by Aravid Adiga
Penerjemah: Rosemary Kasauly
Editor: Benedicta Rini W.
Desain sampul: Ellen R. Sasaham
Penerbit: Sheila
ISBN: 978-979-29-1286-9
352 halaman
Hanya ada tiga negara yang tidak pernah membiarkan wilayah mereka dijajah orang asing: Cina, Afghanistan, dan Abyssinia. Hanya tiga negara inilah yang saya kagumi.Pernah nonton film Slumdog Millionaire? Seorang pemuda miskin india yang berasal dari daerah kumuh berhasil menjadi pemenang Who Wants To Be a Millionaire? versi India, dia menjawab tiap pertannyaan di mana jawabannya berhubungan dengan masa lalunya. Buku ini tidak jauh berbeda dengan film itu. Bedanya adalah penulis menorehkan kisah hidup seorang laki-laki muda bernama Balram yang awalnya dari desa miskin, putus sekolah hingga akhirnya menjadi entrepeneur sukses. Sama-sama bercerita tentang bobroknya negara mereka. Saya penasaran sama buku ini karena label Winner of The Man Booker Prize, selain itu banyak review di Goodreads yang bilang buku ini bagus, sebuah satir kehidupan seorang pemuda di India. Jodohnya lagi, saya diminta teman untuk mengembalikan buku yang dipinjamnya, karena bosan dengan bacaan saya kala itu saya mencuri baca (lagi!), dan karena saya sangat menikmatinya, saya mencari buku ini dan membelinya untuk koleksi, nanti saya akan ceritakan kenapa buku ini layak dikoleksi. Oh, tidak lupa juga, bagi kamu yang ingin menjadi enterpreneur yang sukses juga wajib membaca buku ini.
Karena saya menghormati sifat orang Cina yang sangat mencintai kebebasannya dan karena saya percaya bahwa masa depan dunia terletak di tangan orang-orang berkulit kuning serta berkulit cokelat setelah mantan penguasa kita, orang-orang kulit putih, tidak lagi berdaya akibat seks anal, penggunaan ponsel, dan kecanduan narkoba, maka saya menawarkan diri untuk memberikan informasi sebenarnya tentang Bangalore, gratis. Dengan menceritakan kisah hidup saya.
Kisah bagaimana saya dibesarkan menunjukkan seseorang yang setengah matang dibentuk.Buku ini di mulai dari surat seorang pemuda yang mempunyai julukan "Sang Harimau Putih" yang ditujukan kepada Perdana Menteri Cina, Wen Jiabao, yang rencananya akan bertandang ke India, kota Bangalore, dia ingin mendapatkan informasi yang sebenarnya tentang bangalore, dia ingin bertemu dengan beberapa enterpreneur India dan mendengarkan kisah sukses mereka secara langsung. Di mulailah cerita tentang kota tersebut atau lebih tepatnya kisah hidup Sang Harimau Putih. Dari tempat tinggalnya, penduduknya, semua dibeberkannya dengan jujur.
Tapi, perhatikan baik-baik, Pak Perdana Menteri, orang-orang yang terbentuk sempurna setelah menghabiskan dua belas tahun dibangku sekolah dan tiga tahun di bangku kuliah, semuanya berjas, bekerja kantoran, menghabiskan seumur hidup di perintah orang lain.
Para entrepreneur dicatak dari tanah liat setengah matang.
Sudah merupakan adat orang di negara saya untuk memulai sebuah cerita dengan berdoa kepada Yang Kuasa. Yang Mulia, saya rasa saya juga harus memulai dengan "menjilat bokong dewa." Masalahnya, dewa yang mana? Ada begitu banyak pilihan.Munna (yang berarti anak laki-laki) yang nantinya akan bernama Balram Halwai, Ashok Sharma, tidak sempat mempunyai nama. Ibunya sakit keras sehingga tidak mempunyai waktu untuk memberi nama, ayahnya penarik rickshaw tidak punya waktu untuk memberi nama, semuanya tidak punya waktu. Sang gurulah yang akhirnya memberi nama ketika mengabsen di kelas. Dia tinggal di kegelapan, desa miskin yang bernama Laxmangarh di distrik Gaya. Tiang listrik tidak berfungsi, keran air rusak, anak-anak kurus kekurangan gizi. Ada satu anggota keluarga balram yang paling penting, tergemuk, diktator di rumah, yaitu: Kerbau. Di desa kegelapan, para binatanglah yang paling makmur.
Kaum Muslim punya satu Tuhan.
Orang Kristen punya tiga Tuhan.
Sementara, kami Penganut Hindu punya 36.000.000 dewa-dewi.
Jadi, saya harus memilih dari total 36.000.004 bokong suci.
