Pages

Jumat, 19 Februari 2016

Resensi: Sebelas Karya Dya Ragil

Judul buku: Sebelas
Penulis: Dya Ragil
Penyunting: Rina Fatiha
Perancang sampul dan isi: Deborah Amadis Mawa
Penerbit: Ice Cube
ISBN: 978-979-91-0858-6
Cetakan pertama, Mei 2015
277 halaman
Hasil swap di IRF
“Boleh berapa pertanyaan?”

“Satu.”

Aku mencibir. “Pelit.”

“Pelit gimana? Aturan main kita kan dari dulu begitu.”

Aku bersedekap dan menatapnya lekat. “Simpel kok, kenapa Mas Bara berhenti main bola?”


Kembali ke Jogja, Rania tak habis pikir mengapa Mas Bara berhenti main bola. Penasaran dengan keputusan Mas Bara, Rania tergerak untuk mengorek informasi dari teman-teman terdekat Mas Bara. Penyelidikan Rania ternyata berujung pada perkenalannya dengan dua senior yang paling berpengaruh di ekskul sepakbola: Mas Danang yang berlagak sebagai pelatih dan Mas Bayu, kapten tim ekskul yang begitu membenci Rania dan Mas Bara. Ternyata mencari tahu alasan Mas Bara berhenti main memang tidak semudah membalikkan telapak tangan—sama dengan tidak mudahnya menjadi pesepak bola perempuan.
Rania adalah anak dari mantan pemain sepak bola papan atas Indonesia, bahkan ayahnya pernah berlaga di kancah internasional, Ardiawan Yananto. Kegemilangan karier sang ayah harus dibayar dengan selalu berpindah-pindah tempat tinggal, membuatnya terlalu sibuk sehingga melupakan keluarga. Istrinya merasa tidak memiliki tempat lagi, terlalu memaksakan latihan sepak bola kepada anak sulungnya, Bara, agar mengikuti jejaknya, dan mengabaikan Rania yang sebenarnya memiliki kecintaan yang sama terhadap sepak bola. Keluarga mereka akhirnya pecah, ibu membawa Bara ke Yogyakarta, sedangkan Rania memilih disamping ayahnya. Layaknya pemain sepak bola yang posisinya harus digeser oleh pemain baru, kehidupan mantan atlet yang tidak mendapatkan perhatian pemerintah, jaman keemasan ayah Rania sudah usai, dia bukan lagi pemain yang kaya raya, dia memenuhi kebutuhan hidup dengan menjadi asisten pelatih di sebuah klub sepak bola profesional di Semarang, yang kemudian pindah ke Yogyakarta karena pelatih kepala dipecat dan dia terkena imbasnya. 

Ayah Rania menerima tawaran temannya untuk menjadi pelatih SSB, Sekolah Sepak Bola di Yogyakarta. Kembali ke Yogyakarta membuat Rania akan berkumpul lagi dengan keluarganya, dengan ibu dan kakaknya tersayang. Berbeda dengan ayahnya yang hanya mampu menyewa rumah kontrakan sederhana, kehidupan ibu Rania dan kakaknya Bara ternyata lebih baik, ibunya sukses membuka usaha warung makan gudeg dan memiliki rumah yang bagus. Namun demikian, Rania tetap memilih tinggal bersama ayahnya dan sering kali mengunjungi bahkan menginap di rumah ibunya, pun sebaliknya dengan Bara. Rania juga satu sekolah dengan kakaknya, ketika pertama kali duduk di bangku kelasnya, ada seorang lelaki yang langsung bertanya kepada Rania, kenapa kakaknya berhenti bermain bola?

