Pages

Senin, 28 Maret 2016

Resensi: Come Back To Me Karya Arini Putri | Blog Tour

Judul Buku : COME BACK TO ME
Pengarang : ARINI PUTRI
HargaJual : Rp 77.700
Isbn/Ean : 978-602-70362-5-3
Bulan/TahunTerbit : JANUARI 2016
Panjang x Lebar : 13 x 19 cm
JumlahHalaman : 386 hlm
Genre : Contemporary Romance
Kategori : Novel
Buntelan dari @Twigora
Bisa dibeli di @bukupediacom
SENNA
“Mataku tak bisa melihatnya, tapi aku merasa mengenal Ced lebih dari siapa pun. Dari tangan kasarnya, aku tahu dia adalah pekerja keras. Dari suaranya, aku bisa tahu betapa renyah tawanya. Dan tak peduli sesingkat apa pun kami bersama, kenangannya selalu bertahan lebih lama di dalam benakku.”

CED
“Mata almond Senna tak pernah terlihat sama. Terkadang gelap, terkadang mengeluarkan binar yang luar biasa indahnya. Lambat laun membuatku jadi egois, berharap sepasang mata miliknya itu bercahaya karenaku saja.”

*
Ced ternyata baru menyadari, hatinya sejak lama sudah jadi milik gadis itu, seperti halnya hati Senna sudah dimiliki oleh laki-laki itu.
Namun ketika akhirnya menyadari cintanya pada Senna, Ced malah dihadapkan pada dilema yang teramat sulit untuk dihindari: antara harus memilih kebahagiaannya sendiri atau kebahagiaan gadis itu.
Bittersweet menjadi tempat bersejarah bagi Ced dan Senna karena menjadi tempat pertama kali mereka bertemu. Ced mengunjungi kafe tersebut karena dia mendapatkan tawaran pekerjaan dari si pemilik untuk mendesain ulang furnitur dan mengisinya. Sedangkan Senna, setiap jumat dia mengirimkan cookies buatannya yang dijual melalui Bittersweet. Ketika Ced keluar karena proses negosiasi sudah ditangani temannya, Malik, dia melihat seorang gadis yang akan ditabrak oleh segerombolan murid yang meluncur kencang menggunakan skateboard di trotoar. Ced gemas karena gadis tersebut tetap saja berjalan pelan dan tidak menghindar, kemudian dengan paksa dia menarik tanggannya untuk menghindari tabrakan, secara spontan dia memarahi gadis tersebut untuk berhari-hati ketika berjalan, melihat kanan kiri. Namun nyatanya, gadis tersebut memang tidak bisa melihat kanan kiri, gadis tersebut buta.

Perasaan bersalah karena membentak gadis buta terus membayangi Ced, dia pun selalu mengunjungi Bittersweet di segala kesempatan dan ingin meminta maaf akan perbuatannya yang kasar, tapi sayangnya mereka tidak pernah bertemu. Dia hanya bisa memandangi foto gadis yang berwajah cantik tersebut yang tidak sengaja tertangkap kamera ketika mengumpulkan ide untuk mendesain kafe. Harapan muncul disaat dia mendengar obrolan pelayan kafe dan sang pemilik yang mengatakan kalau gadis pengantar cookies hanya datang setiap hari jumat. Benar saja, Ced akhirnya melihat gadis yang bernama Senna itu lagi, tapi dia tidak langsung mengajaknya berbicara, dia hanya mengikuti langkah gadis tersebut pulang ke rumahnya yang tidak jauh dari kafe dan dari carpentry studio miliknya. Ced mengiktui langkah Senna secara diam-diam tanpa gadis itu ketahui kalau ada yang mengikutinya, mengawasinya, menjaganya.
Ced mempercepat langkahnya, menoleh dan menatap wajah Senna. Ced berjalan mendului, membalik tubuhnya untuk menghadap Senna dan berjalan mundur. Diperhatikannya setiap jenggal wajah Senna. Matanya, alisnya, hidungnya, bibirnya, pipinya, hingga Ced tersenyum tanpa sadar. Bagaimana bisa perasaannya terasa sedamai ini hanya dengan menatap wajah cantik di hadapannya?
"Buat bahagia itu enggak susah, kok. Dalam keadaan apa pun seharusnya kita bisa bahagia, karena bahagia itu pilihan."
"Dulu Papa bilang ke aku, walaupun aku sekarang buta, bukan berarti aku enggak bisa bahagia. Kunci terbesarnya, menikmati apa yang kita punya dan enggak serakah."
"Kadang ada yang lebih berharga dari impian kita. Kebahagiaan orang itu, lebih berharga dari ambisi kita."
Kali keempat membaca karya Arini Putri dari lima bukunya yang sudah diterbitkan, saya merasa tulisannya jauh berkembang. Arini mulai melepas image penulis K-Drama, di mana di awal-awal tulisannya sangat lekat dengan negara gingseng tersebut. Saya merasa cerita dalam negeri yang kekoreaan sudah ketinggalan jaman, tren-nya sudah usai, saya berharap penulis menemukan ciri khasnya sendiri. Di buku ini penulis sudah mengukuhkan kalau dia memiliki sesuatu yang khas dari dirinya, yaitu aura melow dan sendu, saya sudah merasakan sejak membaca buku pertamanya dan tidak hilang sampai sekarang, tetap menjaga kesenduan cerita, tapi juga mulai melepaskan yang berbau tren tadi. Padahal penulis berkata kalau dia banyak mendapatkan inspirasi dari film dan musik Korea, tetapi dia berhasil menjadi diri sendiri. 

