Pages

Sabtu, 29 Agustus 2015

Sunset Holiday by Nina Ardianti & Mahir Pradana | Book Review

Sunset Holiday
Penulis: Nina Ardianti & Mahir Pradana
Editor: Alit Tisna Palupi
Desainer sampul: Dwi Anisa Anindhika & Agung Nugroho
Ilustrator isi: Gama Marhaendra
Penerbit: GagasMedia
ISBN: 979-780-818-1
Cetakan pertama, Juni 2015
470 halaman
Harga: Rp 69.500 (off 10% titip Nana di Jakbook)
“We are all strangers until we meet.”



Jatuh cinta dan bertemu denganmu tidak ada dalam rencana perjalananku. Namun, di perjalanan sejauh ini, kamulah hal terbaik yang terjadi kepadaku. Aku menebak-nebak di mana akhir senyum manismu yang menghangatkan.



Hal paling menyakitkan dari jatuh cinta adalah kehilangan setelah memilikinya. Karena itulah, aku tidak berani berharap banyak. Kita hanyalah dua orang asing di tempat asing. Akan lebih banyak risikonya jika aku memutuskan untuk jatuh cinta.

Jika aku tidak akan menjadi bagian dalam sisa perjalanan hidupmu, bisakah kamu mengingatku sebagai bagian terbaiknya? Aku tidak berani menanyakannya karena diam-diam kutahu tujuan terakhir kita ternyata tak sama.

Kita kemudian bukan lagi dua orang asing di negeri asing. Namun, mengapa sakit ketika mengingat ternyata rasa ini terasa lebih asing daripada sebelumnya?

***

Audy dan Ibi bertemu di Paris, kota yang menyimpan banyak pesona cinta. Karena impulsif, Ibi mengikuti Audy melakukan perjalanan keliling Eropa. Entah di Praha, Roma, atau Venezia, mungkin di sanalah cinta menyapa. Namun, apakah kebersamaan singkat itu berarti banyak jika sejak awal tujuan akhir mereka ternyata tak sama?

Pertemuan pertama mereka terjadi ketika Ibi menolong Audy yang hendak ditipu oleh pedagang gantungan kunci. Audy dengan dalih baru saja mendapatkan bonus dari kantor tempatnya bekerja, dia memutuskan melakukan Eurotrip sendirian, berbekal itinerary yang sudah disusun dari hasil tanya kakak dan tempat-tempat yang ingin dia kunjungi sedari dulu. Namun, perjalanan yang sudah direncanakan dengan matang tersebut harus berubah ketika dia ketinggalan kereta ke Brussels. Sehingga, tempat yang awalnya ingin dia kunjungi paling akhir menjadi yang pertama, Paris. Di Paris lah Audy pertama kali bertemu dengan Ibi.

Ibi sendiri adalah seorang jurnalis lepas, tinggal di Jenewa, Swiss selama empat tahun dengan tujuan awal untuk sekolah namun masih belum mendapatkan ijasah. Kebetulan dia sedang ada liputan sepak bola di stadion Parc des Princes. Ibi tergelitik ketika pertama kali mendengar suara Audy dengan pedagang ilegal, orang Indonesia yang sangat polos dan sendirian di kota besar ini. Karena berasal dari negara yang sama dia pun ingin membantu dan sangat tahu apa saja yang ingin dilakukan perempuan yang cukup impulsif tersebut, foto-foto narsis. Awalnya Audy menjaga jarak, dia tidak ingin ditipu dengan orang yang baru saja dia kenal, takut Ibi adalah orang jahat. Untung saja ketika dia membuka salah satu akun media sosialnya dan mendapat mention dari Ibi, ada teman Audy yang cukup mengenal Ibi bertanya pada mereka, tidak menyangka saling kenal, langsung deh Audy bertanya pada Dana, teman Audy sekaligus Ibi, apakah Ibi orang yang bisa dipercaya atau tidak. Sejak itu dia tidak merasa khawatir namun tetap hati-hati, mereka berdua sama-sama orang asing.

