Pages

Senin, 01 September 2014

[Book Review] Diary Princesa by Swistien Kustantyana

Diary Princesa
Penulis: Swistien Kustantyana
Penyunting: Laras Sukmaningtyas
Perancang sampul: Neelam Naden, Aldy Akbar
Penerbit: Ice Cube
ISBN: 978-979-91-0679-7
Cetakan pertama, 2014
260 halalaman
Buntelan dari @swistien

"Menurutmu kenapa Aksel menyukaiku?" aku melemparkan pertanyaan cheesy kepada Sisil. Sisil tertawa. "Kamu ingin mendengarkan pujian terus ya hari ini? Tentu saja karena Princesa itu cantik, pintar, dan baik hati."


Aku tertawa mendengar jawabannya. Seandainya saja Sisil tahu, aku mengharapkan jawaban lain kenapa Aksel menyukaiku. Jawaban yang tidak standar. Seperti jawaban milik Nathan.




Princesa atau akrab dipanggil Cesa adalah cewek yang penuh percaya diri. Dia tahu kalau dia itu cantik, pintar, populer, dan banyak yang naksir. Cesa bisa saja memilih cowok mana pun untuk dijadikan pacar, enggak bakal ada yang nolak deh! Kecuali cowok yang satu itu. Cowok yang menjadi sahabat kakaknya, Jinan. cowok yang Cesa tahu menyimpan rasa hanya untuk kakaknya.

Usia Cesa dan Jinan tidak terpaut jauh, hampir dua tahun tapi jangan dilihat dari segi usia karena Cesa lah yang berperan sebagai kakak, selalu melindungi Jinan dan menemaninya ketika menangis berjam-jam. Dari segi sifat dan rupa mereka juga jauh berbeda. Cesa tipe cewek populer, cantik, mempunyai banyak teman, banyak disukai orang lain (khususnya cowok) dan nilai pelajarannya pun juga memuaskan. Berbeda dengan Jinan, dia tipe kutu buku, suka menghabiskan waktu membaca buku lalu menceritakan isinya kepada Cesa. Jinan tomboi, berambut pendek, berkulit cokelat. Jarang sekali punya teman, hanya Nathan yang selalu ada di sisinya.
Dia akan mengatakan apa saja yang dia pikirkan. Dia mengatakan apa pun yang ada di otaknya, termasuk saat dia jatuh cinta sama cowok. Tak ada yang bisa mengerti mengapa Jinan bisa meledak marah tanpa alasan. Juga ketika dia merasa sedih berkepanjangan. Tapi kemudian dia bisa tiba-tiba menjadi sangat bahagia. Tak ada yang bisa mengerti semua itu Hanya satu kata yang diberikan semua orang untuk Jinan. Satu kata yang menyederhanakan semuanya, tapi pada saat yang sama menyakiti Jinan sebagai manusia; aneh.
Jinan memang aneh, emosinya kerap sekali labil, mood-nya seperti roller coasterdrama queen. Dia tipe orang yang ceplas ceplos, bila menyukai seseorang dia akan langsung mengatakannya, tanpa memikirkan dulu dampaknya. Jinan tidak suka basa basi, susah bergaul dengan orang lain, hanya Cesa lah yang bisa mengerti dirinya, walau kadang tidak habis dipikir juga. Jinan juga sinting, sering sekali dia terobsesi dengan semua novel yang dibaca dan film yang ditontonnya, dia akan berusaha mewujudkan apa yang dia suka dari novel dan film tersebut, dia akan menirunya.
Memang sih jatuh cinta itu tidak bisa diatur dengan siapa. Tapi menurutku jatuh cinta itu bisa direm. Kalau memang sudah tidak mungkin lewat jalan yang itu, ya dihentikan saja. Injak rem, putar arah, pindah ke jalan lain.
Cinta itu datang tiba-tiba saja dan kadang terlalu bandel untuk diusir pergi. Seperti cintaku padamu. 
Dari luar kehidupan Cesa tampak sempurna, kenyataanya adalah sebaliknya. Keluarga mereka berkecukupan tetapi hampa. Papap tidak pernah ada di rumah, Mamam sibuk dengan toko kuenya, jarang memperhatikan mereka. Mamam juga lebih peduli dengan Jinan, lebih sayang padanya. Ketika banyak cowok yang melirik Cesa, misalnya saja Aksel dan Vendetta, hatinya malah tertambat pada Nathan, Cesa sungguh-sungguh mencintai Nathan, yang jelas-jelas menyukai Jinan. Kadang dunia memang tidak adil.
"Inget deh. Every cloud has a silver lining. Pasti ada hal baik yang bisa kita dapatkan dari situasi yang paling sulit dan paling menyedihkan sekali pun."
Ketika akan membaca buku ini saya tidak berharap terlalu tinggi, sudah lama tidak membaca teenlit dan saya kira ceritanya akan sama dengan kebayakan teenlit yang sudah ada. Ketika saya mencari info tentang buku ini saya mendapatkan tema yang penulis angkat yaitu tentang bipolar disorder, issue yang cukup hangat akhir-akhir ini. Dan, ketika saya menutup buku ini, wow, benar-benar tak disangka kalau saya sangat menikmati cerita yang penulis buat. Saya serasa membaca novel terjemahan.