Di buku ini juga penulis menggunakan teknik show yang sangat baik, jangan heran kalau penuh deskripsi yang membuat pembaca lebih mudah menangkap pesan cerita, karakter, serta emosi para tokohnya. Misalkan saja ketika menceritakan gerak gerik Senna, pembaca pun bisa merasakan apa yang dirasakan Senna, dia harus jeli dan menghapal sekitar agar tidak mudah terjatuh karena kondisinya, pembaca akan tahu bagaimana cara pandang orang yang memiliki keterbatasan fisik. Pun dengan teknik tell, digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang tidak membutuhkan penjelasan detail. Misalkan saja ketika Ced menceritakan tentang mantan pacarnya dan tentang ayahnya. Porsi keduanya cukup seimbang, sehingga buku yang tergolong cukup tebal ini, pembaca tidak akan bosan menikmatinya. Plotnya runut dan rapi, pace-nya tergolong lambat, bahasa yang digunakan sederhana dan mudah dipahami, saya juga suka dengan pemilihan sudut pandang orang ketiga yang digunakan, merasa sangat tepat sekali. Penulis menitikberatkan cerita pada hubungan Ced dan Senna, bagaimana mereka bertemu, saling berinteraksi, sampai saling merasakan cinta. Dijalin dengan pelan-pelan sehingga chemistry-nya sangat terasa. 

