Pages

Minggu, 13 Juli 2014

[Book Review] Champion by Marie Lu

Champion (Legend #3)
Penulis: Marie Lu
Penerjemah: Lelita Primadani
Penyunting: Dyah Agustine
Desain cover: Windu Tampan
Penerbit: Mizan
ISBN: 978-979-433-827-8
Cetakan 1, Maret 2014
457 halaman
Buntelan dari Dyah Agustine

Perang kembali pecah. Pihak Republik dan Koloni saling mencurigai satu sama lain sebagai dalang di balik penyebaran virus baru yang mematikan. Kali ini, Koloni berada di atas angin karena bersekutu dengan Afrika. Untuk bertahan, Republik harus menemukan vaksin dari virus tersebut, dan jawabannya ada dalam diri Eden, adik Day. Atas perintah Elector, June harus membujuk Day untuk menyerahkan satu-satunya keluarga yang dimiliki pemuda itu.


Setelah semua penderitaan dan kehilangan yang mereka alami karena Republik, sanggupkah Day dan June memberikan pengorbanan yang lebih besar lagi untuk negara ini? Dan masih adakah secercah harapan bagi keduanya untuk menjalani hidup bahagia bersama?




Jangan lewatkan akhir yang mengejutkan dan mengharukan dari trilogi bestseller karya Marie Lu ini!

Setelah mendeklarasikan kepada rakyat Republik kalau Elector yang baru bukanlah musuh, melainkan para Senator, Republik membayar Patriot untuk membunuh Anden, mengadu domba, tetapi rakyat percaya pada Day sehingga perang antar saudara pun tidak terjadi. Day bersama Eden pindah ke San Fransisco untuk memulihkan diri, serta mengatakan salam perpisahan kepada June kalau mereka berdua tidak sebaiknya bersama, melihat banyaknya perbedaan di antara mereka. Padahal, alasan yang sebenarnya adalah Day sedang sekarat.

Delapan bulan kemudian, Day mendapat telepon dari June meminta agar Day menerima undangan dari Anden untuk membicarakan masalah baru yang terjadi di Republik. June akhirnya menjadi salah satu dari Calon Prinseps yang baru. Pertemuan tersebut membicarakan masalah perjanjian damai dengan Koloni yang telah berakhir, mereka sedang menyiapkan deklarasi perang melawan Republik. Penyebabnya adalah ditemukan virus mematikan yang mulai menyebar cepat di medan perang Koloni sehingga menyebabkan wabah. Koloni meminta penawar senjata biologis tersebut. Satu-satunya penawar yang kemungkinan bisa menyembuhkan wabah tersebut adalah Eden.

Virus tersebut kemungkinan berasal dari eksperimen yang digunakan ayah Anden saat berusaha menyebabkan wabah di Koloni, Anden terlambat menarik mundur senjata biologis tersebut dari medan perang dan Koloni menggangap kalau wabah yang menjangkit medan perangnya adalah seruan perang dari Republik. Eden pernah terkena wabah dan dia menjadi subjek eksperimen pada saat itu. Anden tahu June adalah kelemahan Day, dia meminta agar June 'merayu' Day agar mengizinkan Eden menjadi subjek eksperimen lagi, kemungkinan penawarnya ada di darah Eden. Koloni sangat mengingginkan penawar, kalau tidak berhasil mendapatkannya maka mereka akan menghancurkan Republik. Sekarang Koloni jauh lebih kuat karena mereka mendapatkan bantuan militer dari Afrika.

Tidak mudah tentunya membujuk Day. Eden adalah segala-galanya bagi Day, satu-satu keluarganya yang tersisa, belum lagi kondisi Day yang semakin memburuk. Selama delapan bulan tersebut Day sangat menjaga Eden, kembali mencoba hidup normal, dia tidak ingin Eden menderita lagi. Kalau Anden tetap memaksa maka Day yang akan meminpin pemberontakan, akan ada revolusi rakyat. Day adalah jantung rakyat, idola rakyat. Cara lain untuk melawan Koloni yang semakin menguasai Republik adalah meminta bantuan militer kepada Antartika, serta meminjam ilmuwan mereka untuk membuat penawar dan mengobati penyakit Day. Tentu bukan proses tawar menawar yang mudah, ada harga yang sangat mahal yang harus dibayar kalau meminta bantuan Antartika, pilihan yang sangat sulit untuk Anden.
Dulu kau pernah memberitahuku kenapa kau memilih 'Day' (hari) sebagai nama jalananmu," katanya keras. Dia menggerakkan tangannya sehingga berada di atas tanganku, menutupi cincin penjepit kertas dari pandangan. Kehangatan kulitnya membuat napasku jadu pendek. "Setiap pagi, segalanya kembali mungkin. Betul?
Buku ketiga ini adalah puncaknya perang, benar-benar memanas, banyak wilayah Republik yang jatuh ke tangan Koloni, bahkan kelompok Patriot pun sekarang ikut membantu militer untuk memerangi perang. Kalau di buku kedua setting cerita tentang Republik dan Koloni cukup digambarkan dengan baik, maka di buku pamungkasnya ini tidak hanya dua negara tersebut yang dibahas lebih tajam tetapi juga Antartika.

