Pages

Rabu, 28 Februari 2018

Top 7 Most Favorite Scenes 2017


Hai halloooooo, hiatus paling lama yang pernah saya alami kayaknya, hahahahaha, hampir dua bulan nggak nulis apa pun, padahal banyak banget yang ingin ditulis. Maaf banget ya kalau selama ini nggak produktif, yakali ada yang nungguin postingan dari Kubikel Romance :p. Melanjutkan Book Kaleidoscope sebelumnya yang sempat tertunda, kali ini saya akan memposting Top 7 Most Favorite Scenes 2017.

Sebenarnya agak susah membuat postingan ini karena banyak yang lupa, hahaha. Secara tahun kemarin saya tidak terlalu produktif juga dalam menulis resensi buku, jadi banyak yang terlewat dan harus mengingat-ngingat, bahkan sempat mau ganti postingan favorite quote saja. Namun, demi ritual book kaleidoscope tercinta, saya bela-belain deh mengais-ngais buku yang sudah lupa naruhnya XD.

Okey, langsung saja, berikut adalah Top 7 Most Favorite Scenes 2017 versi Kubikel Romance.


"Kamu masih saja tidak pandai membuat kopi," ujarnya.
Itu pujian. Aku tidak pandai membuat apa pun. Aku dan dapur bukanlah teman baik.
"Nggak enak banget, ya?"
"Coba sendiri."
Mengembuskan napas, kuambil cangkir itu. Kuraih sendok kecil dan kuusapkan kopi tersebut ke mulutku. Mataku langsung terpejam rapat, bibirku berkeriut. Memang sangat buruk, tidak pantas untuk disuguhkan. Aku menyesal tadi tidak mencobanya dulu. Kopi-kopi instan terburuk pun masih lebih baik dari ini.
Kuletakkan cangkir dan sendok di meja. " Saya bikinkan sirop aja-" Aku hendak berdiri, tetapi Liquor memegang tanganku untuk menahanku. Kutatap matanya hampa. Dia melepas sebelah sarung tangan, lalu mengulurkan jemari dan mengusap bibirku dengan lembut. Sepertinya sisa-sisa kopi itu tertinggal di bibirku.
Aku spontan bergeser menjauh. Wajahku berpaling dan merona. Jantungku berdegup kencang.
Di sela-sela keheningan, hanya ada denting cangkir dan pisin. Aku baru mendengar suara Liquor lagi ketika dia berpamitan.
"Saya pergi," ujarnya, datar seperti biasa. Aku mengangguk sekilas.
Begitu suara mobilnya terdengar menjauh, aku menoleh, menatap cangkir biru Swedish di meja.
Kopi itu sudah habis.
6. Second Chance Summer
Henry mengayunkan kayak ke pundak seperti kapak. "Kupikir pertemuan kita memang tidak bisa dihindari, Taylor," ia berkata sendu. Ia memandangku agak lama sebelum berbalik dan berjalan menjauh. Tidak ingin melihatnya pergi, aku melangkah ke ujung dermaga.
Kupandangi air, serta matahari yang baru saja akan terbenam, dan aku mengembuskan napas panjang. Jadi Henry tinggal di sebelah rumahku. Tidak apa-apa. Aku bisa mengatasinya. Aku hanya perlu menghabiskan seluruh musim panas di dalam rumah. Tiba-tiba lelah dengan semua pikiran itu, aku duduk dan membiarkan kakiku menyentuh permukaan air. Saat itulah aku melihat sesuatu di sudut dermaga.
HENRY
+
TAYLOR
4EVER
Kami menorehkannya bersama, di tengah bentuk hati yang bengkok, lima tahun lalu. Aku tidak percaya tulisan itu masih ada setelah sekian lama. Kusentuhkan jari pada tanda tambah, bertanya-tanya mengapa pada usia 12 aku mengira tahu tentang selamanya.

