Pages

Rabu, 23 September 2015

Promises by Kristi Jo | Book Review

Promises
Penulis: Kristi Jo
Desain cover: Orkha Cretive
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-602-03-2000-7
Cetakan pertama, 2015
232 halaman
Buntelan dari @KristiJoe29
"Kita tulis apa saja harapan kita dalam waktu lima tahun ke depan."


Joshua, Lana, dan Alex sudah bersahabat sejak kecil dan memutuskan untuk menuliskan pesan berisi harapan yang nantinya akan dikubur di Taman Gembira. Hal itu dilakukan untuk mengenang persahabatan mereka yang sebentar lagi akan terpisah jarak.

Lima tahun kemudian mereka kembali bertemu dan menemukan bahwa persahabatan mereka tidaklah seperti dulu. Tidak mau persahabatan mereka putus, Joshua bertekad mencari tahu mengapa Alex yang kini dikenalnya terasa asing, dan Lana memilih untuk menutup diri.

Ada rentang waktu yang menyimpan rahasia dan membuat jalan mereka bertiga tak bersinggungan. Tapi, mereka berharap bahwa perasaan yang pernah ada itu hadir, membawa kembali persahabatan mereka seperti sedia kala.
Waktu bisa mengubah banyak hal, tak terkecuali persahabatan Joshua, Lana, dan Alex, yang sudah terjalin sejak mereka masih sekolah dasar. Di kelas sembilan mereka terakhir bersama-sama, entah kapan bisa terus bersama lagi. Lana akan melanjutkan sekolah ke Melbourne mengikuti jejak kakaknya, Joshua akan pindah ke Surabaya bersama kedua orangtuanya dan Alex tetap berada di Jakarta. Tak ingin ikatan persahabatan mereka putus, Lana mengusulkan untuk menuliskan harapan masing-masing, agar pertemuan mereka menjadi berkesan, pengingat kalau mereka masih punya sahabat, membuat mereka tidak sabar untuk bertemu, menjadi alasan untuk kembali bersama. Kemudian lima tahun ke depan baru boleh dibuka, jarak waktu di mana mereka akan bertemu kembali.

Walau tidak pernah bertemu selama lima tahun, mereka bertiga masih tetap berhubungan lewat e-mail, skype, WhatsApp, dan media lain yang bisa menyambung benang persahabatan, minimal seminggu sekali saling bertukar kabar. Joshua sangat tidak sabar untuk bertemu dengan kedua sahabatnya, dia yang mengingatkan Lana dan Alex untuk bertemu di Taman Gembira, tempat mereka berkumpul dulu, tempat yang penuh kenangan. Banyak perubahan yang terjadi pada diri Joshua dan Lana, Joshua semakin tampan dengan rambut gondrong dan muka tanpa jerawat, di mana sewaktu kecil dia dijuluki 'muka piza', sedangkan Lana tampak lebih pendiam dan anggun, tidak secerewet dulu. Sedangkan Alex, dia tidak datang pada pertemuan yang sudah dijanjikan lima tahun lalu.

Joshua sangat kesal dan marah, ditambah Alex tidak bisa dihubungi sama sekali, dia pun mengajak Lana untuk mencari Alex ke rumahnya. Dengan ingatan yang samar karena mereka berdua jarang berkumpul di rumah Alex, Joshua berhasil menemukan rumahnya. Namun, sesampainya di sana ternyata Alex sudah setahun meninggalkan rumah, lebih tepatnya sejak ibu Alex pergi dari rumah. Ayahnya tidak tahu di mana sekarang dia tinggal, Alex drop-out dari kuliah dan sekarang bekerja pada bibinya. Kabar tersebut sangat mengagetkan Joshua dan Lana. Alex adalah yang paling pandai dari mereka bertiga, yang diramalkan paling sukses meniti karir. Ternyata selama lima tahun mereka tidak tahu kehidupan sebenarnya yang dijalani Alex, walau masih berhubungan Alex tidak pernah menyinggung masalah yang dihadapi, menjadi tamparan bagi Joshua karena merasa persahabatan mereka tidak berarti dan tidak bisa membantu. 