Singkat cerita pada masa lalu, ada sekitar seribu kasta serta garis nasib di India. Sekarang ini, hanya tinggal dua: Kasta Perut Buncit dan Kasta Perut Rata. Dan hanya ada dua nasib: makan atau di makan.Keluarga Balram miskin seperti kebanyakan keluarga di india, dan lucunya ada adat yang mengharuskan apabila seorang perempuan dipersunting, maka keluarga perempuan itu harus memberikan mahar yang tak terkira pada keluarga mempelai laki-laki, pesta pernikahan yang meriah. Ada sepupu Balram yang dipersunting dan tamatlah riwayat keluarganya, dia harus berhutang pada di tuan takur aka tuan tanah aka si Bangau. Seperti di Indonesia, yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin, orang kaya yang ada di desa Balram adalah tuan tanah si Kerbau, si Bangau, si Gagak Hitam, si Babi Hutan mereka paling berkuasa, mempunyai kekayaan melimpah dan rumah mewah, rakyat miskin harus membayar upah kepada mereka. Hal ini membuat Balram berhenti sekolah karena tidak sanggup membayar biaya dan harus bekerja kepada si Bangau untuk melunasi hutang keluarganya. Kakanya Kishan menyeretnya dari sekolah untuk bekerja di kedai teh, memecah batu bara, mengelap meja. Balram berasal dari kasta gula-gula sehingga dia hanya bisa bekerja di kedai teh, membuat gula-gula. Kakaknya juga putus sekolah akibat saudari sepupu lainnya menikah. Balram menjadi ejekan teman-temannya, karena sebelumnya ada seorang inspektur yang memuji kepandaian Balram dan memberikannya julukan Harimau Putih.
"Nak, kau anak yang cerdas, jujur serta, serta paling bersemangat di tengah segerombolan bocah lamban dan tolol ini. Di hutan, hewan apakah yang paling langka -sosok yang hanya muncul sekali dalam satu generasi?"
Saya berpikir sebentar, lalu menjawab, "Harimau putih."
"Kau bagai harimau putih di tengah hutan ini."
Lalu, ada kalimat Kishan yang membuat saya ngakak setelah menyerat Balram:
"Bayangkan setiap potong batu bara ini adalah batok kepalaku:pasti kau akan lebih mudah memecahkannya."
Tibalah saat Balram bangkit, dia ingin keluar dari kegelapan dan memiliki hidup yang lebih baik. Pergi ke Dhandad sampai Delhi. Dengan berbagai usaha dia belajar menyetir mobil dan menawarkan jasanya dari rumah ke rumah. Hingga kerja kerasnya itu mempertemukannya dengan Mr. Ashok, anak dari si Bangau, menjadi sopir pribadi pengusaha batu baru tersebut, yang mungkin tak akan pernah dipikirkannya, kalau suatu hari nanti orang yang dipercayanya itu akan menggorok leher majikannya sendiri.Suka banget dengan buku ini, perasaan ketika membacanya adalah miris, ironi, ngakak, semuanya ada. Saya akan mencoba menuliskan beberapa poin yang ingin ditunjukkan penulis.
- Desa kegelapan, mungkin tidak hanya di India saja, di Indonesia masih banyak desa kecil yang tak tersentuh tangan pemerintah. Rakyat miskin, tidak ada listrik dan air, anak-anak kekurangan gizi, sekolah yang mahal, miris sekali.
- Binatang yang dianggap suci. Para wanita lebih 'giat' memberi makan kerbau daripada anaknya sendiri. 'Mereka' lebih gemuk, lebih sehat daripada manusia.
- Perbedaan kasta. Di jaman yang semakin maju ini masih saja ada perbedaan yang melarang kita untuk menjalani hidup secara bebas, contohnya memilih pekerjaan. Balram yang kastanya hanya seorang pembuat gula-gula dia kebagian menjadi sopir kedua, dia mengemudikan mobil Maruti Suzuki, mobil yang kalah hebat dengan Honda City yang hanya boleh dikemudikan oleh si sopir nomor satu, Ram Pershad.
- Minimnya fasilitas kesehatan. G
eez saya miris sekali membaca ketika ayah Balram terkena tuberkulosis dan di mana rumah sakit? Mereka harus menyeberangi sungai, berkilo-kilo meter di tempuh setelah sampai apa yang di dapat? rumah sakit seperti kandang binatang, tahi kambing berceceran di lantai, kaca pecah, orang-orang sakit tak terurus, dokter datang tak tentu, rumah sakit gratis? bah! - Wanita lebih berkuasa. Benar-benar tradisi yang aneh, hanya demi pernikahan yang meriah orang-orang rela berhutang. Sial bagi keluarga yang mempunyai anak perempuan karena harus memberikan mahar dan pesta pernikahan itu. Selain itu, nenek Balram, Kusum, juga menguasai semua penghasilan anak cucunya. Balram harus menyerahkan setengah lebih gajinya untuk diberikan sang nenek.