Salah satu adegan favorit saya di buku ini adalah ketika Sydney harus satu rumah saja dengan Ames, sahabat kakaknya. Sydney tidak pernah nyaman berdekatan dengannya, dia berbahaya, tapi orangtua Sidney, khususnya ibunya sangat mempercayai Ames dan sering mengundangnya ke rumah. Karena tidak ingin hanya berdua saja dengan Ames, lalu dia meminta tolong Layla, teman baru di Jackson High Scool. Layla dengan mudah memahami kegelisahan Sydney, tanpa berpikir panjang Layla menyanggupi bahkan melebihi apa yang Sydney harapkan, Layla melindungi dan menjaga Sydney.
"Setelah lampu-lampu dimatikan, kami mengobrol sebentar, lalu tanpa sadar aku terlelap. Ketika aku terjaga, waktu menunjukkan pukul dua dini hari. Ketika aku berguling ke samping untuk mengecek Layla, gadis itu tidak ada di tempatnya. Dengan bingung, aku bangkit dengan bersandar pada siku dan mengucek-ucek mata, lalu melihat Layla. Dia memindahkan kasurnya hingga rapat ke pintu yang tertutup -tapi tidak terkunci- dan meringkuk di atasnya. Selalu berjaga-jaga, memastikan keadaan aman. Aku mendapatkan tidur yang paling nyenyak setelah berbulan-bulan lamanya."

Bagian favorit dan paling menyakitkan di buku ini adalah ketika ritual makan malam bersama setiap Minggu, Ibu Laut akan memasak tengkleng atau masakan kesukaan Biru Laut, selalu menyiapkan empat piring, lalu Bapak akan menyuruh menunggu sebentar, siapa tahu Biru Laut akan datang tiba-tiba, kemudian Asmara Jati permisi untuk ke toilet, menangis meraung-raung. 


Sama seperti Second Chance Summer, bagian di buku ini adalah ketika tokoh utamanya bertemu dengan seseorang yang cukup spesial nantinya. Yeah, saya penggemar adegan 'pertama kali bertemu', hahaha.
Meskipun, jelas-jelas bukan dia menjadi pusat perhatian semua orang.
Melainkan Edgar, yang akan kami kenal beberapa saat lagi, yang sedang menyandangkan tali gitar di bahunya tadi. Edgar seperti bintang sinetron. Ia punya mata dan alis yang bagus, nyaris feminim, dan bentuk struktur wajahnya nyaris sempurna. Meskipun, bintang sinetron mungkin tidak akan ke kampus dengan kaus oblong hitam bertuliskan porn-star, dengan stick-figure putih sepasang laki-laki dan perempuan dalam posisi anak seperti yang dikenakan sekarang.

Balas dendam memang tidak baik, tapi kalau hal tersebut adalah satu-satunya cara untuk melindungi keluarga dan orang yang paling dicinta, iyain aja deh apa yang akan dilakuin Abang Mike :p. Bagian ini seru sekali, seperti mendengar tabuhan genderang mau perang #halah XD.
"Katakan pada ayahku agar membawaku pulang," kata Michael. "Katakan pada ayahku aku ingin menjadi anaknya."
1. Golok Naga dan Pedang Langit

Sampai sekarang saya belum mampu bikin resensi panjangnya, saking bingung yang mau ditulis apa saja. Banyak sekali yang menjadi bagian favorit dari buku ini, hampir semua bab pasti ada bagian yang seru, bikin nggak bisa berhenti baca. Dengan amat menyesal saya tidak akan secara detail menampilkan adegan favorit, karena percayalah, nanti bakalan panjang banget, hahaha.

Beberapa adegan favorit saya di buku ini adalah ketika Zhang Wuji belajar tentang berbagai macam racun dan obat-obatan, jurus Sembilang Matahari, ilmu Memindahkan Langit-Bumi, Tinju Taiji, ketika Wuji menyelamatkan Sekte Ming, dan berbagai adegan lain yang menunjukkan Zhang Wuji adalah pahlawan pembela kebenaran dan keadilan. Buku ini punya segudang seru, bacalah!

Yak, itulah Top 7 Most Favorite Scenes 2017. Kalian juga punya adegan di buku yang menjadi favorit? Boleh banget kalau mau cerita di kolom komentar di bawah, siapa tahu nanti saya jadi tertarik untuk ikut membacanya. 

Berikutnya masih ada dua kategori lagi, kategori paling favorit dari book kaleidoscope ini, pantengin terus ya :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*