Walau baru saling mengenal, entah kenapa Ibi tidak mau berpisah dengan Audy yang besok paginya akan menuju ke Amsterdam, kepolosan dan kecerian perempuan tersebut tidak mau pergi dari kepala Ibi. Keputusan gila pun diambil, Ibi akan menumpang itinerary Audy, akan mengikuti kemana pun Audy pergi, berlibur bersamanya. Audy tentu saja kaget, tapi dia sudah mengalami susahnya menjalani Eurotrip sendirian, terlebih Ibi familier dengan tempat-tempat yang ingin dikunjunginya, mengetahui restoran yang murah dan enak, tidak perlu susah payah mencari hostel. Dan Audy yakin, perjalanannya kali ini akan sangat menyenangkan dan penuh petualangan baru. Setalah Paris, banyak kejadian seru yang akan menantinya mereka berdua selama di Amsterdam, Munich, Berlin, Praha, Venezia, Roma, Barcelona, Madrid, dan kembali lagi ke tempat mereka pertama bertemu dan harus berpisah, Paris.
Aku memang menyusun itinerary sih, tapi memang kadang life doesn't always turn out the way you plan sehingga butuh banyak penyesuaian.
"Setiap orang punya perjalanannya sendiri, Ta. Di dalam perjalanan itu, kamu akan merasa seperti butiran debu di antara jutaan miliar debu kosmik yang sedang berputar di alam semesta ini. Nggak spesial. Nggak berharga." Ia memberi jeda lagi. "Jadi, kamu pasti akan langsung tertarik pada orang pertama yang datang menghampiri kamu dengan sikap sopan, baik, penampilan keren dengan fisik menawan. Iya, kan?"
Akhirnya kesampean juga baca buku dari duet dua penulis favorit saya, walau nggak bagus banget konfliknya bisa dibilang biasa, setidaknya bisa melepas kangen dari karya mereka masing-masing. Selain itu, buku ini merupakan buku road trip karya dalam negeri yang pertama saya baca, jadi cukup berkesan dan nggak kalah seru dari Amy and Roger's Epic Detour. Dari segi travelling, memang tidak dijelaskan secara detail banget kota yang mereka singgahi, namun cukup informatif, selain itu selalu ada adegan seru yang terjadi di tiap kota. Misalnya saja Audy yang tidak sadar akan brownies yang dia makan mengandung marijuana sewaktu singgah di Amsterdam, hampir saja menjadi gelandangan di Venezia, kecopetan di Barcelona. Dan dari semua tempat yang Audy dan Ibi kunjungi, saya paling tertarik dengan Praha, indah bangettttt, pengen deh kesana atau kalau perlu pas bulan madu sekalian *sama siapa, Lis?* XD

Melihat buku ini adalah road trip, maka bukan tempatlah yang menjadi fokus utama, namun proses perjalanan kedua tokoh utamanya, apa saja yang terjadi selama itu, salah satunya tentang perkembangan perasaan mereka. Untuk ukuran orang yang baru saja bertemu dan nggak lebih dari dua minggu kebersamaanya, saya rasa chemistry antara Audy dan Ibi terbangun dengan baik. Mulanya mereka saling curiga, terlebih dari pihak Audy, banyak pertimbangan, terlalu bawel, yang namanya perempuan maklum lah ya. Sedangkan Ibi sendiri bisa dibilang memiliki karakter yang cuek, impulsif, cool, cerdas, melakukan apa yang ingin dilakukan. Selain itu sedikit demi sedikit rahasia tentang diri mereka juga terkuak, nggak tergesa-gesa. Seperti alasan sebenarnya Audy melakukan Eurotrip sendirian, mumpung ada rejeki, mumpung ada waktu, tidak ingin menyesal seperti ibunya. Sedangkan alasan Ibi yang tidak kunjung pulang juga ke Indonesia, padahal kuliahnya hanya perlu waktu dua tahun namun dia menunda-nunda sampai empat tahun, tidak siap dengan tanggung jawab yang menantinya di tanah air. Tanpa mereka sadari, perjalanan impulsif tersebut membawa mereka ketujuan hidup masing-masing, apa yang sebenarnya mereka cari selama ini.

Dari segi gaya tulisan, kedua penulis masih menunjukkan ciri khas mereka masing-masing, bahkan tanpa melihat nama di awal, kita akan langsung tahu siapa yang berbicara, mungkin bagi pembaca setia karya Nina dan Mahir akan merasakannya. Tokoh Audy dipegang oleh Nina, karakternya memang nggak jauh beda dengan Edyta di buku Fly To The Sky, slebor dan sedikit manja, memiliki keluarga yang hangat, ditambah memiliki saudara laki-laki yang overprotektif dan sayang banget sama dia, bahkan Tirta, mantan sekaligus sahabatnya sedari kecil menginggatkan saya akan tokoh Ihsan dari buku yang sama juga. Beberapa penulis memang memiliki kencenderungan membuat karakter yang hampir mirip di setiap buku yang dia buat, bukan berarti jelek, malah bisa menjadi ciri khas mereka, itulah yang saya lihat dari tulisan Nina, dan saya menyukainya. Sedangkan Ibi ditulis oleh Mahir, mudah dikenali dari sisipan film, lagu, buku dan sepak bola yang sering dia lakukan di buku-buku sebelumnya, kalimat yang dia buat selalu magis. Kali ini kita akan diberi informasi tentang film Before Sunrise, yang mungkin menjadi inspirasi cerita Audy dan Ibi ini.