Karakter kedua tokoh utamanya juga sangat kuat, penggambaran sifat dan fisik dijelaskan dengan cukup detail. Senna digambarkan dari luar merupakan gadis yang lembut tapi sebenarnya dia cukup keras juga. salah satunya contoh ketika Ced mengungkapkan perasaan, Senna mulai menghindar, membuat hubungan mereka seperti semula yang tidak pernah saling kenal. Sedangkan Ced sebaliknya, dari luar dia tampak keras, dia tidak suka berbasa basi dan terlalu cuek, tidak suka ketika nama ayahnya diungkit-ungkit, selalu menolak keras bila mantan pacarnya mendatanginya. Namun, ketika dia berhadapan dengan Senna, sangat terlihat kalau apa yang dia lakukan sangat tulus, hatinya sangat lembut. Untuk karakter lainnya memiliki porsi yang cukup sebagaimana peran mereka sebagai tokoh pendamping, yang paling menarik adalah Paman Widi dan ibu Senna, keduanya sangat bijaksana. Sedangkan ayah Ced, dia sama saja dengan anaknya, dari luar kelihatan keras, tapi di luybuh hatinya dia sangat menyayangi putra satu-satunya tersebut.
"Dia enggak sepenuhnya hebat. Semakin aku kenal dia, semakin aku tahu banyak kelemahannya. Dia gampang nangis, gampang takut, gampang cemas, hatinya sekeras kayu. Tapi setiap dia senyum, aku sadar aku enggak mau kehilangan senyum itu. Dia bikin aku sadar, kalau kadang melihat orang lain bahagia itu juga bisa buat kita bahagia."
"Lelaki yang terobsesi sama kayu, tapi takut sama marionette. Dia galak dan tertutup. Semua perasaan dan pikirannya dia simpan sendiri. Kamu tahu lignum vitae? Dia mirip kayu itu. Kuat, keras, unik, tapi ternyata minyak dari kayu itu biasa dijadikan obat. Kayu yang mengobati," ujar Senna sambil menerawang jauh.
Selain interaksi yang menarik antara kedua tokoh utamanya, yang membuat saya menyukai buku ini adalah informasi tentang kayu yang disisipkan penulis. Memang tidak detail sekali tapi cukup, menambah informasi karena sebelumnya saya sangat 'buta' dengan dunia furnitur, risetnya boleh diacungi jempol. Selain itu passion Ced akan dunia kayu dan Senna akan cookies juga tersampaikan dengan baik, pembaca serasa ikut dibuat mencintai kedua hal tersebut.
"Namanya lignum vitae. Warnanya unik, aromanya enak. Minyaknya biasa dipakai untuk perfume base," ujar Ced, bercerita semangat tentang salah satu jenis kayu favoritnya. "Kayunya kuat dan padat, gampang banget tenggelam di air. Jaman dulu, orang-orang pakai kayu itu untuk obat. Menarik, kan? Kayu yang bisa mengobati."
Sedikit kekurangan adalah penggambaran tentang settingnya, bagi saya kurang detail serta masih banyak typo. Ending ceritanya juga mudah ditebak, tapi tetap manis kok. 
Banyak adegan yang membekas, tapi ada satu yang menjadi paling favorit, ketika Ced menawarkan diri untuk menjadi nomor 2 :D
"Ponsel kamu mana?" tanya Ced tiba-tiba.
"Ponsel?" Senna merogoh tasnya, mengeluarkan ponselnya. "Kenapa?"
"Pinjem bentar." Ced segera meraih ponsel di tangan Senna. Dengan lincah jarinya menekan tombol-tombol di sana, membuka pengaturan. Ced segera mengetikkan nomornya di sana. "Kalau ada apa-apa, misal kamu butuh bantuan atau mungkin kamu sekadar kesepian, kamu tekan nomor dua. Kayak gini."
Ced menekan tombol nomor dua di ponsel Senna lama, hingga ponsel di kantong celananya berbunyi. "Dan aku bakal ada buat kamu," ujar Ced sambil tersenyum tipis. Ced meraih tanggan Senna dan mengembalikan ponsel itu ke genggamannya.
Manis, kan? Masih banyak lagi adegan manis yang Ced lakukan kepada Senna, dan itu harus kalian temukan sendiri. Buku ini recommended bagi penyuka cerita melow dan sendu tapi tidak menye-menya, yang ingin tahu apa itu profesi carpenter dan blind baker.

Come Back To Me bercerita tentang kadang kita harus mengalah pada ambisi agar orang lain bahagia, kadang bahagia sangat mudah diraih kalau saja kita sering bersyukur.

4 sayap untuk Ipe, ebony, oak, red cedar.




NB:

Seperti biasa kalau blog tour di Twigora pasti ada challenge untuk para host-nya, dan kali ini kita disuruh berpose sesedih mungkin. Kebetulan ketika baca Come Back To Me ini saya sempat mrebes mili, nangis sesegukan, setelah itu aku foto deh, hahaha. Jadi, foto di atas saya beneran habis nangis XD.


44 komentar:

  1. Aku lagi mau mulai menyukai romance nih, novel ini kayaknya pas untuk dibaca ya.

    Makasih ulasannya mbak. Itu ekspresi fotonya emang kelihatan sedih hehe karena nangis beneran ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe iya, cocok kok novelnya untuk dibaca pemula, manis dan sendu :)

      Hapus
  2. Pasti buku ini manis banget, apalagi kalo ngeliat interaksi Ced-Senna. Bikin gulung-gulung dan gigit bantal. *oke ini lebay
    Dari review aja bisa dipastikan kalo Ced adalah sosok lelaki idaman. Pintar memperlakukan wanita pasangannya. Senna beruntung.
    Kyaaa, aku mau satu yang kayak Ced. :D

    Ehh, aku mencium aroma kayu dan cookies dari buku ini. Aroma yang memabukkan.~
    Kovernya cakep bangett. Kesan manis dan hangatnya dapet.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku juga mau! *kekep Ced* :D
      Iya, covernya cocok banget, sesuai dengan ceritanya :)