Berita yang cukup mengagetkan bagi Rania, dia tahu kakaknya sangat mencintai sepak bola, hanya hal ekstrem saja yang sanggup membuatnya berhenti bermain, sehingga tidak mungkin. Walau didikan ayahnya sangat keras sejak kecil, Bara selalu menganggap sepak bola adalah jiwanya, dia diberkati bakat dan tidak seharusnya menyerah begitu saja akan masalah yang membuatnya sampai membuang impian sejak kecil. Rania bertekat mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi ketika mereka berpisah, mencari tahu rahasia yang ditutup rapat oleh kakaknya. Rahasia yang membuatnya terlibat di ekskul sepak bola sekolah, yang membuatnya bertemu dengan dua orang penting di ekskul tersebut. Danang, sahabat kakaknya yang sebenarnya memiliki keahlian bermain tapi lebih memilih menjadi pelatih tim dan Bayu, sang kapten, orang yang sangat membenci ayahnya dan Bara. Tidak hanya itu, masalah di sekolah ternyata membawa Rania menyingkap rahasia orang tuanya.
Aku menyesal mengapa permaianan sepak bola dimonopoli oleh para cowok. Seakan-akan hanya cowok yang pantas bermain sepak bola. Ingin rasanya kupatahkan anggapan itu. Karena itu aku berdiri di balik punggung kakakku. Pelan-pelan mendorongnya dari belakang agar dia bisa maju sejauh mungkin, sehingga aku mungkin bisa ikut maju di belakangnya. Tapi sekarang dia jatuh. Mungkin aku mendorongnya terlalu keras. Mungkin dia tersandung sesuatu.
Aku tidak ingin ikut jatuh. Aku percaya kami ini sepaket. Seseorang harus tetap berdiri untuk menarik yang lainnya bangkit. Kuputuskan seseorang itu adalah aku. Selalu aku.
Sampai detik ini, masih terekam jelas di benakku ketika pertama kali aku menerima seragam tim bernomor punggung sebelas dari guru pembina. Rasanya seperti kembang api tahun baru, kesenangan yang meletup-letup. Nomor punggung itu sangat berarti bagiku. Selain karena itu adalah nomor punggung Bapak ketika berlaga bersama timnas, nomor sebelas juga melambangkan suatu kesatuan dalam tim sepak bola yang berisi sebelas pemain. Makanya tim sepak bola selalu disebut dengan kesebelasan, kan?
"Pemain sepak bola cuma perlu main bagus dan konsisten buat bisa jadi hebat. Tapi pelatih, butuh lebih dari sekadar melatih dengan bagus dan konsisten buat bisa jadi hebat. Kemampuan yang dibutuhkan jauh lebih banyak, yang dipikirkan juga nggak cuma sebatas pada masalah sepak bolanya. Tantangannya -apalagi buat pelatih muda- sulit setengah mati. Permainan otak dan kreativitas kayak gini bukannya jauh lebih menantang dari apa pun?"
"Intinya, Rania, membandingkan dua jenis pelatih ini ndak bakal kelar. Perdebatan soal ini sudah ada sejak dulu, dan ndak akan selesai berdekade-dekade ke depan. Jadi percuma saja dibandingkan. Seorang pemain hebat, apakah selalu tahu lebih banyak soal sepak bola daripada orang yang bukan pemain? Belum tentu, mereka cuma bermain sepak bola lebih baik. Apa pengalaman sebagai pemain sepak bola menentukan seseorang bisa jadi pelatih bagus? Belum tentu juga, tapi pengalaman itu memang membantu."
"Kamu tahu, nggak, kenapa semua tim ingin menang dan nggak mau kalah?" kataku lagi. "Itu bukan soal prestis atau gengsi. Cuma, kalau kalah, tim itu akan berhenti sampai di situ. Buat bisa terus maju dan melawan tim lain yang jauh lebih kuat lagi, sebuah tim butuh menang. Biar kita bisa berdiri lebih lama lagi di lapangan, bermain lebih banyak lagi. Kita butuh menang."
"Kiper itu bukan sekadar penjaga gawang, Yud. Cuma kiper yang kalau cedera nggak dirawat di luar lapangan, kan? Itu karena pertandingan nggak bisa jalan kalau nggak ada kiper. Kiper itu spesial, posisi paling keren di sepak bola. Karena dia itu tembok pertahanan terakhir yang akan tetap berdiri di saat yang lain jatuh. Biarpun mungkin nantinya jatuh, dia tahu kalau pada akhirnya dia harus berdiri lagi. Dan terus berdiri sebagai tembok kokoh yang nggak gampang dijebol biar timnya nggak hancur."
"Nomor punggung satu, artinya pemikul seluruh beban tim. Fondasi paling pertama yang jadi dasar sebuah tim. Benteng terakhir, orang yang paling dipercaya semua anggota tim."
Kalau di seri bluestroberi Almost 10 Years Ago menjadi paling favorit (walau belum membaca semuanya), di seri YARN ini (walau baru membaca tujuh dari total lima belas buku), Sebelas menjadi favorit saya. Ceritanya sangat Indonesia, mengambil tema yang cukup jarang dipilih oleh penulis remaja, yaitu olahraga sepak bola. Tidak ada yang berbau luar kecuali informasi seputar sepak bola, buku ini bisa dibilang sangat membumi dan paket komplit. Ada tema keluarga (father-brotherhood), persahabatan, tentang passion, impian, kisah cinta, bahkan sedikit rasa misteri. Semua disuguhkan secara pas, saling melengkapi dan menjadikan kesatuan yang utuh. Saya juga sangat menikmati gaya bercerita Dya Ragil, cukup detail, tidak bertele-tele, serta penggunaan bahasa sehari-hari membuat pembaca nyaman dan tidak sulit memahaminya. Menjadikan karya debut yang perlu diperhitungkan.

