Pages

Senin, 26 Januari 2015

Divortiare by Ika Natassa | Book Review

Divortiare (Divortiare #1)
Penulis: Ika Natassa
Editor: Rosi L. Simamora
Desain cover: Ika Natassa
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-979-22-3846-4
Cetakan kedua, September 2008
328 halaman
Commitment is a funny thing, you know? It's almost like getting a tattoo. You think and you think and you think and you think before you get one. And once you get one, it sticks to you hard and deep.

"Jadi lebih penting punya Furla baru daripada ngilangin nama mantan laki lo dari dada lo?"
Pernah melihat Red Dragon? Aku masih ingat satu adegan saat Hannibal Lecter yang diperankan Anthony Hopkins melihat bekas luka peluru di dada detektif Will Graham (Edward Norton), dan berkata, "Our scar has a way to remind us that the past is real."

Tapi kemudian mungkin kita tiba di satu titik ketika yang ada hanya kebencian luar biasa ketika melihat tato itu, and all you wanna do is get rid of it. So then you did.

Alexandra, 27 tahun, workaholic banker penikmat hidup yang seharusnya punya masa depan cerah. Harusnya. Sampai ia bercerai dan merasa dirinya damaged good. Percaya bahwa kita hanya bisa disakiti oleh orang yang kita cintai, jadi membenci selalu jadi pilihan yang benar.

Little did she know that fate has a way of changing just when she doesn't want it to.
Setelah membaca Twivortiare 2 saya jadi ingin mengulang seri Divortiare ini dari awal, ada bagian yang membuat saya lupa, selain itu lama juga jarak antara buku pertama dan ketiga sehingga saya ingin mulai kembali mengikuti kisah Alex-Beno ini. Dulu, ketika pertama kali membaca Divortiare saya tidak puas, malah hanya memberikan rating 2 sayap. Setelah membaca entah sampai berapa kali, akhirnya penilaian saya berubah. Dulu saya tidak suka Divortiare karena sosok Beno hanya seperti bayangan, muncul kadang-kadang, menimpulkan pertanyaan, saya butuh Beno lebih banyak lagi. Ternyata, setelah membaca beberapa kali saya mengerti, karena perasaan yang saya alami dirasakan juga oleh sang tokoh utama, Alexandra Rhea Wicaksono.

Alex dan Beno pertama kali bertemu ketika mereka menonton sebuah konser jazz, ketika Alex pingsan dan akhirnya membawanya kepada Beno, yang kebetulan seorang dokter. Mereka dikenalkan oleh Ario, teman Alex dan Beno juga. Waktu itu Alex baru berusia 25 tahun, sedangkan Beno lebih tua delapan tahun. Perbedaan usia tidak menjadi masalah untuk mereka karena selang delapan bulan sejak pertama kali bertemu, mereka memutuskan untuk menikah. Awalnya baik-baik saja, bulan madu ke Bali, memiliki rumah sendiri di Kebagusan, layaknya pasangan bahagia pada umumnya, tetapi menginjak tahun kedua, Alexandra mengajukan cerai.

Alexandra tidak tahan dengan kesibukan Beno di rumah sakit, waktunya lebih banyak di sana daripada untuk Alex. Sedangkan Alex adalah seorang pegawai bank yang karirnya sedang menanjak, kesibukannya menambah jarak pada hubungan mereka. Ketika Alex baru pulang, Beno tidak ada di rumah. Ketika Alex akan berangkat kerja, Beno baru pulang dari rumah sakit. Lama kelamaan mereka hanya saling bertegur sapa. Alex tidak tahan dengan kehidupan seperti itu, dia merasa dalam rumah tangga mereka tidak ada emosi lagi, seperti dua orang yang berpura-pura hidup bersama. Beno pun menyetujui permintaan Alexandra, mereka bercerai, mereka berpisah, tapi apakah benar tidak ada perasaan cinta yang tersisa? Dari sini lah cerita di mulai, dua tahun pasca perceraian Alexandra dan Beno.
Gue sadar kenangan nggak bakal bisa dihapus. Anggap aja kenangan itu bagian dari hidup gue yang sekarang. Gue cuma perlu mengalami kenagan-kenangan baru yang lebih indah. Hidup kita nggak harus ditentukan masa lalu kan, Lex? 
Biasanya apa saja penyebab perceraian? Kalau dari banyaknya cerita yang saya baca atau alami secara nyata adalah hadirnya orang ketiga dan faktor ekonomi, yup, walau kayaknya sepele, uang bisa menjadi penyebab retaknya sebuah rumah tangga. Nah, kasus Alex-Beno ini agak beda, mereka masih saling cinta dan sangat mampu dalam hal financial, tapi karena sibuk mengejar karir masing-masing waktu untuk berdua menjadi sangat sedikit, yang satu merasa kurang diperhatikan, yang satu merasa sang pasangan terlalu banyak kemauan, mereka inginnya sama-sama dimengerti.

Kenapa di awal saya bilang kalau saya seperti Alexandra ketika membaca buku ini? Karena Alexandra menceritakan langsung perasaanya, penulis mengunakan sudut pandang orang pertama, penulis menceritakan usaha Alexandra untuk melupakan Beno, keluar dari trauma pernikahan tapi dalam perjalanannya Alexandra malah selalu ingat Beno, saat-saat bahagia ketika bersama atau ketika hubungan mereka menjadi rengang. Sahabat Alex, Wina pun tidak pernah putus asa mendukung agar Alex lekas move on, mencari penganti Beno, salah satunya dengan mencintai orang baru, dan itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan oleh seorang Alex.

Walau mereka sudah bercerai, tetap Beno yang dipanggil pertama kali ketika Alex sakit, tetap Beno yang bisa dimintai tolong ketika ibunya terkena serangan jantung, selalu Beno yang terlintas dipikirannya, betapa susahnya Alexandra menghapus nama Beno di tubuhnya, dia selalu teringat akan Beno tanpa Alex sendiri sadari. Ada bagian yang nyesek banget, bagian di mana sebenarnya Alex sangat butuh Beno, Alex sangat mencintai Beno tapi karena ego masing-masing mereka selalu berantem kalau bertemu.
"Iya, aku ngerti. Tapi aku khawatir aja sama kamu, Sayang. Sebulan ini kayaknya kamu lembur terus tiap malam. Ntar kamu kurang istirahat. Kalau ntar sakit gimana?"
"Iya, Ben, tapi aku beneran nggak pa-pa"
"Ini Denny, Lex. Bukan Beno."
Aku terenyak. Menghentikan mobilku di lapangan parkir apartemen dan terdiam. "Aku tadi bilang Denny, kan?" kataku agak gugup.
"Nggak, Lex, tadi kamu bilang Ben."
This is almost as bad as calling the wrong name during sex.
Bagian yang saya suka adalah semua adegan ketika Alexandra bertemu dengan Beno :p
Buku ini recommended banget bagi yang susah move on, yang suka sama genre domestic romance atau kalau kamu ingin baca Twivortiare dan Twivortiare 2, kamu harus baca kisah sedihnya dulu baru yang bahagia :D

3.5 sayap untuk nasi goreng Jalan Sabang.


2 komentar:

  1. Di buku inilah semuanya berawal... :')
    Abis baca review ini kok jadi pengen baca lagi ya. XD

    BalasHapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*