Pages

Minggu, 28 Februari 2016

Room | Movie Review


Room (2015)
Sutradara: Lenny Abrahamson
Produser: Jeff Arkuss, Rose Garnett
Penulis Naskah: Emma Donoghue
Pemain: Brie Larson, Jacob Tremblay, Sean Bridgers, Joan Allen, William H. Macy
Studio: A24, 4 Films

Based on Emma Donoghue book, Room.

Sekitar tiga tahun lalu buku Room sangat ngehits di kalangan blogger buku di Indonesia, ingin sekali membaca karena melihat sinopsis ceritanya sendiri sangat menarik, sayangnya belum ada yang tertarik untuk menerjemahkan (saya juga sangat ingin membaca Nineteen Minutes karya Jodi Picould yang sama-sama booming pada saat itu). Kemudian terdengar kabar akan diadaptasi ke layar lebar pada tahun 2015. Benar saja, penantian akhirnya usai sudah, membaca review yang cukup positif tentang filmnya membuat saya tidak sabar untuk segera menonton tanpa membaca bukunya terlebih dahulu, terlebih Room mendapatkan nominasi OSCAR pada tahun ini, jelas sangat recommended.

Room sendiri bercerita tentang Joy Newsome (Brie Larson) yang disekap selama tujuh tahun oleh Old Nick (Sean Bridgers) di sebuah ruangan yang tidak memiliki jendela, sebuah pintu yang kodenya hanya diketahui oleh Old Nick dan sebuah atap berkaca. Kejadian terjadi ketika Joy berumur 19 tahun, waktu itu Old Nick berpura-pura anjingnya sedang butuh pertolongan, langsung seketika Joy hilang, sampai kemudian dia melahirkan Jack (Jacob Tremblay), tinggal berdua di sebuah ruangan yang berisi tempat tidur, lemari, wastafel, bak kamar mandi, tanaman, dapur, TV, serta benda-benda lain yang mengisi dan menjadi kebutuhan mereka, hanya dalam sebuah ruangan sempit selama tujuh tahun bagi Joy atau biasa dipanggil Ma, dan lima tahun bagi Jack.

Rutinitas setiap hari yang dilakukan Jack dengan ibunya adalah olahraga, gosok gigi, nonton televisi (favoritnya adalah Dora), makan, membuat maianan dari cangkang telur, mandi sekali sebelum tidur, membaca buku, mendengarkan ibunya mendongeng atau bernyanyi. Seperti itu setiap harinya, Jack belum pernah melihat dunia luar, belum pernah melihat orang lain selain Ma dan Old Nick yang datang ketika malam, membuang sampah dan memberikan kebutuhan mereka. Jack hidup di dunianya sendiri, bahwa yang ada di luar sana tidaklah nyata, sama seperti dunia Alice in Wonderland.

Tapi Ma tidak ingin hidupnya, khususnya Jack seperti ini terus, Jack harus melihat dunia nyata secara langsung, bertemu orang-orang, melakukan kegiatan seperti anak pada umumnya. Dia menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada Jack, tentang dirinya yang diculik semasa remaja. Awalnya Jack menolak, dia sudah sangat merasa nyaman tinggal di ruangan yang hanya berisi dirinya dan Ma, dan benda-benda yang menemani selama ini. Namun Ma bersikeras, Jack harus bisa keluar dan meminta bantuan orang lain, dia pun membuat stratergi melarikan diri, di mana hanya Jack yang bisa melakukannya.



Walau belum membaca bukunya, selepas menonton saya bisa menilai kalau Room merupakan salah satu film adaptasi buku terbaik, emosi yang ada di film sangat bisa saya rasakan, tentu didukung dengan akting yang menakjubkan antara Larson dan Tremblay, mereka berdua sukses memerankan karakter ibu-anak yang saling membutuhkan dan tak terpisahkan. Khususnya Tremblay, saya nggak percaya kalau dia anak cowok, aktingnya benar-benar keren. Mungkin juga karena Emma Donoghue turun tangan langsung dalam pembuatan naskah sehingga bagian yang penting bisa ditampilkan dengan baik. Kelebihan buku ini ada pada narasi dan karakter dua tokoh tersebut.

Buku ini bukan murni cerita thriller-mystery, bagian awal memang digambarkan kondisi di mana Ma dan Jack diculik di sebuah ruangan selama bertahun-tahun, menjalani hidup seperti layaknya orang biasa. Namun, konflik hadir ketika mereka berhasil meloloskan diri. Ini bukan spoiler, coba lihat trailernya, semua terjelaskan di sana. Buku ini lebih bercerita tentang bagaimana keluar dari zona nyaman, bagaimana memulai kehidupan dari awal lagi, menghilangkan trauma yang membutuhkan waktu, menemukan kehidupan yang dulu indah sekarang berbanding terbalik, tidak sama lagi. Bagaimana caranya beradaptasi dengan segala sesuatu yang baru pertama kali kita temui.