Dari covernya mungkin kita akan bertanya-tanya kenapa ada judul buku yang cukup populer? Seperti dugaan saya, buku-buku tersebut memang ada di dalam cerita, jadi cocok karena berkaitan dengan isi cerita. Warna ungu tuanya juga terkesan kelam, sama halnya aura yang saya dapat ketika membaca buku ini, ada sentuhan dark-nya. Dari review mbak Uci yang saya baca, Diary Princesa terispirasi dari film Silver Lining Playbook, tapi penulis membuatnya berbeda dengan sudut pandang si adik dan beralur flashback, seperti novel Luna karya Julie Ann Peters. Saya selalu suka ketika ada buku di dalam buku, sepertinya buku di novel ini adalah favorit penulis juga, lalu dia terapkan ke sifat Jinan. Misalnya saja ketika Jinan menonton Gossip Girl, dia memasang rolling door di antara kamarnya dan kamar Cesa. Ketika Jinan membaca novel All-American Girl (favoritku juga!), dia ikut-ikutan mencelupkan semua bajunya ke dalam warna hitam.

Kekurangan buku ini, sebenarnya tidak banyak dan kalau benar-benar fokus tidak akan menjadi masalah. Sayangnya saya orangnya kurang jeli. Pada bagian awal saya agak keteteran mengikuti alur flashbacknya, alurnya memang cepat tapi lama kelamaan akan terbiasa kok, penulis juga memberi tanda sebagai pembeda waktu. Kemudian penulis juga sering mengulang tentang sifat Jinan yang aneh, berbeda dengan orang lain. Mungkin maksudnya ingin menegaskan tetapi saya lebih menyukai ketika penulis membeberkan sifat Jinan melalui perbuatan tidak lazimnya, lebih mengena.

Saya juga sampai mengulang membaca ketika siapa yang mengajak Cesa nonton duluan. Pertama Sisil membawa surat dari Vendetta untuk Cesa, kemungkinan berisi pernyataan cinta. Kemudian ada Aksel yang datang mengajak nonton. Di iya-nin sama Cesa tapi tidak ada kelanjutannya, sama halnya dengan surat itu tadi, bagian ini yang membuat saya sangat bingung. Kemudian Vendetta mengajak nonton tetapi kali ini dijabarin kronologinya. Beberapa waktu kemudian gantian Aksen yang mengajak nonton. Mungkin hobi Cesa memang menonton film tapi alangkah baiknya kalau ada adegan yang nggak diulang, biar nggak bosan.

Latar belakang keluarga Cesa dan Jinan yang broken home juga tidak dijelaskan dengan lengkap. Dari awal saya bertanya-tanya bagaimana tanggapan orang tua mereka perihal penyakit Jinan? Sampai akhir tidak ada jawabannya, bahkan ada bagian yang menjelaskan kalau Mamam biasa saja menanggapi ketika Jinan ada masalah menyangkut sifat luar biasanya. Apakah rumah tangga orang tua Cesa retak gara-gara Jinan karena tidak kuat menghadapi sifatnya? Itu dugaan saya, melihat kadang penyakit yang ada pada anak bisa menyebabkan retaknya rumah tangga.

Saya suka cara penulis bercerita, ceplas-ceplos, nggak ada bahasa yang lebay, ada perumpamaan yang saya suka banget. Simple tapi mengena.
"Tapi ada yang lebih bodoh sebetulnya," katanya.
"Siapa?" tanyaku.
"Aku," dia tertawa, "karena aku membuat pintu transparan dari kaca bening padahal aku tahu benar ada hati yang tergeletak di seberang pintu itu. Seharusnya aku membuatnya dari kayu jati atau beton sekalian agar tak perlu melihat hati yang sering terkena polusi dan terpapar matahari itu."
Kelebihan penulis dalam novel ini adalah karakter para tokohnya. Digambarkan dengan sangat jelas, baik melalui lisan ataupun adegan sehingga membuat para tokohnya terasa nyata. Saya juga bisa memahami perasaan para tokohnya, baik Cesa dan Jinan, walau cerita dikisahkan dari sudut pandang Cesa, pembaca akan dibawa menelusuri karakter Jinan. Cesa yang merasa dunia tidak adil pada kakaknya dan pada dirinya sendiri. Kenapa dari semua cowok yang menyukainya dia malah jatuh cinta dengan cowok yang menyukai kakaknya sendiri, yang tidak mudah jatuh hati pada orang lain? Dilema. Apakah mengalah atau sekali saja menang dari kakaknya? Penulis sukses membuat karakter Cesa yang cukup menyebalkan, egois tetapi kita akan merasakan juga di balik sifatnya tersebut tersimpan rasa sayang yang besar untuk Jinan.