Yang akan saya bahas pertama kali adalah tentang sepak bolanya. Saya pernah sekali membaca metropop yang bertema sepak bola, The Sweetest Kickoff, dan itu membosankan sekaliiiii. Berbeda dengan buku ini, penulis seperti menularkan kecintaanya akan sepak bola secara natural, memberikan informasi yang tidak tempelan semata, membuat informasi tersebut terdengar keren bagi orang yang tidak mengerti sama sekali tentang bola dan hanya menjadi penonton musiman kalau ada piala dunia saja, yang tidak menyukai bola pun tidak akan merasa terganggu dengan berbagai informasi yang diberikan penulis, bahkan menjadi sangat bermanfaat. Saya akan memberikan contoh bagaimana penulis menyisipkan informasi seputar sepak bola.
"Ndak ada yang mendingan, Rania. Lihat saja Jose Mourinho. Apa prestasinya sebagai pemain? Nol. Dia pernah gabung sepak bola sebagai pemain, ya, tapi cuma bentar, dan dia bukan pemain yang bagus. Begitu sadar kalau kemampuannya kurang, Mourinho menyerah untuk lanjut ke karier profesional dan ngejar jalur kepelatihan. Dia ngambil kuliah di ilmu keolahragaan, jadi guru olahraga, lalu gabung ke Sporting CP -itu pun cuma sebagai penerjemahnya Sir Bobby Robson yang nggak bisa bahasa Portugis. Waktu mereka pindah ke Porto, peran Mourinho juga masih sebatas penerjemah. Lihat jadi apa dia sekarang?"
Aku tersenyum. "Salah satu pelatih terbaik di dunia."
Dan masih banyak lagi, terlebih makna dari beberapa posisi di permainan sepak bola, terdengar sangat filosofis, jadi jangan heran banyak quote yang saya tampilkan di atas karena favorit semua. Kedua adalah konflik. Menurut saya ada tiga konflik utama; alasan kakaknya berhenti bermain bola dan ekskul sekolah, rahasia orangtuanya, terakhir tentang passion Rania sendiri terhadap sepak bola perempuan. Kedua konflik pertama cukup sukses ditampilan penulis, saling berhubungan dan tidak ada yang bolong, dalam artian sejak awal penulis sudah memberikan tanda akan twist dan benang merah yang muncul di belakang. Sedangkan untuk konflik yang terakhir, saya rasa cukup, memang tidak dieksplor lebih oleh penulis, mengingat bukan itu tujuan utama Rania walau nantinya akan membawa dampak juga akan passion-nya di ending, tujuan utamanya adalah mengembalikan kecintaan kakaknya apak sepak bola. Toh penulis membuat ending yang adil bagi semuanya.

Ketiga penokohan. Banyak tokoh pembantu di buku ini, tapi keberadaan mereka semua sangat beralasan, memiliki peran penting dan bila dibuang akan menjadikan sebuah lubang. Karakter Rania cukup kuat, dia tipe cewek yang bila memiliki tujuan akan berusaha menggapainya. Contohnya dia tidak jera mengorek masa lalu kakaknya demi mendapatkan jawaban. Berkebalikan dengan Rania, Bara sedikit lebih lemah, dia terlalu pengalah dan memiliki hati yang rapuh. Bayu mirip dengan Rania, sedikit keras dan tegas, mereka juga sama-sama menggandrungi tim sepak bola Manchester United. Sedangkan Danang menurut saya terlalu egois, Yudha menjadi tokoh yang bisa membuat pembaca tersenyum dan ayah Rania sangat bijaksana. Tokoh favorit saya di buku ini adalah Bayu :D.

Untuk kekurangannya sendiri, saya tidak terlalu memperhatikan apakah ada kesalahan penulisan, saya terlalu menikmati ceritanya. Mungkin bagi yang berharap porsi romance-nya banyak, siap-siap kecewa. Buku ini bisa dibilang cowok banget tapi dibalut dengan feminis, dalam artian walau tema yang disuguhkan sangat laki-laki tapi diceritakan oleh sudut pandang orang pertama, Rania sendiri yang menjadi naratornya, sehingga tetap akan ada sisi manisnya. Saya malah berharap banyak pertandingan sepak bola-nya, dengan berbagai keahlian masing-masing anggota tim yang ditunjukkan ke pembaca, hahahaha *lo kira Kapten Tsubasa, Lis?* XD.

Saya berharap penulis cukup produktif dalam menulis, dia punya bakat dalam memberikan nyawa kepada para tokoh-tokohnya, pandai menyusun cerita. Passion para tokohnya sangat terasa, betapa Rania sangat mencintai sepak bola tapi kakaknya yang memiliki akses lebih mudah dalam permainan tersebut malah menyia-nyiakan, menganggurkan bakatnya, sesuatu yang sangat diirikan Rania. Sederhana memang, tapi hal tersebut sering kali kita temui di kehidupan nyata, kita menginginkan sesuatu tapi kerap kali orang lain yang bisa membuatnya lebih sempurna. Dan kita sebagai manusia kerap sekali melakukan kesalahan, selalu ada kesempatan kedua dan seterusnya untuk memperbaiki, asalkan kita mau berusaha dan tulus melakukannya. Itulah pesan yang saya dapat dari Sebelas ini.

Bagi pecinta sepak bola, Sebelas sangat recommended, bagi pecinta genre Young Adult, Sebelas memberikan rasa yang berbeda, ide ceritanya lain daripada yang lain, dan bagi yang tidak tahu menahu soal bola, kalian akan mendapatkan informasi menarik di buku ini.

4.5 sayap untuk kesebelasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*