Jack selama lima tahun hidupnya hanya tinggal di sebuah ruangan kecil, menganggap benda-benda di ruangan tersebut nyata dan di luar itu tidak nyata. Tidak pernah melihat cahaya secara langsung, hanya lewat sekotak kaca di atap ruangan tempat dia tinggal, selebihnya hanya dibantu penerangan dari lampu, tidak pernah bertemu dengan orang lain, melihat pepohonan, melihat dunia. Kemudian ketika dia melihat dunia nyata, semua terasa berbeda dan aneh, bagian tersebut sangat bagus diperankan oleh Jacob Tremblay, bagaimana reaksi dia pertama kali melihat cahaya, menarik diri ketika bertemu orang asing, hanya mau berbicara lewat ibunya, berjalan melewati tangga, memakai berbagai kelengkapan untuk melindungi dirinya karena belum pernah diimunisasi, terasa sangat realistis, selayaknya kita hidup untuk pertama kalinya, mencoba memahami dan memulai dari awal lagi.

Untuk Joy sendiri, hilang selama tujuh tahun tentu membuat kehidupan sekarang jauh berbeda, orangtuanya sudah berpisah, teman-temannya sudah menjalani kehidupan masing-masing, dia seharusnya sudah merasa bebas tapi ada beban yang masih mengganjal. Dampak kehilangan yang terlihat pun tidak hanya dari sisi Joy, kedua orangtuanya juga sangat terasa. Joy melihat kedua orangtuanya sudah bisa melanjutkan hidup, ibunya bertemu lelaki lain dan hidup bahagia, ayahnya sudah pindah ke tempat yang jauh dan tidak bisa menerima kehadiran Jack, Joy merasa dirinya tersisih, tidak ada lagi keluarga yang dia impikan. Hilangnya juga membuat kebersamaan mereka dulu ikut serta. Setiap orang memiliki caranya tersendiri untuk mengatasi kesedihan, ibu Joy dengan menemukan kebahagian baru dengan Leo, ayah Joy memilih pergi.

Ada satu adegan yang mungkin saja sangat menyakitkan bagi Joy, ketika dia diwawancara tentang anaknya, apakah Jack perlu tahu siapa ayahnya sebenarnya, kenapa Joy tidak menyerahkan Jack begitu lahir ke panti asuhan atau kemana saja alih-alih membesarkan sendiri di ruangan sempit. Sakitnya kerasa banget, coba deh ditanya kalau satu-satunya orang yang menjadi alasan untuk bertahan hidup diambil, apakah ada sesuatu lagi yang perlu dipertahankan di dunia ini? Saya melihat Joy seperti itu, dia mencoba bertahan untuk Jack, berharap suatu saat mereka akan hidup bebas. Adegan lain yang menyayat hati adalah ketika Joy memaksa Jack mengulangi stratergi untuk melarikan diri, Jack benar-benar marah dan sangat sakit rasanya melakukan adegan tersebut. Dan yang bikin berkaca-kaca ketika Jack mengatakan sayang kepada neneknya.

Ada beberapa yang masih menjadi pertanyaan saya, misalkan saja alasan kenapa Joy diculik, kehidupan orangtua Joy selama dia hilang, apa yang terjadi dengan Old Nick, kenapa ayah Joy tidak bisa menerima kehadiran Jack. Okey, bagian ini sedikit bisa saya pahami. Selebihnya, film garapan Lenny Abrahamson sangat sangat sangat recommended, membuat Room, sebuah ruang sempit bermakna luas.

4 sayap untuk drama ibu-anak.

13 komentar:

  1. Waduh ternyata seru juga ya filmnya. Tadi sempet mau beli kaset DVDnya, tapi nggak jadi. Belum baca review yang jelas. Eh, jadi nyesel nggak beli kalo ternyata filmnya seru

    BalasHapus
  2. Aku baca resensinya juga di koran, mba. Dan sama. Setelah membaca resensi mba yang bagus, sepertinya aku nggak akan nonton. Sediiih :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yahhhh, emang sedih sih tapi banyak pesan yang disampaikan dalam film ini, khususnya hubungan ibu-anak, gpp mewek, manusiawi kok, hehehe

      Hapus
  3. Belom liat filmnya ahh, seru kalo soal teka-teki gini filmnya. Apalagi kisah si jack yang terisolasi oleh ibunya :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan karena terisolasi oleh ibunya, tapi ibunya diculik selama tujuh tahun sampai memiliki anak umur lima tahun, sudut pandangnya dari si anak ini, dalem banget deh, emosinya lebih kerasa.

      Hapus
  4. ini diadaptasi dari kisah nyata yang seorang ibu dengan beberapa orang anak, disekap di bawah tanah oleh ayahnya sendiri -__- jadi ayah si anak-anak = ayah ibunya = kakek cucunya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, jadi Emma Donoghue terinspirasi dari Josep Fritzl, yang menyekap anak perempuannya dan memperkosanya selama 24 tahun. Tragis banget T.T

      Hapus
  5. Keren kayaknya ini film. Suka sama film yang bikin penasaran. Thanks review-nya, mbak.

    BalasHapus
  6. Baru banget hari ini nontonnya :D dan aku mewek pas Jack bilang I love you ke neneknya huhu.. film nya bagus banget, emosi para tokohnya juga dapet banget terutama si kecil Jack

    BalasHapus
    Balasan
    1. SAMA BANGET!!! Bagian paling mengharukan, saat di mana Jack mulai bisa beradaptasi T.T

      Hapus
  7. Ini beneran kak, filmnya bagus banget. Aku sampe nangis lihatnya. Terus iseng-iseng cari sinopsis, terdampar di blog ini. Yay menyenangkan sekali :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah terdampar di sini, semoga nggak bosen-bosen ya :D

      Hapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*