Pages

Kamis, 23 Mei 2013

The Sweet Sins

The Sweet Sins
Penulis: Rangga Wirianto Putra
Editor: Ratna Mariastuti
Penerbit: Diva Press
ISBN: 978-602-7723-08-5
Cetakan pertama, Oktober 2012
428 halaman
Pinjem mbak @destinugrainy



“The sexiest novel I’ve ever read.”
Betty W. Kusuma,
penulis novel “Aku Seorang Gay”.

“Novelnya bagus, ‘dalem’, dan kehidupan di dalamnya seperti kehidupan yang kita ‘kenal’ banget. Ceritanya juga detail. Seperti membaca pengalaman pribadi seseorang. Anyway…, semoga laris, yaaa…. ”
Mia Arsjad,
penulis novel “Rona Hidup Rona”.

“Jangan sentuh buku ini jika tidak mau tertampar-tampar oleh makna cinta!!!”
Helmy Feriansyah,
artis.

“Rangga always do the best! This novel is so deep, mature, and full of surprises. Every scene made by love and lust as simple as beautiful. Best recommend!”
Aline Laksmi,
model, penulis, art lingerie designer.

“…Bukan cerita yang biasa. Life of gay. Pengetahuan baru buat kita semua.”
Avrira Azzahra,
penulis serial “Shalikha”.


“Sebuah novel yang menambah kekayaan literatur roman Indonesia. Bertemakan LGBT dan berani mengangkat opera Italia sebagai jiwa dari keseluruhan cerita dengan cukup saksama….”
Aditya P. Setiadi,
dosen Universitas Indonesia dan pemusik.

“Membaca novel ini membuat saya lebih dalam memaknai cinta. Sungguh, ini adalah novel yang jujur dalam memaparkan arti cinta.”
Oka Fahreza,
penyiar Radio 89,5 JIZ FM Yogyakarta.

Ketika sang surya pagi menembus sela-sela jendela, aku tersadar, ternyata aku tidur dalam dekapannya. Aku pun merapat sama eratnya. Di sini, di balik dadanya, aku dapat melihat sinar matahari pagi membelai wajahnya yang rupawan dan melukiskan segala keindahan di sana….

Di Balik Pelukan Terhangatnya…

Beberapa kali saya membaca buku yang bertema LGBT dan kalau ditanya buku mana yang cukup berkesan adalah Un Soir du Paris, kumpulan cerpen yang mempunyai gaya bercerita unik-unik yang menitik beratkan pada issue lesbian. Singkat saja tentang buku ini karena diburu review yang lain, jadi mari kita mulai Rapid Review :D

Reino Regha Prawira, seorang mahasiswa yang mempunyai pekerjaan sampingan menjadi gigolo, suatu malam ketika dia dikeroyok oleh orang yang gagal 'manawarnya' dia diselamatkan oleh
Ardo Praditya, seorang pembawa acara berita yang cukup terkenal di Jogja. Sejak malam itu semuanya berubah. Ardo sangat memperhatikan Reino, belum pernah ada orang yang memperlakukannya seperti yang dilakukan Ardo, menginggatkannya untuk tepat makan, istirahat yang cukup, jangan clubbing lagi. Lama-lama dia merasakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Awalnya dia hanya memendam, tapi dia tidak bisa mengelak ketika Ardo jujur akan perasaannya, di mana perasaan mereka saling bersambut. Tidak mudah menyembunyikan hubungan mereka, sahabat Reino yang sudah mengenal luar dalam diri mereka lama-lama tercium juga, belum lagi orangtua Ardo yang ingin menjodohkan dia dengan perempuan cantik.

Denger-denger buku ini tercipta dari skripsi penulis, yang terinspirasi dari kisah nyata. Kakak saya pernah kuliah di Jogja dan dulu dia sering menceritakan pergaulan bebas yang sudah tidak asing di sana, khususnya para mahasiswa. Jadi ketika saya membaca buku ini, saya seperti mendapat cerita nyata dari sisi mahasiswa yang kerap clubbing dan seorang gigolo demi mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemudian dia bertemu sosok yang tidak pernah ditemuinya, sosok yang selalu dirindukannya, yaitu ayahnya. Latar belakang broken home mungkin menjadi salah satu pemicu Reino mencintai jenis kelamin yang sama, karena dialah yang mampu memberikan kasih sayang yang selalu dia rindukan.

Untuk gaya berceritanya saya tidak terlalu terganggu, mungkin penulis hanya ingin membuat ceritanya yang sedikit berat menjadi lebih santai dengan mengunakan bahasa sehari-hari. Yang membuat saya terganggu adalah not-not lagu dan bahasa asing yang saya kira tidak ada hubungan sama sekali dengan novel ini.

Pendek kata, dua sayap cukup.

3 komentar:

  1. Wah jadi gig*lo serem banget. Dan ada juga dalam kehidupan nyata, pergaulan itu emang penting.

    BalasHapus
  2. Wah buku2 seperti ini bukan genre ku banget... ^^

    BalasHapus
  3. Waduh kisah nyata yg menyeramkan
    Tapi memang dari dulu Jogja sudah dicap pergaulan bebas sih
    Meskipun gak semua remaja sih
    Btw, komennya Helmy Feriansyah itu bikin KEPO bgt dah “Jangan sentuh buku ini jika tidak mau tertampar-tampar oleh makna cinta!!!”

    BalasHapus

Silahkan berkomentar, jejakmu sangat berarti untukku :*