Saya juga menyukai karakter pendukung yang lain, porsi mereka pas dan berada pada tempatnya. Nathan dan Aksel tipe cowok yang loveable, rela berkorban demi cewek yang disukainya. Sayang, endingnya tidak sesuai harapan saya. Awalnya ingin menurunkan rating gara-gara endingnya ini, tapi yasudahlah, yang saya suka dari buku ini adalah hubungan antara Cesa dan Jinan. Menurut saya, penulis sukses membawa 'roh' dari novel Luna. Kerasa sekali ikatan antara Cesa dan Jinan. Btw, novel itu juga merupakan novel yang membuat saya terharu dan membuat saya untuk lebih berpikir terbuka mengenai transgender. Dalam kasus ini, penulis mengajak agar kita lebih memahami para bipolar disorder.

Penulis tidak serta merta menjelaskan apa itu bipolar disorder tetapi dengan adegan yang dilakukan Jinan. saya lebih suka seperti ini, jauh lebih mudah memahaminya daripada menggunakan kata-kata, mudah membayangkannya. Ada adegan yang cukup membuat saya terharu, ketika Jinan diceritakan putus dengan Abim, sepele memang tapi bagi Jinan itu masalah besar. Sangat besar.
Saat itu aku betul-betul berharap Abim melihat semua ini. Kadang orang-orang yang tak mengerti Jinan akan mencibir atau bahkan tertawa karena mengganggap Jinan terlalu berlebihan, terlalu mendramatisasi segalanya. Termasuk sekarang ini.
Ya Tuhan. Cuma diputusin saja kepingin mati. enggak banget sih.
Mereka akan berpikir seperti itu. Mereka tidak tahu jika orang-orang seperti Jinan memang tidak diberkahi dengan perasaan dan emosi yang normal. sedikit saja mereka dibuat merasa tidak berharga, mereka akan depresi dan ujungnya ingin mati. Aku benci orang-orang seperti mereka yang tidak mengerti Jinan. Aku benci Abim yang membuat Jinan seperti ini.
Akhir-akhir ini kita sering mendengar tentang bipolar disorder, tetapi baru kali ini saya membaca tentang cerita yang mengambil tema tersebut. Pesan moral yang penulis sisipkan adalah agar kita jangan sekali-kali menghina, menertawakan emosi mereka yang kerap sekali labil. Melalui Jinan, kita diajak untuk menyelami sifatnya, mencoba memahaminya, mereka bukan untuk dijauhi, bukan untuk dilecehkan, mereka sangat perasa, mereka tidak bisa berpura-pura, kadang perbuatan yang awalnya bercanda bagi mereka dampaknya bisa sangat besar.
Bagi orang lain menahan marah itu urusan gampang. Tapi tidak bagi orang-orang seperti kamu. Mereka selalu menyalahkanmu karena menjadi pemarah. Mereka nggak mampu menghargai detik-detik yang berhasil kamu selamatkan tanpa meletupkan amarahmu. Mereka nggak pernah mau melihatnya dari sudutmu, Jinan.
"Cinta itu cinta saja. Nggak butuh kenapa dan karena. Aku pernah membacanya entah di mana. Lagi pula, mereka yang menderita bipolar disorder bukan monster. Mereka memang tidak diberkati dengan emosi yang stabil. Mereka tidak diberkati dengan kontrol atas emosi mereka. Tapi Cesa, mereka tak pandai berpura-pura. Menurutku itu sebuah berkah yang luar biasa. Lihat sekeliling kita. Kadang aku bosan dengan topeng-topeng yang dikenakan teman-temanku. Kadang mereka palsu. Fake. Atau apalah namanya. Aku juga seperti itu. Sering mengenakan topeng. Sering palsu. hanya bersama Jinan aku bisa menjadi diriku sendiri."
Debut yang cukup bagus dari Swistien, saya berharap bisa membaca tulisannya yang lain. Saya berharapnya cerita berikutnya lebih orisinil, ada adegan yang membekas tetap bukan dari novel favorit penulis, seperti mencelupkan baju ke warna hitam, misalnya. Saya inginnya ada yang khas dari Swistien. Dan saya nggak percaya kalau dia tidak pernah menang lomba, ratusan lomba. Mungkin benar, Tuhan sudah bosan, kasihan dengan usahanya :D.

Bagi yang mencari teenlit yang lain daripada yang lain, maka cobalah yang satu ini.

4 sayap untuk bendungan yang jebol dan dam yang ambrol.



NB:
Ketika membaca novel ini saya baru tahu kalau ada seri #BlueStroberi yang berasal dari lomba penulisan yang diadakan oleh penerbit Ice Cube, imprint dari penerbit KPG. Diary Princesa memang bukan novel yang menjadi juara, tetapi masuk 10 buku pilihan editor untuk diterbitkan. Gara-gara membaca novel ini saya jadi kepincut untuk membaca yang lain, khususnya yang menang. Ciri khas dari seri ini adalah bergenre young adult yang bercerita tentang perpisahan, sad ending, galau, dark romance. Bisa ditebak kan kenapa saya kurang puas dengan ending Diary Princesa? Semoga suatu saat bisa kesampaian membaca semua serinya :p.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*