- Perbedaan agama. Ngakak sih waktu Balram memata-matai Ram Parshad, sopir nomor satu di keluarga si Bangau. Ram harus berpura-pura menjadi Hindu agar bisa bekerja, dia memajang gambar dewa-dewi di kamarnya dan sok religius, padahal dia seorang muslim dan dia ketahuan ketika Balram mengikutinya sholat di masjid, dan itu membuat dia terdepak dari posisi sopir nomor satu. Sampai segitukah, kita tidak memiliki kebebasan beragama? Di mana hak asasi manusia?
- Korupsi meraja lela. Yeah, nggak cuman di Indonesia kalau politik itu penuh dengan uang haram. Di buku ini juga diceritakan kalau rakyat kecil tidak pernah memilih sendiri ketika pemilu, The Power of Duit.
- Polisi yang gemuk. Berbuat suatu kejahatan? Sumpal saja mulut si polisi dengan uang, maka kesalahanmu akan dilimpahkan ke orang lain atau akan dilupakan begitu saja.
- Tuan takur. Yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin, kamu yang nggak punya kedudukan, jangan macam-macam!
Kalau saya boleh kembali menyinggung soal poster DICARI itu, Yang Mulia. Disebut pembunuh tidak apa-apa, tidak masalah, itu fakta, saya seorang pendosa, manusia bejat, tapi, disebut pembunuh oleh seorang polisi! Omong kosong besar.Lalu ketika istri sang majikan Mr. Ashok, Pinky Madam yang ngotot ingin mengemudikan mobil ketika sedang mabuk yang akhirnya menabrak seseorang, siapa yang di salahkan? tentu saja si sopir yang hanya bisa menurut, ingin menjerit tidak terima tapi apa kedudukannya? hanya dari kasta rendahan. Dia dipaksa menandatangani bahwa dialah pelaku yang menabrak orang itu. Itulah awalnya Balram berani bangkit, berani memimpikan masa depan yang lebih terang, berani membuat rencana menggorok leher majikannya dan membawa tas merah berisi tujuh ratus ribu rupe, dan merintis karir sebagai entepreneur sukses.
Penjara Delhi penuh dengan sopir yang terkurung di balik jeruji karena mereka menanggung kesalahan yang diperbuat majikan kelas menangah mereka yang orang baik-baik. Kami sudah meninggalkan desa tapi para majikan tetap menguasai kami, tubuh, jiwa, dan bokong kami.Saya suka cara penulis bercerita, dia menuliskan kisah perjalanan hidup Balram dengan alur flashback, Balram seolah mengirim surat dan menceritakan bagaimana dia yang awalnya seorang pesuruh hingga akhirnya menjadi seorang entrepreneur sukses kepada orang Cina, orang yang dipercaya suatu saat nanti menguasai dunia, walaupun kita tahu sebenarnya dia bercerita secara monolog. Penulis menuliskan kisah Balram dengan kocak, dengan sarkasme, penuh ironi akan kenyataan yang ada. Saya jadi memikirkan Indonesia yang nasipnya tidak jauh berbeda, koropsi meraja lela, HAM yang entah sekarang apakah masih dianggap penting. Yang terpenting dari buku ini adalah bagaimana Balram bisa keluar dari kandang ayam.
Ya itu benar. Kami semua hidup dalam demokrasi paling luar biasa di dunia.
Omong kosong besar.
Terjebak dalam kandang ayam, mereka tahu merekalah korban berikutnya. Namun, mereka tidak memberontak, tidak berusaha melarikan diri dari kandang.Balram ingin keluar dari kandang ayam, ketika hanya ada satu cara yang dipikirkannya, dia terus maju, tidak peduli akan bahaya di belakangnya, yang terpenting dia berani mencoba, berani keluar dari kungkungan hidup.
Buku ini layak dikoleksi, buku ini sangat cocok untuk siapa saja yang ingin menjadi entrepreneur sukses.
4 sayap untuk sang sopir.
suka juga dengan buku ini, kemiskinan di Indonesia terasa real
BalasHapusDiantara review yang sudah aku baca di blog mbak Sulis. Buku ini yang paling bagus menurutku. Kalau mbak Sulis ngasih 4 sayap, aku mungkin bisa ngasih 5 sayap. Soalnya aku suka buku yang ada nasionalismenya tapi ceritanya gak terlalu kuno dan "berat".
BalasHapus