      Hapus
  3. Balasan
    1. Wakakaka, sekalian aja totalitas karena beneran nangis pas baca, trus langsung selfi deh. LOL

      Hapus
  4. fotonya menghayati banget Mbak Sulis, eh ternyata beneran abis nangis yah hehe
    aku udah lamaaa kayaknya ga baca novel romance sampe nangis, jadi penasaran pengin nyoba. kebetulan belum pernah baca karyanya arini putri juga. covernya cantik banget :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi, syukurlah kalau terlihat menghayati XD
      Mungkin nggak semua orang yang baca bakalan nangis, tapi bagi aku emosi para tokohnya dapat banget, dan aku suka tema cerita tentang orang-orang yang berkebutuhan khusus :)

      Hapus
  5. Kak, habis baca reviewnya jadi degdegan. Terus kesipu-sipu sendiri ^///^. Wangi roti sama kayu, kurang manis apa coba novel ini :) Tapi katanya pada mrebes mili... Makin degdegan, Kak. ><

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wangi roti dan kayu-nya bakalan bikin ketagihan! :D

      Hapus
  6. Ketika membaca review Come Back To Me karya Arini Putri, saya seperti sedang menonton serial drama Korea karena beberapa adegan dalam novel mengingatkan saya pada Always dan The Winter The Wind Blows yang mengisahkan seorang gadis buta.

    Saya juga ingin memberi tepuk tangan kepada Arini Putri yang berhasil bercerita melalui sudut pandang Senna seolah-olah ia juga mengalami apa yang Sena alami.. ^_^

    Novel ini sangat cocok untuk kalian yang sedang mencari bacaan yang sedih-sedih. Dalam novel kita juga bisa mengtahui bagaimana rasanya kehilangan mimpi, harapan, dan juga salah satu indra kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah aku jadi pingin nonton drama Korea-nya, kayaknya kalau dilihat secara visual seru juga :)

      Hapus
  7. Waktu aku baca reviewnya kakak aku kayak udah ngerasain gimana rasanya jadi Senna. Aku jadi tambah gak sabar buat baca novel ini. Senna yang kelihatannya perempuan yang kuat dari sedikit adegan yang kakak tunjukin, bener-bener buat aku tambah terinspirasi.

    Aku juga salut sama Ced yang meskipun enggak kenal sama Senna tetep berusaha buat minta maaf gara-gara bentak waktu itu. Butuh gentleman macem Ced :'D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ced emang manis banget, dari luarnya aja kelihatan cuek dan dingin tapi hatinya selembut bulu domba =))

      Hapus
  8. Ini beneran sedih gak ya? Soalnya aku susah banget sedih nonton atau baca apapun yang romance haha nonton titanic aja (yang kata orang sedih pake banget) bisa tanpa ekspresi nontonnya

    tapi sama-sama penggemar kpop nie kayaknya, bakal cucok ah *ini gak ada hubungannya kali ya wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sedih nggak ya? Hahaha, kadar sedih tiap orang berbeda-beda sih ya jadi hanya bisa dibuktikan sendiri :)

      Hapus
  9. Baca resensi di blog ini aja udah terbawa banget... apalagi kalau baca bukunya secara keseluruhan. Salah satu buku yang wajib jadi koleksi!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wajib punya bagi yang ingin baca kisah cinta manis dan sendu :)

      Hapus
  10. Cover dan tagline yang pas sekali dengan isi, ga bosen-bosennya baca review CTBM, jadi penasaran sama karya-karya mba arini sebelumnya.

    Nambah lagi penulis yang mampu menguras emosi pembacanya, klo punya bisa2 ga dibaca sekali terus dipajang di lemari buku. Tapi balik lagi balik lagi, rindu dengan kisah Ced dan Senna yang menyentuh hati :)

    Manis dan mengharukan :) :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, cocok banget cover dan taglinenya, khususnya tagline akan kita ketahui di bagian akhir :)

      Hapus
  11. Ka fotonya cocok, apa bener2 ada yg lagi dirindukan nih :D
    Bang?? Bang Ced atau bang toyib?, hehehe :D :D :D
    #peace #peace #peace

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wakakaaka, Bang Ced aja deh, Bang Toyib nanti digantung terus perasaan eneng XD