Bukan Alex saja yang berubah dan penuh masalah, tetapi Lana juga menyembunyikan sesuatu, dia semakin menjauh dan menutup diri, tidak ingin Joshua hadir di hidupnya lagi. Ditambah harapan yang mereka tulis dan ditanam di Taman Gembira juga menghilang, Lana mencurigai Alex yang mengambil rahasia mereka itu. Joshua bertekat kedatangannya tidak akan sia-sia, dia ingin mengulang masa lalu, masa yang penuh kebahagiaan, tidak ingin persahabatan mereka putus. Walau selama rentang mereka tidak bertemu banyak perubahan yang terjadi, banyak masalah yang menghinggap, bahkan dirinya sendiri, Joshua tidak akan menyerah. Joshua ingin mengetahui harapan yang sudah mereka tulis, mencari tahu dan berusaha menyelesaikan masalah yang menimpa mereka bertiga, secara bersama-sama.
"Lo tahu kan... hidup manusia itu bisa hilang secepat kedipan mata. Seperti nggak ada artinya..."
"Ada artinya kalau memang hidup lo diisi dengan hal-hal berguna, bukan menyia-nyiakan seperti menumpuk sampah dan membiarkannya membusuk..."
"Nggak selamanya hidup cuma diisi dengan hal-hal baik yang buat lo bahagia. Pasti lo bakalan tetap punya masalah. Dan seharusnya lo tetap ingat kalau ada hal baik di hidup lo saat lo dilanda masalah. Kalau lo punya masalah, face it! Cari solusi, Kalau lo mampu bertahan menghadapi kesulitan apa pun, gue yakin hidup lo bakal kembali pada titik baik lagi." 
"Gue yakin lo bisa. Dan lo nggak sendirian. Ada gue, Jo, juga keluarga lo. Kami semua ada buat lo. Lo nggak sendirian. Banyak yang berdiri di samping lo. Kami bakal terus mendampingi lo untuk melewatinya. Suatu hari, beberapa puluh tahun kemudian, lo bisa melihat ke belakang dan ingat betapa kuatnya lo. Atau lo bisa cerita ke anak cucu lo, lantas menunjukkan kepada mereka kalau lo tangguh." 
Sejak membaca prolog buku ini saya tidak bisa berhenti membaca, memang dari ide cerita sudah sangat umum, tentang persahabatan di mana mereka akan menulis harapan lalu menguburnya di tanah dan ketika besar nanti mereka akan menggali dan membaca, apakah harapan mereka akan terwujud, apakah ada perubahan besar yang terjadi pada diri mereka setelah lama tidak bertemu? Selain kisah cinta segi tiga yang menjadi konflik utama, ada sub konflik yang dialami oleh masing-masing tokoh utama, dan semuanya sangat menarik bagi saya, menjadi daya tarik buku ini. Sebut saja broken home, penyalahgunaan obat terlarang dan pelecehan seksual, tema-tema yang berat yang penulis rangkum hanya dalam 232 halaman saja.

Tentu langkah yang cukup berani untuk mengeksekusi ketiga tema yang cukup berat tadi, salah satu hal yang tidak mudah pasti, selain itu alurnya bisa dikatakan cepat. Yang paling saya rasakan adalah kurangnya detail pada karakter tokoh yang dibuat (terlebih perkembangan karakter mereka sebelum dan sesudah lima tahun, sehingga perbedaan tidak begitu terasa), tidak banyak deskripsi panjang, penulis tidak basa basi dalam penyampaian, langsung ke pokok permasalahan. Mungkin penulis terpancang halaman sehingga harus bisa merangkum semuanya secara singkat tanpa ada bolong-bolong. Namun, ada detail yang saya rasa luput dari pengamatan penulis, salah satunya adalah alasan kenapa ibu Alex pergi dan kemana? Penulis juga kurang detail dalam membahas permasalahan yang dialami oleh Joshua dan perasaanya terhadap Lana. Menurut saya yang paling jelas, ada sebab dan akibat adalah masalah yang dialami oleh Lana.

Walau ada sedikit kekurangan, banyak kelebihannya kok, seperti penulis cukup sukses membangun persahabatan antara Joshua, Lana dan Alex. Dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga, penulis mengungkapkan cerita secara objektif, tidak ada yang paling menonjol, ketiga tokoh utama punya peran penting masing-masing. Joshua sebagai yang paling optimis, Alex yang sudah tidak peduli lagi, sedangkan Lana yang pesimis akan persahabat mereka. Selain itu pesan yang ingin penulis sampaikan lewat konflik tiap tokohnya juga tersampaikan dengan baik, cara mengeksekusi ide cerita bisa dibilang sukses. Berharap untuk selanjutnya penulis lebih memperhatikan detail lagi, itu aja, kok. Covernya juga bagus, cocok dengan cerita. Bisa dibilang saya menyukai ketiga tokoh utama buku ini, jadi tidak ada yang paling favorit, mereka punya kelebihan dan kelemahan yang menarik perhatian saya. Kalau adegan berkesan ada di bagian-bagian akhir, rawan menyebutkan karena bisa spoiler, bagian di mana mereka saling menyembuhkan, menyadarkan bahwa akan selalu ada kesempatan kedua dan berikutnya.

Buku ini bercerita bagaimana waktu sangat berperan dalam kehidupan kita, dalam mengubah sifat seseorang. Buku ini juga berpesan bahwa seberat apa pun masalah yang dihadapi, akan lebih ringan kalau diatasi bersama-sama, jangan lupakan orang disekitar kita. Seburuk apa pun kejadian yang menimpa, pasti suatu hari akan ada yang mengobati luka lama tersebut, akan ada kehidupan baru yang membuat kita lebih kuat lagi.
"Kita nggak harus kuat setiap saat, Jo. Nggak apa-apa sekali-kali kita terlihat lemah. Asal nggak keterusan. Kalau kita terpuruk terus, apa yang kita lihat? Bawah saja, kan? Kita cuma bisa ngeliat tanah dan aspal, bukan langit dan udara."
"Iya, nggak ada apa-apa di bawah."
"Betul, di bawah sana hanya ada sesal, sedangkan mimpi dan harapan kan di atas sana."
Recommended bagi yang ingin mencari cerita bertema berat namun dikemas secara ringan.

3.5 sayap untuk Taman Gembira. 


4 komentar:

  1. Suka sama ini; "Kita nggak harus kuat setiap saat, Jo."
    Aku selalu ngehayal untuk punya sahabat cowok :3 Covernya kereeen, sukaa :D

    BalasHapus
  2. Hissshhh cover-nya cantek kalik lah. Terutama font tulisannya. But, it slap me soooo haaaard. I mean, Alex's story. When I keep the secret just because I don't wanna they know and worry about me inspite ashamed of myself. I hate it so much when I have to lie. :(

    BalasHapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*