Pages

Minggu, 02 Juni 2013

Melbourne: Rewind

Melbourne: Rewind
Penulis: Winna Efendi
Editor: Ayuning, Gita Romadhona
Desain sampul: Levina Lesmana
Ilustrasi isi: Tyo
Penerbit: Gagasmedia
ISBN: 979-780-645-6
Cetakan pertama, 2013
328 halaman
Buntelan dari mbak @JiaEffendie


Pembaca tersayang,

Kehangatan Melbourne membawa siapa pun untuk bahagia. Winna Efendi menceritakan potongan cerita cinta dari Benua Australia, semanis karya-karya sebelumnya: Ai, Refrain, Unforgettable, Remember When, dan Truth or Dare.

Seperti kali ini, Winna menulis tentang masa lalu, jatuh cinta, dan kehilangan.

Max dan Laura dulu pernah saling jatuh cinta, bertemu lagi dalam satu celah waktu. Cerita Max dan Laura pun bergulir di sebuah bar terpencil di daerah West Melbourne. Keduanya bertanya-tanya tentang perasaan satu sama lain. Bermain-main dengan keputusan, kenangan, dan kesempatan. Mempertaruhkan hati di atas harapan yang sebenarnya kurang pasti.

Setiap tempat punya cerita.

Dan bersama surat ini, kami kirimkan cerita dari Melbourne bersama pilihan lagu-lagu kenangan Max dan Laura.

Enjoy the journey,

EDITOR


Seri Setiap Tempat Punya Cerita kedua yang saya baca, sejak membaca Paris saya jadi ingin mengoleksi semua serinya. Hampir semua bukunya mbak Winna sudah pernah saya baca (Draf 1 masih dalam antrian), pernah saya katakan juga kalau saya kurang menikmati membaca buku-bukunya, bukan karena tulisannya, itu tidak perlu diragukan lagi, sebagian besar karena tokoh yang diciptakan atau ending ceritanya. Bahkan buku pertamanya, Ai, saya memberi satu sayap dan masuk ke dalam kategori buku yang pengen saya tendang setelah selesai membacanya, sedikit kejam mungkin, tapi itulah yang saya rasakan kala saya kecewa membaca sebuah buku. Buku kedua, Refrain, sedikit ada peningkatan, saya memberi dua sayap, dan saya cukup menikmati buku Unbelievable, tiga sayap saya hadiahkan untuk buku tersebut. Waktu tahu Ai sudah dicetak ulang beberapa kali dan rating di goodreads mendukung, saya kaget, yeah, tidak semua orang suka sayapun menyukainya (saya masih nggak ngerti apa bagusnya film 500 Days of Summer dan saya ketiduran ketika nonton film Before Sunset/Sunrise). Tapi lambat laun saya mulai memahami, mencoba menerima, seperti Remember When di mana saya baru sadar ketika selesai membaca tokoh utamanya adalah tokoh yang kerap dianggap antagonis. Puncak saya menyukai tulisan mbak Winna adalah ketika saya membaca buku ini. Kalimat-kalimatnya menyihir saya, percakapan cerdas antara si penggila cahaya dan penyuka makanan manis membuat saya enggan meninggalkan buku ini.

Kemasan buku ini hampir mirip dengan Paris, entah emang seperti ini semua seri yang diterbitkan bagiannya Gagasmedia atau berbeda dengan Bukune, soalnya belum baca buku yang lain, kalau dari Bukune baru baca Barcelona Te Amo dan itupun biasa, hanya ada bonus kartu pos. Yang jelas sama-sama menarik untuk di bawa pulang :D.

cover depan

cover depan bagian belakang

cover bagian belakang

contoh isinya

Buat gue, cahaya adalah konsep universal, tetapi sebenarnya sangat pribadi. Setiap orang dapat melihatnya, merasakannya, tetapi persepsi mereka mengenainya bervariasi, tergantung emosi dan pengalaman sang penglihat. Interpretasi seseorang terhadap cahaya berbeda-beda, begitu juga makna cahaya tersebut bagi mereka. A light is never just light. Cahaya, seredup apa pun, mampu mengiluminasi kegelapan, dan menjadi medium yang menghidupkan dunia. Bagi gue, cahaya adalah hal terindah di dunia ini.
Melbourne bercerita tentang dua orang yang pernah jatuh cinta, berpisah kemudian dipertemukan kembali. Isi atau playlistnya diceritakan sesuai dengan bagian-bagian yang ada di walkman atau pemutar musik; rewind, pause, play, dan fast forward. Dan di setiap bab (atau track) akan ada judul, penyanyi beserta cuplikan lagu yang mendukung isi cerita.
A song tells the story of your life; there's always a personal history attached to it. Itulah yang menarik dari musik -setiap orang memiliki soundtrack kehidupannya sendiri.