Yang membuat saya suka lagi, bakalan hadir tokoh cameo di buku penulis sebelumnya, saya selalu suka kalau ada tokoh di buku penulis yang nangkring di buku lainnya, terlihat kalau punya universe sendiri, menambah daya tarik dan ciri khas, selain itu bisa mengetahui kelanjutan kisah mereka. Dari Nina, kita akan bertemu dengan Kemal, yang pernah baca cerita bersambung di website penulis pasti tahu siapa dia, salah satu PR yang harus segera ditamatkan oleh penulis XD, kemudian ada Syiana dari Restart. Sedangkan dari Mahir, kita akan bertemu dengan Abdul Latif atau Al dari buku Rhapsody. Seru banget! Sepertinya kedua penulis tidak hanya sukses membangun chemistry di kehidupan nyata, namun di buku duet ini pun mereka sukses membangun cerita antara Audy dan Ibi :D. Oh ya, selain kehadiran para cameo yang saya suka, tokoh lain yang cukup menarik adalah para ibu di buku ini. Lucu banget deh Ibu Audy yang tidak pernah lupa memesan gantungan kunci, hiasan kulkas, bahkan bibit bunga tulip, emang bisa gitu di tanam di sini? hahahaha. Trus logat bataknya Ibu Ibi juga nggak nguatin. Rasa kekeluargaan sangat terasa di buku ini.

Overall, saya sangat menikmati kisah perjalanan Audy dan Ibi ini, sekaligus pelepas kangen dari karya kedua penulis. Kalau dari Nina, hampir semua sudah saya baca, menunggu dengan sabar kelanjutan yang di website, semoga kelar sekolah segera rampung ya kak bukunya, atau kalo bisa segera aja XD. Sedangkan dari Mahir belum kesampean baca Blue Heaven, yang sepak bola saya tidak terlalu tertarik, hehehehe, bukan pecinta bola soalnya.

Bagi yang sedang mencari genre road trip yang lucu, manis dan menghibur, baca deh buku ini, recommended banget.
Ketemu kamu tidak ada di dalam skenario perjalananku. Tapi, di perjalanku sejauh ini, kamulah hal terbaik yang terjadi kepadaku.
4 sayap untuk Aidan, semoga ada cerita tersendiri untuk dia :p.


4 komentar:

  1. Membaca review Kak Sulis, jadi kebelet pengin baca deh, mulai dari karyanya Mahir Perdana yang Rhapsody sebenernya sudah penasaran sih seperti apa gaya menulisnya, tengok di Goodreads juga ratingnya lumayan oke.

    Terus pas tahu kalau ini soal road trip, um, sepertinya bakal menarik nih. Sepertinya ceritanya mirip Just One Day-nya Gayle Foreman juga ya. Dua orang asing yang saling bantu dan malah diajak keliling-keliling Eropa.

    *harus nabung alert*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, temanya mirip juga dengan Just One Day, seru kok, mungkin buku ini bisa jadi perkenalan pertama karyanya Mahir :)

      Hapus
  2. Seumur hidup baru sekali baca karyanya Mahir Perdana yang Here, After itu. Trus langsung jatoh cintrong dan nggak nyesel udah beli. Hehehe. Mau nyicip karyanya yang Rhapsody tapi entah kenapa kok kayaknya kelupaan mulu tiap ke tobuk. Mau nyicipin tulisannya yang kedua kali, tapi lewat buku kumcer, lagi nunggu giliran di timbunan. Untuk buku ini sendiri, alhamdulillah saat ini akika sedang menanti kedatangannya. Hwehehe. Agak kaget pas Kak Sulis ngasih rating 4. Soalnya sebelum ini pernah baca review seseorang yang menyatakan kalau dirinya kurang puas. Hmmm, let's see deh kalau bukunya udah sampai. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga nanti juga suka ya, bagiku tulisannya Mahir recommended banget :)

      Hapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*