Pages

Selasa, 20 Januari 2015

Spora by Alkadri | Book Review

Spora
Penulis: Alkadri
Penyunting: Dyah Utami
Perancang sampul: Fahmi Fauzi
Penerbit: Moka Media
ISBN: 979-795-910-4
Cetakan pertama, 2014
238 halaman
Buntelan dari @mokabuku
Ini adalah SPORA: sebuah kisah horor/fiksi ilmiah yang bercerita tentang Alif, seorang anak SMA yang mendapati spora misterius menginfeksi orang-orang di sekolahnya. Tak ada yang selamat jika terinfeksi... kecuali Alif sendiri. Rasa ingin tahu menguasainya, dan dia pun mendapati kenyataannya jauh lebih ganjil daripada yang bisa ia bayangkan.

Sesosok kurcaci. Seekor monster. Penyakit tak terhentikan. Dan masa lalunya yang menghampirinya kembali. Akankah ia selamat?
Sepertinya tahun ini genre horor sedang diminati, setelah tahun-tahun sebelumnya kita kenyang dengan buku dari selebtwit, kumcer, korama dan travelling. Belum banyak buku horor yang sudah saya baca, tapi sejauh ini saya cukup menikmatinya. Oh ya, ketika membaca buku ini saya jadi ingat film yang dibintangi Elijah Wood, The Faculty.

Alif mendapati penjaga sekolahnya meninggal dengan kepala pecah di lapangan, dialah yang pertama kali melihat. Dugaan sementara korban meninggal karena ditembak. Hal tersebut tentu saja menggegerkan sekolahnya, tapi sang ketua OSIS tetap menugaskan Alif dan Fiona mencari kotak sumbangan. Ketika mereka akan mencari, Alif mendapati lagi korban kedua dan ketiga, dua orang anggota KIR di sekolahnya. Setelah itu Alif dibawa ke kantor polisi untuk diinterogasi.

Alif curiga kalau orang-orang yang meninggal di sekolah bukan karena ditembak, dia ingin bercerita kepada sahabatnya, Rina, karena dia tahu betul bagaimana korban yang kena tembak, kejadian ini membawa Alif menginggat masa lalunya yang kelam.

Langsung saja saya bahas kelebihan dan kekurangan buku ini, kelebihannya dulu deh :p Saya suka banget cover dan ilustrasinya, darknya dapet. Kemudian saya cukup penasaran di awal, modal yang bagus agar saya tetap membuka lembar demi lembar. Setelah tahu tentang apa, idenya cukup menarik.

Sayangnya, ide cerita yang bagus kalau nggak dikembangkan dengan baik percuma. Menurut saya prolognya kepanjangan, bener bikin penasaran tapi kepanjangan. Setelah dibikin penasaran dengan prolognya, penulis terlalu bertele-tele di bagian tengah, mungkin ingin menciptakan aura mencekam tapi saya tidak merasakannya, penasaran iya tapi untuk ketakutan seperti halnya membaca buku horor yang lain, tidak saya rasakan. Karakter Alif pun tidak sekuat yang saya harapkan, latar belakangnya kurang digali lebih dalam lagi, padahal masa lalu kelamnya cukup menarik. Karakter yang lain seperti numpang lewat saja.

Yang paling parah menurut saya, penulis melupakan hal yang paling pokok sendiri yaitu jamur mematikannya. Tidak dijelaskan alasan lengkapnya kenapa anggota KIR mengikuti konferensi di Brazil? Hanya melihat tanaman di hutankah trus ada yang menarik dibawa pulang? Untuk diteliti tapi malah menyerang balik? Tentang jamurnya sendiri, penjelasannya singkat banget, saya yang bukan orang Biologi dan lupa seluk beluk tentang jamur hanya melongo membacanya. Alasan Alif nggak bisa terinfeksi juga membuat saya bingung, ekspresinya melihat orang meninggal mengenaskan juga biasa-biasa aja. Ide ceritanya bagus tapi eksekusinya masih mentah, banyak hal yang bisa dikembangkan lagi, misalnya memperdalam penjelasan tentang yang saya pertanyaan tadi sehingga bisa diterima secara logis. Karakternya diperdalam lagi, saya merasa Alif adalah hero yang nggak berbuat apa-apa, dia seperti penonton kematian orang-orang di sekolahnya. Saya juga nggak ngerti sama endingnya :(

Selain itu ada beberapa kalimat yang membuat saya harus membacanya berkali-kali agar mengerti, contohnya:
"Yang pakai jaket pakai jaketnya, kalau tak punya jaket tunggu Pak Elias membukakan payung." - hal 7.

"Baik. Alif? tanya ibu wakil kepala sekolah.
"Ya, Bu Arum?"
"Bagaimana keadaanmu, kalau Ibu boleh tahu?"
Alif mengangkat alisnya tinggi-tinggi. Ia menatap Ibu kepala sekolah, mantan wali kelasnya, kemudian ia mengerling ke para polisi dan pria berpakaian preman yang ada di ruangan tersebut. - hal 41.

Semoga karya selanjutnya lebih baik lagi, lebih dikembangkan lagi, boleh berbau fiksi ilmiah tapi yang paling penting adalah buat pembaca mengerti apa yang ingin diceritakan, buat secara logis walau itu fiksi sekalipun.

2 sayap untuk Cordyceps yang disia-siakan.


2 komentar:

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*