Rewind
Seperti judulnya, di bagian ini kita akan mendapatkan cerita di masa lalu, masa di mana Max bercerita kenapa dia sangat menyukai cahaya, masa di mana ketika tiba-tiba ada seorang gadis menemuinya dan meminta walkmannya dikembalikan. Max yang kembali lagi ke Melbourne setelah berhasil mewujudkan mimpinya; lighting design, kembali ke tempat di mana seseorang sangat dirindukannya, lima tahun berpisah Max masih menyimpan perasaan yang tidak pernah pudar kepada wanita yang menyukai makanan manis dan musik-musik aneh itu. Tidak membutuhkan waktu lama, ketika Max mendengar suara penyiar radio di tengah malam dia sadar ke mana harus mencari Laura. Mereka bertemu kembali, duduk di pinggir jendela dengan kopi hitam di tangan masing-masing dan saling bertukar cerita, catching up. Tentang apa saja yang terjadi selama mereka berpisah dan menginggat kembali ketika masih bersama dulu, dan masa depan, sebagai mantan, sebagai teman biasa.
Gue percaya akan cinta pada pandangan pertama. Tapi, gue tahu, jatuh cinta pada seseorang nggak selalu terjadi sesuai teori dalam buku, atau kayak kisah-kisah romantis dalam film. Manusia nggak bisa milih kapan waktu yang tepat untuk jatuh cinta. The good thing is, I know when it happens to me.
Gue percaya sama konsep belahan jiwa, tapi gue nggak percaya bahwa kebahagiaan kita cuma ada sama satu orang. Dalam hidup ini, lo nggak selalu bisa dapetin apa yang lo mau, orang-orang yang lo sayang nggak selalu punya perasaan yang sama. Karena itulah gue percaya, akan selalu ada orang-orang lain yang bisa memberikan bentuk kebahagiaan lain.

Pause

Bagi Laura, kisah cinta mereka adalah masa lalu, dia percaya hubungannya dengan Max yang sekarang, seorang teman biasa bisa berjalan lancar. Bagi Max, ada sisa perasaan di masa lalu yang enggan pergi, dia merasa seperti yang pernah temannya bilang kalau cewek dan cowok berteman biasa itu tidak mungkin, hanya ada; salah satu menyimpan perasaan nggak terbalas atau saling jatuh cinta, dan posisi Max ada di pilihan yang pertama. Max cemburu ketika melihat Laura tertarik kepada Evan, pacar sahabatnya sendiri.
Gue percaya definisi first love adalah rasa pertama, saat lo melihat jauh ke dalam mata seseorang, dan memutuskan bahwa masa depan dan kebahagiaan lo ada bersamanya. Cinta pertama adalah ketika untuk pertama kalinya dalam hidup lo, lo mampu melihat segala sesuatu dengan lebih jelas, merasa lebih hidup, dan ingin jadi versi terbaik dari diri sendiri, saat dia berada di samping lo. Saat hidup lo berubah berantakan dan masih bisa berpikir, screw this mess, at least I still have you by my side.
"Orang-orang bertemu karena memang ditakdirkan untuk bertemu, berpisah karena ditakdirkan untuk berpisah. Kehidupan setiap orang diorkestrasikan sedemikian rupa sehingga setiap momen memiliki sebab dan akibat. Benang merah, takdir, nasib, whatever you call it."

Play

Tangisan tidak hanya diperuntukkan bagi orang-orang lemah. Tangisan diciptakan untuk orang-orang kuat, untuk menginggatkan mereka bahwa kesalahan adalah sesuatu yang wajar, dan tidak apa-apa jika sesekali kita merasakan takut, sesal, ataupun sedih.