Yang menarik dengan negara tersebut adalah mereka punya sistem seperti permainan. Misalnya saja, selain sebagai alat penerjemah, kacamata yang dipakai pendatang bisa mendeteksi level seseorang. Sedangkan untuk warga asli tidak membutuhkan karena sejak berusia tiga belas tahun mereka memiliki Chip yang ditanamkan di dekat dahi. Chip tersebut adalah bagian dari perangkat lunak yang memberikan poin untuk segala sesuatu. Tindakan positif akan menambah jumlah poin, dan sebaliknya, tindakan negatif akan mengurangi poin. Poin digunakan untuk meningkatkan level. Level adalah segalanya di Ross City, ibu kota Antartika. Semakin tinggi level maka semakin banyak uang yang dihasilkan, bisa melamar pekerjaan yang lebih baik dan semakin dihormati. Sistem ini cukup efektif karena melakukan tindakan yang tidak baik akan mengurangi skor mereka, hasilnya tingkat kriminalitas sedikit sekali.

Sedikit mirip dengan sistem Ujian di Republik ya? Bedanya di Republik, kalau nilai Ujian sangat bagus mayoritas pekerjaan yang di dapat adalah di militer, bisa dikatakan pekerjaan yang sangat terhormat. Di bagian inilah saya kagum akan dunia yang Marie Lu buat. Sekarang, Amerika Serikat adalah negara adidaya, berpuluh-puluh tahun kemudian siapa tahu? Marie Lu membuat sebaliknya, negara-negara atau benua yang sekarang minoritas menjadi yang berkuasa, pusat dunia. Serta sistem yang dia buat juga sangat menarik. Ujian untuk menentukan gen handal walau sifatnya tidak adil bagi gen buruk, yaitu mati. Sistem level bertujuan memicu memotivasi rakyat agar melakukan perbuatan baik, bila diterapkan di kehidupan sekarang apakah sangat berhasil? Lewat dunia militer dan perang yang sangat kental. Marie Lu juga ingin berpesan, perang tidak akan mengakhiri konflik, hanya akan menimbulkan kematian, kesedihan dan kemiskinan. Kemudian dia menciptakan pahlawan dari jalanan yang sangat mengerti penderitaan rakyat dan seorang anggota militer yang sangat jenius, berprinsip teguh pada keadilan. Bersama, mereka berusaha memerangi perang dan menciptakan kedamaian.

Itu dari segi pemerintahan, sekarang beralih ke bagian romance :p. Saya sangat, sangat suka. Marie Lu membuat berbagai adegan romantis yang tersirat, walau tidak secara terang-terangan dia menuliskannya lewat gerak gerik tokoh yang berperan sehingga sangat kerasa. Di buku kedua kadar romancenya sedikit berkurang, di buku ketiga ini, selain perang yang berkobar, perasaan June dan Day pun ikut memanas. June akhirnya tahu apa yang disembunyikan Day, dia menyayangkan pilihan Day. June berhak tahu juga, dia tidak ingin Day merasakan sendirian.
"Kau membuatku gila, June," bisiknya di rambutku. "Kau adalah orang paling menakutkan, paling pintar, paling berani yang kukenal, dan terkadang aku tak bisa bernapas karena aku berusaha sekuat tenaga untuk bertahan. Tak akan pernah ada yang sepertimu. Kau sadar itu, kan?" Aku menengadahkan wajah untuk menatapnya. Matanya merefleksikan cahaya samar dari JumboTrans, warna pelangi malam. "Miliaran orang datang dan pergi di dunia ini," ujarnya lebut, "tapi tak akan pernah ada yang sepertimu."
Bagian yang paling sedih adalah ketika setelah Day menghabiskan waktu dengan June dia menyelinap pergi ke rumah lamanya, mengingat penderitaan yang dia alami dan tragisnya June merasa dialah penyebab kesedihan yang melanda Day, perbedaan status mereka. Akan selalu ada garis tak kasat mata yang mempengaruhi hubungan mereka. Bagian yang paling seru adalah ketika June membuntuti Komandan Jameson sampai berakhir penyerangan jarak jauh untuknya. Seru banget! Di bagian ini analisis jenius June kembali hadir. Salah satu kelebihan lain penulis untuk buku ini, dia menghadirkan unsur detektif lewat karakter utamanya.

