Pages

Rabu, 31 Juli 2013

Surat Balasan Untuk Surat Panjang Tentang Jarak Kita Yang Jutaan Tahun Cahaya

Ada surat panjang yang terlambat sampai.
Tanpa nama pengirim, dan hampir basah oleh tempias hujan.

*

Sejak kecil kita berdua merasa diri kita adalah alien-alien yang tersesat ke Bumi.

Pria itu sudah melupakan seorang teman masa kecilnya saat sebundel amplop itu sampai di beranda rumah.

Kalau kau perlu tahu, aku hanya punya satu macam mimpi. Aku ingin tinggal di rumah sederhana dengan satu orang yang benar-benar tepat. Bila memang aku harus mencurahkan seluruh perhatianku, kepada satu orang itulah hal itu akan kulakukan.

Ia bahkan sudah melupakan mimpi-mimpi masa kecil mereka.

Berpuluh-puluh tahun lamanya, bahkan sejak kali pertama bertemu, aku telah memilihmu dalam setiap doaku. Sesuatu yang tak pernah kauketahui bahkan hingga hari ini. Dan bila kau suruh aku pergi begitu saja, di usiaku yang lebih dari empat puluh ini, aku mungkin telah terlambat untuk mencari penggantimu.

Dan ia tak tahu teman masa kecilnya itu masih mencintainya.

*

Surat-surat itu menarik pria itu ke masa lalu.
Hingga ia tahu, semuanya sudah terlambat.



Dear kamerad,

Aku tidak tahu namamu, tapi aku tahu kisahmu.
Aku sebut dirimu kamerad, karena kau mempunyai angan-angan menjadi kamerad bagi Tuan Alien-mu. Untuk kesekian kali ini aku mereview menuliskan surat balasan, bukan salahku, karena buku ini berisi 37 surat yang kau buat untuk Tuan Alien, tanganku gatal untuk membalas. Ceritamu sebenarnya biasa, banyak orang lain mengalaminya juga. Tentang kesepian, kesendirian, kesedihan, kekosongan, tentang kasih tak sampai.

"Sejak kecil kita berdua merasa diri kita adalah alien-alien yang tersesat ke Bumi. Kau dan aku bukan manusia, ujarmu suatu waktu."


Kau menulis surat untuk Tuan Alien, sahabat masa kecilmu yang juga merupakan sepupumu sendiri. Kau jatuh cinta padanya tapi kau tidak pernah mengungkapkannya. Kalian selalu bersama-sama sewaktu kecil, merasa dunia kalian sama dan aneh di mata orang lain, kalian saling melengkapi. Namun, ketika kalian mulai berseberangan dalam memilih jurusan di universitas, jarak mulai tercipta. Surat-surat di dalam bukumu dimulai ketika kau mendapatkan undangan pernikahan dari Tuan Alien. Kau patah hati, terpuruk akan perasaanmu yang sesak karena orang yang sangat kau cintai tidak akan pernah kau rengkuh lagi. Kau membaginya dengan orang asing, menariknya supaya ikut merasakan kesedihan yang kau alami.

Awalnya aku mengira kalau surat-suratmu berisi curhatan tentang masa di mana kalian menciptakan kebahagiaan, tapi nyatanya aku mendapatkan sedikit sekali kisah tentang dirimu dan Tuan Alien. Surat-suratmu lebih banyak bercerita tentang dirimu, tentang perasaanmu setelah kehilangan. Kau mulai menginggat kembali kapan kalian pertama bertemu, kau menceritakan keseharianmu yang merasa kosong dan kesepian, terlebih setelah mendengar kabar itu. Kau juga bercerita tentang keluargamu, di mana kau tidak dekat dengan ibumu dan merasa kalau dia tidak menyayangimu sama sekali, kau lebih dekat dengan ayahmu. Kau mempunyai dua kakak perempuan yang sukses, kau pernah mengambil dua jurusan yang bersamaan dan memutuskan menyerah. Lalu ketika kau melihat foto mendiang ayahmu, kau mulai bangkit kembali, susah payah bekerja untuk memulai dari awal lagi, demi mendapatkan ijasah yang bisa dibanggakan di samping foto mendiang ayahmu. Umurmu empat puluh satu tahun, bekerja sebagai wartawan yang tidak kenal waktu, tinggal di apartemen yang kau cicil dan bertetangga dengan tuan pemilik toko buku yang janda.

"Aku selalu menjadi penyendiri yang kerap mengamati jalan hidup orang lain. Dan begitu sering memaklumi segala hal. Termasuk mereka yang seharusnya merasa kecewa dan putus asa atas hidupnya tetapi justru terlihat bahagia. Tidak seperti diriku. Seseorang yang tidak punya hal-hal untuk membuatku kecewa dan merasa putus asa, seseorang yang seharusnya bahagia, tetapi terlihat lemah dan selalu berusaha menyendiri untuk menutupi kelemahan-kelemahannya itu."


