver kurang, tidak banyak interaksi yang mereka lakukan, tapi adegan ketika Oliver mengajak Nefertiti pulang sekolah bareng itu cukup romantis. Diksinya bagus, referensi tentang balet dan segala sesuatu yang berbau klasik perlu diapresiasi, semua dilebur menjadi satu kesatuan dan tidak terasa kalau tempelan semata. Satu hal lagi yang menarik di buku ini, yaitu salah satu jenis kepribadian yang melekat pada Nefertiti, dia adalah seorang INTJ (introversion, intuition, thinking, jungement), salah satu jenis kepribadian yang langka di dunia, sayangnya dalam hal ini tidak dikembangkan penulis secara detail.

Mengesampingkan beberapa kekurangannya, yang saya sukai dari buku ini adalah tema ibu-anak yang diangkat penulis, dalam sekali dan emosinya terasa. Saya bisa merasakan bagaimana harapan Nefertiti akan lebih dipedulikan ibunya, ingin hubungan mereka dekat layaknya orang lain, tidak hanya dituntut selalu sempurna dengan bakat yang dimiliki, berharap ibunya bangga dengan apa yang sudah diusahakan Nefertiti. Puncaknya adalah ketika Nefertiti gagal menjadi pemeran utama dalam Swan Lake. Gezzz, kecewanya terasa sekali. Apa yang dialami Nefertiti banyak juga dialami oleh para anak di luar sana. 

Kadang orangtua memaksakan kehendak atau impiannya kepada anak, anak sebagai pabrik pemuas ego, tanpa melihat apakah anaknya mampu atau tidak. Ketika sang anak mencoba sebaik yang dia bisa dan gagal, mereka langsung kecewa, padahal sang anaklah yang jauh lebih kecewa. Tekanannya banyak, kecewa akan diri sendiri yang sudah berlatih keras, kecewa karena telah mengecewakan orang yang berharap lebih padanya. Seharusnya mereka didukung, semua orang bisa gagal, dan tidak ada yang sempurna di dunia ini. Namun demikian, saya juga tidak langsung menghakimi ibu Nefertiti, melihat kisah masa lalu di bagian akhir saya mengerti kenapa ibunya sangat keras pada Nefertiti perihal balet.

Saya menyukai hampir semua tokoh pendukungnya, Brian yang dengan tulus menyayangi Nefertiti walau mereka bersaudara tiri, ayah Nefertiti yang selalu ada dan mendukung apa pun yang dilakukan anak semata wayangnya. Oliver juga manis, penantian akan cintanya membuktikan kalau Nefertiti tidak sendirian di dunia ini, akan ada orang yang akan tulus mencintainya. Saya juga menyukai hubungan Nefertiti dengan gadis bisu yang sering diejek anak-anak kampung sekitar, kadang kita membutuhkan teman yang hanya mendengarkan, menampung apa pun yang kita rasakan, saling berbagi kesedihan.

Overall, Coppélia memberikan rasa yang berbeda dalam lini metropop, yang menyukai segala sesuatu berbau klasik dan sedikit misteri, tentang seorang anak yang haus akan kasih sayang ibunya, buku ini sangat recommended.

3.5 sayap untuk Brian yang jenius bermain piano.


8 komentar:

  1. Aku baru beli buku ini..
    tp masih di timbunan :(

    BalasHapus
  2. Seharusnya rating buku ini tinggi. Karena membuat porsi cerita yang tidak membesar-besarkan sisi romance-nya. Dan saya kira tema keluarga lebih gampang dinikmati dari pada percintaan ala-ala drama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Drama keluarga bisa dinikmati siapa saja sih ya, tapi bagus juga kok ratingnya :)

      Hapus
  3. Aku juga penasaran sama ini :D
    Gak nyangka cover putih itu isi ceritanya dark

    BalasHapus
  4. Aku suka yang ceritanya surem...soalnya jadi tertarik ngupas backgroundbknapa si tokoh utama ini bisa tertekan dsb
    Kok aku jd inget black swan ya baca selintasan sinopsisnya,

    BalasHapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*