Karakter June selalu kuat, baik di buku pertama sampai terakhir, sedangkan Day lah yang melemah, selain fisiknya yang tidak mendukung, berbagai masalah yang dia hadapi memang cukup menguras tenaga dan pikirannya, kesedihan sepertinya tidak mau menghilang darinya :(. Di ending buku kedua, penulis menyisipkan cerita yang sangat sinetronis, bahkan di ending buku ketiga pun juga begitu. Bedanya, Marie Lu membuat bagian tersebut bisa diterima secara nalar, mungkin untuk bagian yang cukup riskan ini penulis sudah melakukan riset. Yang jelas, saya sangat puas bagaimana penulis mengakhiri trilogi Legend ini :D.

Kalau pengen baca buku yang seru banget, seri Legend ini bisa menjadi pilihan.

4.5 sayap untuk Day dan June.

Legend Series:

  1. Legend
  2. Prodigy
  3. Champion

Tentang penulis:
Marie Lu lulus dari University of Southern California dan masuk ke industri video game, bekerja di Disney Interactive Studios sebagai seniman program Flash. Sekarang menjadi penulis purnawaktu, dia menghabiskan waktu luangnya dengan membaca, menggambar, bermain Assassin's Creed, dan terjebak dalam kemacetan lalu lintas. Dia tinggal di Los Angeles, California, bersama seorang pacar, seekor anjing Chihuahua campuran, dan dua anjing Pembroke Welsh.

Kunjungi Marie Lu di:
www.marielu.org
@Marie_Lu



10 komentar:

  1. eh buku ketiganya dah terbit yah? bah kavernya bikin mata siwer karena kaya ledakan

    BalasHapus
    Balasan
    1. udah, sejak bulan Maret lalu :)
      covernya menurutku sesuai kok karena di buku ketiga ini emang banyak ledakan :)

      Hapus
  2. hai mba.. salam kenal,, saya baca series ini karena baca salah satu postingan mba (klo ga salah tetang novel yang ingin dijadikan film),,
    hehe.. buku pertama dan kedua saya baca yang bhsa indonesia, dan yg ketiga baca versi inggrisnya (karena berhubung belom bisa beli yang ketiga :p)
    dan ketika udah beli yang ketiga,, ternyata ada bagian yang disensor >.<

    BalasHapus
    Balasan
    1. hai nule salam kenal juga ya, wah terimakasih banyak nih udah baca postingan aku :)
      sangat disayangkan sekali, pasti bagian Day nginep di apartemennya June ya? Mizan emang suka mensensor adegan yang cukup panas, dulu temenku juga bilang TFIOS banyak yg disensor :((
      pengennya sih diterjemahakan apa adanya, semoga nantinya bisa jadi masukan buat Mizan :((

      Hapus
    2. Wah...maaf ya mbak2...kayaknya sulit kalau mau menghilangkan sensor sama sekali, karena gaya selingkung Mizan memang ketat berkaitan dengan hal2 yang eksplisit kadar sensual dan kekerasannya.. Apalagi ada stigma "penerbit islami" yang melekat pada penerbit Mizan. Mudah2an bisa memaklumi :)

      *salah satu org yg pegang gunting sensor di Mizan*

      Hapus
    3. oalah, begitu toh, hehehehe. yah semoga saja nggak mempengaruhi ceritanya, mbak sehingga masih dapat 'feel' buku tersebut :)

      Hapus
  3. Wah.. mau dong..!!
    Tp di toko buku di Jayapura blm ada..
    :'(
    Pas slesai baca legend n prodigy, jd susah tidur krena hrus menerka-nerka kelanjutanx..

    BalasHapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*