      Hapus
  12. Kan, lagi-lagi dibuat jatuh cinta dengan Ced. Sayangnya di cuplikan itu nggak dijelasin kenapa Ced mau jadi nomor dua, hohoho. Kan jadi penasaran banget nih, Mbak :'3

    BalasHapus
  13. Kyaaa...
    Ced-nya so swiiiittt bangett sihh..
    Pnegin di simpan di dalam lemari aku aja... *hehehe

    BalasHapus
  14. Aku bava review nya langung dibuat terpana tujuh keliling sama ced. Bayangin nya aja tuh kaaknya ced udah lelaki idaman banget 😍

    BalasHapus
  15. Setiap kali baca review pasti langsung ngiler pengen punya novelnya. Tapi baca ini plus ngiler pengen punya yang kaya Ced. Dia manis banget. Apalagi baru kemarin aku nonton drama Korea The Beauty Inside yang juga tentang pembuat properti. Hadeehh, bikin makin penasaran sama tukang kayu ganteng...hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, kayaknya wajib tonton tuh, jadi penasaran :)

      Hapus
  16. Ya Allah... dialog yang terakhir itu manis sekaliiiiiiii. Di mana bisa nemu lelaki macam Mamas Ced ini? Bisa-bisa habis baca novelnya jadi langsung naksir sama para tukang kayu XD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau tukang kayunya kece kayak Ced, siapa yang nolak? XD

      Hapus
  17. makin suka sama novel ini setelah baca rangkaian reviewnya, Ced dan Senna punya keunikannya masing-masing.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga nanti tambah suka setelah baca bukunya langsung ya :)

      Hapus
  18. Selalu suka kalau baca novel yang nggak cuma menampilkan tokohnya dan interaksinya dengan tokoh lain. Tapi juga kesehariannya, hobinya, kepribadiannya, sesuatu yang buat kita seperti kenal sama orang baru meskipun imajiner.
    Aak, pengen banget kenalan sama sweet couple ini :)

    BalasHapus
  19. Dari sekian banyak ngikutin Blog Tour #CBTM ini, baru ini aku nemu resensi yg lebih detil mengenai perjumpaan pertama Senna dan Ced. Aku jadi bisa membayangkan sebagaimana besarnya rasa bersalah menyusup di hati Ced karena dia sudah membentak Senna tanpa tahu bahwa gadis itu tidak bisa melihat T__T

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena bagian pertama bertemu itu yang paling dikenang, jadi resensi fokus ke situ, hehehe

      Hapus
  20. Eh ... Pertama kali dibentak si Senna. Puk ... Puk ... Senna. Review kak Sulis emang deh selalu padat dan jelas. Seakan membaca buku itu setengahnya kak. Aku penasaran sama blind baker itu kak. Aku juga suka bikin kue tapi bukan cookies. Hehehhee Tapi nggak semahir Arini dan ternyata kue juga sebuah terapi ya? Iya sihhh bikin hati seneng gitu kalau sudah bikin kue apalagi kalau pas gagal sedih banget tapi juga bahagia karena aku harus bikin lagi. Covernya cantiiikkk bangettss bukunyaaaa. Bikin aku semakin jatuh cinta deh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Melakukan apa yang kita suka itu emang sebuah terapi, kok :D

      Hapus
  21. Aku mau juga nangis mrembes mili kayak kak sulis .Udah kumasukin wishlist nih bukunya .berharap nyantol disini huhuhu..

    BalasHapus
  22. Jujur, aku nggak suka sama tulisan pertama Kak Arini Putri. Ntahlah nggak bisa menikmatinya. Apalagi temanya Korea gitu.

    Lalu, ketika menemukan novel ini aku langsung mikir "wah ini yang nulis Rain Over Me itu kan ya?" Dan setelah baca sinopsisnya, "woh kayaknya menarik!"

    Dan setelah baca review ini.... "IH PENASARAAAAAN!!"
    Bukan ceritanya sih yang bikin penasaran, tapi gimana perubahan tulisan yang Mbak Sulis tulis di sini. Pengen banget merasakan "perbedaan" itu. Tentunya juga pengen ketemu Ced. :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku juga kurang suka dengan karya perdananya, semakin bagus kok, detail banget untuk adegan dan karakter para tokohnya :)

      Hapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*