Kau mulai membuka lembaran baru dengan mencoba berkencan dengan seorang seniman, seseorang yang sekiranya cocok denganmu. Tapi, hatimu tetap tertambat kepada Tuan Alien sehingga waktu kau mengetahui dia menghamili muridnya kau tidak terlalu sakit hati. Apa yang aku cerna tentang surat-suratmu adalah bukan ketika kau bermuram durja tentang kisah cintamu tetapi tentang di mana kau menjalani hari-hari yang memang harus kau lewati, mau tidak mau. Dan yang aku rasakan adalah kesepian, kesendirian, kesedihan, kekosongan.

"Aku pun ingin memiliki kehidupan seperti orang-orang lain yang sering kujumpai di jalan. Mereka tak pernah pergi ke bioskop seorang diri. Sementara aku selalu menonton film bagus tanpa gandengan dan aku hanya dapat mengomentari film-film itu di dalam hati dan menulis resensi di blog. Sekali-kali, aku pernah membayangkan masa-masa di mana aku akan dapat pergi ke swalayan dan memegang kereta dorong yang penuh barang belanjaan bersama seorang pasangan hidup. Di kereta dorong itu pula, buah hati kami akan duduk dan menatap lekat-lekat kearahmu dan suamiku.
Namun, bagaimana caraku memiliki kehidupan seperti itu? Dengan pertama-tama melupakanmu, ataukah dengan memulainya saja sementara masih mengenangmu?"


Kau pernah gagal dan bisa bangkit kembali, bisa membuat bangga ayahmu yang abunya kini tersebar di lautan, kenapa kau tidak mencoba sekali lagi waktu kau gagal dalam urusan cinta? Seperti yang kita tahu ketika membaca sinopsis di belakang sampul buku, semuanya sudah terlambat, kalian berbeda planet.

Awalnya aku tidak pede apakah bisa menyelesaikan membaca ke 37 surat yang kau kirimkan kepada orang asing di Bumi ini, tanpa dialog, full narasi di mana sangat memicu kebosanan. Kalau aku tidak konsentrasi membacanya, maka semuanya akan buyar. Walau miris, cerita dalam bentuk surat yang kau buat sangat datar, konfliknya tidak terasa. Tapi kau pandai berkata-kata, kalimatmu baku dan banyak kata baru yang aku kenal, sayangnya kau tidak selalu menjelaskan apa artinya. Anggap saja aku memang bodoh dan tidak berpengalaman, tapi aku berharap ketika menemukan sesuatu yang asing, maka itu akan menjadi pengetahuan baru bagiku. Sampul buku ini terasa sangat dirimu, seseorang yang kesepian dan menanti orang yang akan selalu menjadi bayanganmu yang tak mungkin kau rengkuh.

Di balik kedataran ceritamu tersimpan perasaan terdalammu. Cara yang cukup jarang dilakukan penulis di Bumi ini, khususnya di negara yang sangat semrawut ini yaitu melalui surat, membuat sesuatu yang baru tentang mengungkapkan sakit hati dan bagaimana kita memulai hari pasca sesuatu yang tidak pernah kita harapkan. Mungkin itu alasan juga kenapa ada embel-embel Pemenang Unggulan Dewan Kesenian Jakarta 2012 pada sampul buku. Sesuatu yang baru, permainan kata yang indah, judul yang unik, membuat diriku tertarik akan ceritamu yang datar, menarik diriku ke dalam kisahmu yang tidak pernah kau utarakan kepada Tuan Alien secara lisan.

Ketika aku selesai membaca suratmu, aku mengerti kenapa judul di buku ini sangat panjang.

3.5 sayap aku berikan untuk mengobati sakit hatimu, dan aku menantikan kisahmu selanjutnya, dalam bentuk berbeda, dalam perasaan yang tidak melulu melankolis.

Xoxo,
dari species yang hampir punah.


Surat Panjang Tentang Jarak Kita Yang Jutaan Tahun Cahaya
Penulis: Dewi Kharisma Michellia
Editor: Donna Widjajanto
Ilustrasi cover: Eka Apriliawan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-979-22-9640
Cetakan pertama, Juni 2013
240 halaman
Harga: 45k
Pinjem @tezarnet

2 komentar:

  1. Ini reviewnya kaya sebuah surat yang ditujukan kepada si tokoh novel hehehehe, bagus kak

    BalasHapus
  2. Menurutku ceritanya gak datar-datar mbak
    lumayan sukaaa

    BalasHapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*