Fast Forward

Gue nggak tahu berapa lama gue harus menunggu, tapi itulah kelebihan dari mencintai tanpa batas -you don't thing, you just do.
Saya jatuh cinta kepada Maxiillian Prasetya, jatuh cinta akan obsesinya terhadap cahaya. Bagian paling favorit saya adalah sama seperti saat Laura pertamakali merasakan jatuh cinta kepada Max. Saat ketika Max menunjukkan kamarnya yang berantakan, lampu di sana sini dan ketika dia mematikan lampu kamarnya, keajaiban terjadi. Max membuat replika landscape Kota Melbourne di malam hari, lewat lampu-lampu yang berceceran di kamarnya. Kali ini saya sangat menyukai toko-tokoh yang diciptakan penulis, dengan sudut pandang orang pertama; Max dan Laura secara bergantian, saya ikut merasakan perasaan yang mereka alami, ikut merasakan kecewa ketika Laura membuat playlist khusus bernama Evan, dan sedih ketika Laura harus mendengarkan pidato pernikahan yang romatis.

Intinya, buku ini bercerita tentang seorang cowok yang ingin kembali ke mantannya, ingin membina hubungan seperti dulu, dia seperti ingin berkata, "kita punya kenangan indah di masa lalu, dan itu bisa dimulai lagi." Dan sebaliknya, si cewek nggak mau terluka lagi, dia sudah cukup merasakan sakit hati sekali, tidak ingin terulang lagi. Dia ingin membuka hatinya untuk orang lain, dan berkata, "bisa kok dari mantan trus jadi teman biasa."

Terbukti sekali saya sangat menyukai kalimat-kalimat yang ada di buku ini dari banyaknya quote di atas, diksinya nggak perlu diragukan lagi, kalimat-kalimatnya begitu romantis, saya sangat menyukai dialog-dialognya. Kekurangannya menurut saya setting tempatnya tidak begitu terasa, maksudnya kalau di novel Paris kan ada setting yang khas banget kayak Place de la Bastille, di novel ini saya nggak terlalu merhatiin tempat apa yang memorable, ada satu yaitu cafe Prudence, tempat di mana Max dan Laura menghabiskan waktu bersama tapi saya nggak tahu apakah tempat itu beneran ada, di seri ini tidak hanya kisah yang diutamakan tetapi juga settingnya, mungkin saking terpesona sama Max kali ya jadi semua teralihkan XD. Saya udah nggak bisa berkata apa-apa lagi, saya sangat menikmati membaca buku ini dan hanya bisa bilang, "akhirnya ada bukunya mbak Winna yang menjadi favorit."

4.5 sayap untuk si pemuja cahaya.

13 komentar:

  1. kayaknya seri tiap tempat punya cerita ini bagus yah. Jadi pengin :D

    BalasHapus
  2. kayaknya bagus yahhh ^^
    aku udh baca yg Bangkok, bagus jg ceritanya :)
    skrg lagi baca Roma :D mau baca ini jugaa xD

    BalasHapus
    Balasan
    1. baru pesennnnn, jadi nggak sabar baca nih, hauhau :((

      Hapus
  3. penasaran, banyak yang bilang winna efendi bagus-bagus bukunya. ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. baru buku ini yang benar-benar membuatku nggak bisa berhenti baca :D

      Hapus
  4. resensi membuat rasa ingin memiliki bukunya jd lbh tinggi :)

    BalasHapus
  5. Idem.. pengen koleksi juga. Tapi masih ragu buat beli yg dari Bukune.

    BalasHapus
    Balasan
    1. baru satu yang aku baca dari Bukune, lumayanlah tapi tetep prioritasnya GSTPC dari Gagas :)

      Hapus
  6. Pengen koleksi Semua SSTPC x) Dalemnya bagus ya mba... intip review stpc lainnya ah

    BalasHapus
  7. Selera itu emang beda-beda sih tergantung orang, kadang diantara puluhan yang menyukai pasti ada juga yang kurang menyukai, karena manusia itu punya selera masing-masing

    BalasHapus
  8. Sebenernya sudah dipaksa Kakak buat baca ini dari dulu, tapi ntah kenapa, aku selalu bilang, "Nanti saja Mbak, aku mau baca stpc yang First Time in Beijing dulu." Kenapa? Karena aku memang pengen baca stpc itu berurutan :D Jadi ngga sabar buat baca yang First Time in Beijing, supaya lebih cepat baca novel ini.

    BalasHapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*